Permintaan Maaf

23.6K 2.5K 80
                                    

"Gue masih mau lihat lo," ucap Arka tulus.

Di mata itu, tak ada kebohongan sama sekali. Kalimat yang terlontarkan juga menggunakan hati.

"Oh, gitu." Pandu mengangguk seolah paham maksud Arka.

Cowok pendek itu sedikit maju. Berjinjit di depan Arka yang tinggi menjulang. Sudah berjinjit pun tetap pendek.

"Nih lihat sepuasnya. Lihat, ayo lihat, ini muka yang lo katain banci beberapa hari lalu!" paksa Pandu. Dia mencengkram kuat kerah baju Arka, memaksanya menatap wajah yang beberapa hari lalu orang itu hina di depan umum.

"Imut," puji Arka tiba-tiba. Kalimat itu keluar sendiri tanpa persetujuan sang empunya mulut.

"Busuk banget omongan lo," sinis Pandu. Melepas cengkramnya dan mendorong Arka menjauh. Habis dikatai banci, lalu dipuji imut, sungguh manusia tak punya hati nurani.

Di depan mata Arka, Pandu menepuk kedua telapak tangannya, seolah baru saja memanggang sesuatu yang kotor.

Ingin Arka menjelaskan, hari itu dia tidak bermaksud mengatai Pandu. Arka tersulut emosi atas masalah lain dan berujung Pandu menjadi sasarannya.

"Hari itu—"

Baru dua kata yang keluar. Kalimat yang hendak berlanjut itu terhenti, saat Pandu memotongnya segera.

"Gue mau balik kelas. Ada pemeriksaan 'kan?" tanya Pandu sekedar alasan.

Pandu berbalik membelakangi Arka. Berjalan kembali ke dalam bangunan sekolah yang masih sepi, proses ajar mengajar sedang berlangsung saat itu.

"Tunggu," tahan Arka sekali lagi.

Sepertinya, Arka masih punya harapan. Sebab, setiap perintah yang keluar dari mulutnya, refleks Pandu selalu berfungsi dengan baik.

Arka menarik napas dalam-dalam. Beberapa kali menelan salivanya. Kalimat permintaan maaf harus Pandu terima hari ini, dia tak bisa menunggu lebih lama lagi.

"Maaf." Hanya itu yang mampu terucap.

Tawa sinis Pandu terdengar pelan. Cowok bermata beruang itu berbalik dengan menampilkan senyum liciknya. Melipat kedua tangan di depan dada, meneliti penampilan Arka dari bawah sampai atas, hingga mata mereka saling bertemu.

"Ulang?" pinta Pandu meremehkan.

"Maaf," kata Arka. Kakinya melangkah mendekat. Yang awalnya berjarak 10 meter, kini berjarak 1 meter saja.

Pandu kembali tertawa sinis. "Nggak akan gue maafin. Kecuali, lo berlutut dan cium kaki gue!" marahnya.

Tangan Arka terkepal kuat mendengarnya. Jika dia tidak terus-menerus memikirkan anak laki-laki di depannya ini, dia mungkin sudah menendangnya dari sekolah. Tapi, beberapa hari sejak pertemuan pertama mereka, Arka tak bisa berhenti memikirkan Pandu.

"Kagak mau 'kan? Yaudah, nggak gue maaf—"

Brugh!

Diluar dugaan. Arka malah menjatuhkan tubuhnya, berlutut di depan Pandu sekarang. Bahkan, Pandu yang tak percaya dengan apa yang dia lihat membuatnya tercengang.

"A-Arka," panggil Pandu pelan.

Tak bisa dipercaya. Seorang Arka Kinan Adinata, berlutut di depan seseorang. Kekuasaan dan kekuatan yang dia miliki, tak pernah membuatnya menunduk pada siapapun selama ini.

"Gue minta maaf, Pandu Mahendra Alaric!" ucap Arka tegas.

Badan kekar itu mulai membungkuk, merangkak mendekati kaki Pandu yang membeku di tempat. Tangan Arka memegang kedua pergelangan kaki Pandu, menahannya agar tak bergerak kemana-mana. Badan itu semakin membungkuk, hingga beberapa centi lagi menyentuh kaki Pandu yang terbalut sepatu berwarna putih. Namun—

Masa SMA ; Arka Pandu vers 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang