"Kalo buku-buku tentang reproduksi, tau nggak Jen?"
Itu bukan Lisa, bukan, bumi siap mendung kalo tiba-tiba angin rajin datang bawa dia ke perpus, Jennie bertaruh 10 juta deh kalo anak itu tiba-tiba jadi kutu buku. Bukan juga Wendy, si bule sibuk susun taktik pedekate, apalagi Moonbyul yang masih mempertahankan takhta pundungnya.
Gadis rambut hitam, mata bulat, tinggi, langsing, tapi aneh ini, sekiranya Jennie kenal sebagai Kim Jisoo. Ya pelafalan namanya sesuai absen sih begitu, Jennie nggak taruh peduli. Dia juga salah satu personil dari tongkrongan ternama kampus, geng berisik. Kenapa Jennie tau? Ya karna sohib-sohibnya lagi pada ngincer geng itu. Jujur nggak abis pikir.
Di sini, Jennie memang nggak kaget kalo Jisoo ternyata tipe sok akrab. Kenalan padahal nggak pernah. Keduanya saling tahu nama pun karena kadang sekelas. Benar-benar sekadar tahu dan nggak akrab. Karena dia aslinya introver juga jatohnya malas dan yaa sedikit miskin simpati, Jennie dikacau abis mood bagusnya.
"Gue butuh banget soalnya."
Kali ini Jennie lirik singkat. Naik kening keheranan dengar Jisoo. Manusia ini, minta tolong, sudah maksa, nuntut juga, geleng kepala Jennie dibuat.
Pacarnya Jisoo pasti hilang indera perasa. Kayak, titik kesabarannya udah level berapa sampe tahan jalin hubungan sama Jisoo. Salut.
"Jen heh!"
Suara cempreng dan tabokan Jisoo dibahu, buat Jennie sampe tutup buku ilmu filsafat karya istimewa Aristoteles, tepat halaman 103. Pertemuan yang tanpa sengaja ini terjadi lagi pada perpustakaan yang sama setelah insiden tabrakan tempo lalu.
Niat utama Jennie ke tumpuk baris rapi buku-buku ini, selain buat usir bosan, juga lumayan tambah wawasan. Begitu awalnya, tapi Jisoo ternyata yang kekeuh nempel nanya-nanya sampe rusuh biarpun dicuekin.
"Please Jen.." Tanpa merasa dosa akan tabokannya, Jisoo lantas tarik kursinya merapat. Terlalu parah, ketika kulit dingin anti sentuhan Jennie justru diberikan pelukan membujuk tepat pada lengannya.
Jennie melotot. Keningnya nabrak. Kesal bukan main. "Lo ganggu gue." Pungkas si kutub selatan, sedingin embun subuh hari.
Kalo tau cewek ajaib ini ada, demi langit bumi Jennie ogah datang.
Jisoo diluar dugaan lepas pelukannya, tapi kini pasang jurus manyun merajuk. "Tega banget nggak bantuin temen seperjuangan," Katanya, menyeka pipi tanpa air mata. "Lo inget Prof Changmin, kan? Dia nggak ada tolerir soal tugas. Gue pasti di keluarin di kelas hukum kesehatan. Lo tega??"
Inget dosen anti kritik itu, Jennie sejenak simpati.
"Bantuin gue ya, cariin kajian kasus pelecehan, ini?"
Loh? Malah melunjak. "Nggak. Tadi lo cari buku, jangan minta diskon. Gue sibuk!"
Telanjur, Jennie pasrah ceritanya sekarang.
Jisoo nih mulutnya cerewet banget. Jennie kepalang kesal, bener-bener merasa nggak nyaman. Ketenangan perpus nggak menjamin lagi kalo ada manusia ini kayaknya.
Mungkin ini sebabnya kelompok Jisoo dan teman-temannya dijuluki berisik. Ngomong nggak pake rem.
"Yaudah ayok cari bukunya dulu~!" Suara manja Jisoo ditemani peluk lengan memuakan, bikin bulu kuduk berdiri. Ngeri Jennie, sumpah.
"Itu petugasnya, tanya sana!" Jennie emosi sih.
Jadi pas ada hentak nada sedikit, Jisoo tau-taunya kaget. Manyun lagi dia. "Gue nggak mau tanya mereka! Mereka selalu modus mintain nomor hp, sampe ngegoda."