11.

2.1K 212 8
                                    

Dio pulang ke rumah dan mendapati Karin sedang mencuci piring di dapur. Ini hal yang nggak biasa bagi Dio, melihat kakaknya berada di rumah.

"Kak Rin," sapa Dio.

Karin nggak menoleh tapi menyahuti, "Dio."

Terlihat Karin sekarang mengguyur piring dan gelas dengan air. Tampaknya barusan Karin sendiri yang menggunakannya buat makan.

Omong-omong makan, Dio menoleh ke meja dapur. Ada tiga mangkuk berada di tengah meja.

Dio mendekat untuk melihat apa yang ada di mangkuk-mangkuk tersebut. Rupanya ada sop, teri kacang goreng, dan sambal.

"Wah istimewa," Dio cengengesan.

Karin selesai mencuci piring dan baru saja mengibaskan tangannya untuk mengeringkannya, dia bilang, "Gitu doang Yo. Buat makan kamu sama Papa."

"Iya Kak. Kamu udah makan?" tanya Dio.

Kata Karin, "Udah barusan. Kamu ganti Yo, terus makan."

Dio menuruti meskipun diam saja. Dia meninggalkan dapur dan menuju kamar.

Di kamar, Dio menaruh ranselnya lalu melepas seragamnya dan berganti baju. Dia pakai kaus dan celana pendek.

Kemudian Dio kembali ke dapur. Ternyata Karin masih di situ, dia sedang membuat minuman. Terlihat Karin menuang air panas dari panci kecil bergagang ke gelas.

Dio melihat serbuk minuman larut, membuat airnya berubah menjadi hijau pucat dan pekat. Dio pun hafal minuman kesukaan kakaknya.

"Bikin matcha Kak?" tanya Dio.

Kata Karin, "Hm mm. Mau?"

"Nggak, gak suka," jawab Dio.

Karin terkikik, "Hmm," gumamnya, dia lupa kalau Dio nggak suka minuman itu. Lalu Karin mengaduk minuman teh hijau di gelasnya itu dengan sendok.

Dio sekarang duduk di kursi meja makan. Sementara Karin masih berdiri sambil memegang gagang gelasnya dengan satu tangan.

Karin membuang bungkus matcha ke tempat sampah di dekat tempat cuci piring, lalu dia menoleh menatap Dio, "Papa belum pulang ya."

"Belum," balas Dio.

Dio melihat Karin masih berdiri sambil mengaduk pelan minumannya dengan sendok yang dia biarkan ada di dalam gelasnya.

Bulan-bulan berlalu sejak Karin pindah ke kos dekat kampusnya. Jarak rumah ke kampus tersebut memang cukup jauh.

Makanya, Karin diizinkan ngekos oleh orang tuanya. Lagipula, setelah dihitung-hitung, biaya ngekos dan transportasi pulang-pergi jatuhnya sama.

Biaya makan jatah Karin di rumah, juga jadi uang saku dia selama di kos. Jadi, beneran sama aja.

Cuman gue nggak biasa ngeliat Kak Rin di rumah kalo nggak weekend, dia biasanya pulang pas Sabtu atau Minggu, pikir Dio.

"Sering mampir Kak, biar ada yang masak," kata Dio.

Karin menyipitkan mata, "Aku cuma jadi tukang masak di sini."

Dio tertawa. Aneh karena rasanya ... sepi.

Saat di rumah, selalu terasa kalau mama Dio nggak lagi tinggal di sana. Terasa kalau Dio dan papanya dan Karin ditinggal pergi begitu saja.

Kadang ada keinginan mencari tahu ke mana mamanya pergi. Tapi Dio berpikir, bukankah beliau sengaja pergi dan nggak kembali, karena nggak ingin bertemu keluarganya lagi.

Makanya, nggak perlu dicari.

Udah, gapapa.

Gapapa.

crash and burnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang