"Kenapa apanya?" tanya Rafa.
Dio balas, "Kenapa muka lo gitu."
"Muka gue emang gini," Rafa berkata malas.
Kata Dio, "Lo sensi ya kalo sama gue," dan dia malah tersenyum.
Dio merasa lega karena sepertinya Rafa nggak kenapa-napa. Hanya saja, ekspresinya yang terlihat seperti ragu tadi, membuat Dio ikut merasa waswas.
Dio nggak mau kalau Rafa menjaga jarak atau malah menjauhinya. Dio nggak suka membayangkan kalau Rafa jauh darinya.
Sementara, Rafa cuma mengatupkan bibir dan nggak mengatakan apa-apa. Setelah itu, Rafa putar badan, dia berjalan pelan untuk menuju kantin, tujuan awal mereka.
Mereka.
Rafa sekali lagi tersadar kalau dia sedang bersama Dio. Mereka berdua saja. Masih nggak ada penjelasan logis untuk fenomena aneh ini.
Bahkan Rafa nggak mengerti, nanti di kantin, dia bakal ngapain sama Dio. Beli makan, terus duduk bareng di satu meja, entah itu bersebelahan atau berhadapan?
Itu aneh banget sumpah.
Gue bahkan nggak kenal deket sama dia, dia bukan siapa-siapa gue, dan gue bukan siapa-siapa dia, terus kenapa kita di sini, ini kita ngapain, pikir Rafa.
Kita?
Apa coba alasannya, kenapa sekarang jadi ada yang namanya kita di antara Dio dan Rafa. Ngapain mereka berdua, nggak sendiri-sendiri aja.
Bahkan Dio sendiri berpikir, gue nggak pernah kepikiran buat jalan sedeket ini sama Rafa, tau-tau kita barengan, tapi konsep 'kita' ini menurut gue, entahlah, menyenangkan jujur aja.
Dio tersenyum dalam hati.
Kemudian, baru saja Dio ikut melangkah untuk menyusul Rafa dan akhirnya Dio bersebelahan lagi dengan Rafa. Tahu-tahu, seseorang memanggil Rafa dari belakang.
"Eh, Rafa."
Rafa berhenti berjalan dan menoleh ke belakang, Dio ikut melakukan hal yang sama. Kedua mata Rafa terbuka lebih lebar saat melihat sosok kakak kelasnya.
Mau nggak mau, Dio pun bereaksi sedikit terkejut, karena dia sendiri tahu cewek kakak kelas itu, yang sekarang sedang berdiri di depannya. Cewek itu sendirian.
"Kak Beth," sapa Rafa.
Beth tersenyum, "Hei, aku habis ke kelasmu. Kata temenmu, kamu ke kantin. Mau aku samperin, ketemunya di sini."
"Oh. Kak Beth kenapa nggak WA kalo mau nyamperin, atau janjian ketemu di mana," Rafa bersimpati.
Beth meringis, "Gapapa Rafa, akunya aja yang keburu. Aku mau balikin ini Raf."
Beth lalu mengulurkan tangannya yang memegang USB flashdisk berwarna hitam ke Rafa. Mengerti maksudnya, Rafa mengambil flashdisk tersebut dari tangan Beth.
Dia kenal Bethany? pikir Dio.
Lebih tepatnya, siapa yang nggak kenal Bethany, terutama cowok-cowok di SMA tersebut.
Bethany Ramirez bisa dikatakan sah menjadi salah satu cewek paling cantik di satu sekolahan ini. Bahkan mungkin cewek tercantik di sekolah.
Dio pun merasa kalau Beth memang secantik itu. Tentu sebagai cowok, Dio juga melihat Beth sebagai seorang cewek sebagaimana adanya.
Beth nggak terlalu tinggi maupun pendek. Badannya juga padat tapi pas banget proporsinya.
Kulit Beth cokelat kemerahan terlihat eksotis. Rambutnya tebal, berwarna cokelat terang dan bergelombang, terurai sampai ke bahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
crash and burn
Teen FictionDio bersumpah bakal membuat Rafa bertekuk lutut, dan Rafa terus berusaha menghancurkan Dio. Nggak ada yang bisa diharapkan dari cowok slengean dan murid teladan yang saling bermusuhan. Sampai satu insiden terjadi membuat mereka sadar, bukan cuma ben...