Semut Rangrang

71K 3.8K 207
                                    

Penumpang Kapal Arka Pandu, tolong absen disini?

Tolong hargai saya bbyouxx sebagai author. Jangan jadi silent readers, tolong tinggalkan vote dan komen kalian.

Yang nggak vote dan komen. Sumpah! Kalian nggak diajak! Bukan teman bbyouxx pokoknya.

Happy reading na~

•••

Terik sinar matahari menyilaukan mata. Cuaca panas kian mendidihkan darah. Otak seakan sulit berkonsentrasi. Terlebih, saat otak itu memang jarang digunakan.

Cowok manis dengan mata beruang tengah mengibas seragam sekolahnya. Ia kepanasan, ingin merasakan air dingin menembus tenggorokan yang kering.

Namun, dia percaya, niat busuknya, akan terhalau oleh guru yang mengajar di dalam kelas saat itu. Guru matematika, yang walaupun badai angin petir menerjang akan tetap hadir.

Ber-name tag Pandu Mahendra Alaric. Selalu bolos, jauh dari kata pintar, dan paling tengil diantara teman-temannya.

Merasakan angin masuk melalui celah-celah jendela kaca. Pandu beralih menatap keluar, melihat para murid lain yang berlalu lalang.

"Pandu!"

"Pandu!"

"Pandu Mahendra Alaric!"

Oh, shit. Tubuh Pandu refleks terkaget. Mendengar teriakan yang memanggil lengkap namanya. Pandangan cowok itu menatap lurus ke depan, pikirannya hanya bebas atau mendapatkan hukuman.

Guru wanita berkacamata kotak menatapnya. Mata itu memincing tajam, terpancar emosi yang kuat.

"Kamu tidak memperhatikan penjelasan saya?!" bentaknya.

Memilih diam adalah salah satu cara agar ditendang keluar dari kelas ini. Jadi, Pandu diam bak patung.

Guru wanita itu mengangguk-angguk. "Baiklah, kamu memang tidak pernah tertarik dengan pelajaran saya. Lebih baik, kamu keluar sebelum saya lebih marah lagi!" pintanya penuh emosi.

Pandu bersorak gembira dalam hati. Bibirnya berkedut menahan senyum. Namun, sekuat apapun dia menahan, mulut laknatnya tetap bertindak busuk.

"Asik, terima kasih, Ibu yang bahenol!" teriaknya bersemangat. Untungnya, kalimat itu keluar saat Pandu sudah beranjak dari tempatnya dengan menenteng tas ransel.

Keluar dengan perasaan lega. Bersiul nakal melewati koridor yang kembali sepi, para murid kembali ke kelas masing-masing. Itu tandanya, dengan mudah dia bisa menyusup keluar sekolah.

"Bangsat!"

"Nih pagar kenapa ada besi-besinya anjir!" umpatnya.

Terakhir kali bolos, Pandu mengingat dengan baik pagar belakang sekolah ini masih pagar beton yang kokoh tanpa ada besi runcing diatasnya.

Karena sudah terlanjur keluar, masuk ke kelas kembali pun tidak mungkin di terima lagi. Pandu berpikir nekat untuk memanjat.

"Nggak masalah, gue atlet panjat tebing," sombongnya.

Lebih dulu dia melepas tas ranselnya. Melempar keluar tanpa berpriketasan. Dan merenggangkan otot-otot yang siap digunakan.

"Oke, waktunya unjuk kemampuan!" semangatnya.

Pandu bergegas memanjat. Menginjakkan kakinya diantara ukiran pagar yang menonjol. Cukup mengalami kesulitan saat harus melewati besi runcing itu, terpeleset sedikit bagian bawahnya bisa tertusuk.

"Eh, celana gue nyangkut anjir!"

Sialnya, celana sekolah yang Pandu gunakan malah tersangkut. Ditambah, ternyata pagar itu berdekatan dengan pohon jambu yang batang dan daunnya dipenuhi sarang semut rangrang.

Masa SMA ; Arka Pandu vers 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang