R U M O R S : O7

956 214 52
                                    

Lova menatap lembaran kertas beserta bolpoin yang ada di depannya. "Tanda tangan, besok kita harus mulai reading." Begitu ucap Kale lima belas menit lalu. Sebelum meninggalkan dirinya terburu-buru.

"KALE ANJING!" umpatnya sembari menggebrak meja selepas membaca kontrak kerja. Kalau hanya sekadar berekting ketika ada wartawan, Lova masih bisa tahan. Tapi kalau di lingkung pekerjaan dia juga harus bermain peran, ini namanya dia bisa gila beneran.

Dan yang paling membuat emosinya membara adalah; dia harus membayar denda apabila tak mau terlibat dalam proyek film ini.

"Hey, what's wrong?" Kale kembali dengan dua gelas kopi terkejut dengan umpatan Lova yang begitu menusuk telinga. Wajah gadis itu merah, menahan sesuatu yang hampir pecah.

"Kenapa lo jahat banget sih sama gue?" tanya Lova. Laki-laki leo itu tak menjawab, dia menyodorkan segelas kopi, namun Lova menolaknya dengan memalingkah wajah. Kale tak mau ambil pusing, dia meletakkan kopi milik Lova di atas meja dan menyeruput kopi miliknya.

"Kaleandru, i'm talking to you."

Kale spontan menghentikan acara menyeruput kopinya. Dia menatap Lova penuh dengan tanya. "Did i make a mistake or something?" tanyanya dengan tenang.

"Lo masih nanya?!" Suara Lova naik satu oktaf. Gadis itu memejamkan mata sembari menghela napas sebelum melanjutkan. "Hidup gue harus dipenuhi kebohongan setelah gue nerima tawaran nyokap lo buat jadi pacar pura-pura lo. Dan sekarang apa? Gue yang lagi acting jadi pacar lo, harus acting juga jadi pacar lo?"

Wajah datar itu tak berubah. Seolah tak punya salah. Kemudian, dia menatap Lova sembari berkata; "Apa gue pernah maksa lo buat nerima tawaran dari nyokap gue? Enggak, Lova. It's your own will, right?"

Tidak ada yang bisa disangkal dari sebuah fakta. Karena awalnya memang begitu. "Tapi sekarang lo maksa gue, Kale! Di kontrak ini bilang kalo gue nggak mau, gue harus denda dua ratus juta."

"Terus masalahnya?"

"GUE NGGAK MAU, ANJING. GUE CAPEK. GUE NGGAK BISA ACTING. GUE TAKUT. PAHAM NGGAK SIH LO?" Lova hilang kendali. Dia berteriak di depan Kale, meluapkan seluruh kerisauan hatinya. Mata gadis itu berkaca-kaca, hal tersebut berhasil menyentuh simpati Kale.

Kale merogoh saku, mengambil sapu tangan yang kebetulan hari ini tersimpan rapih di sana. Kemudian, dia mendekat, menyodorkan kain putih itu pada Lova. Sementara gadis itu, menerimanya dengan ketus.

"I ... i just don't want to kiss other girl," gumam Kale lirih, sama sekali tak bisa dijangkau oleh Telinga Lova.

"Gue bisa kerja apa aja buat ngebales kebaikan lo. Tapi nggak dengan cara ini. Gue nggak bisa."

Kale menggelengkan kepala. "Nggak. Lo bisa. Lo, bisa, Lova. Dan ... dan lo harus terima tawaran ini. Gue udah ngebujuk sutradara dan produsernya susah-"

"Nggak ada yang minta lo buat ngebujuk mereka, Kale," potong Lova. Dada gadis itu naik turun, kedua matanya masih bersitatap dengan Kale.

Laki-laki itu pun bingung harus menjawab apa. Yang ada di pikirannya adalah; dia tidak bisa melakukan scene berciuman dengan gadis lain, tapi kalau dengan Lova mungkin dia bisa. Tapi tidak mungkin dia mengatakan hal itu.

"Sekarang nggak ada pilihan lain selain setuju. Gue nggak mau ngehabisin duit ratusan juta buat lo," jawab Kale pada akhirnya.

Lova langsung pergi meninggalkan Kale tanpa berkata sepatah kata pun. Perlakuan tersebut membuat Kale semakin frustasi. Bukan, bukan itu yang harusnya dia katakan. Ingin mengejar, tapi dia tahu, Lova butuh menenangkan pikiran.

•••

"RIBET BANGET LO, BRENGSEK!" teriak Lova saat dirinya sudah berhasil menemukan tempat sepi. Dari dulu hingga sekarang, dia tidak bisa mengenali sosok Kale dengan baik. Pemikiran yang dimiliki laki-laki itu selalu sukses membuatnya tak mengerti.

"Apa sih sebenernya alasan dia ngelakuin ini? Pengen memperkuat kepercayaan publik soal hubungan gue sama dia? Atau dia nggak mau ciuman sama cewek karena dia itu ga-" Lova memberhentikan ucapannya sejenak. "tapi kan gue juga cewek."

Lova mengusap hidungnya yang terasa lembab. Gadis itu masih terus mengomel. Setelah hampir setengah jam, dia berhenti. Kemudian, seseorang dengan lancang menyinggahkan tangan di pundak miliknya. Dia mengira kalau itu Kale. Kale datang, menjelaskan, dan mereka akan dapat jalan keluar.

"Kal, gue nggak-" Dahi Lova berkerut saat dia berbalik badan, dan tidak mendapati sosok Kale, melainkan Aland. "Lo? Kok lo bisa ada di sini?"

"Aku tadi nungguin kamu lama banget. Terus aku mutusin buat pulang, eh malah ketemu di sini."

"Oh." Lova langsung mengusap pipinya dan merapihkan penampilan. Dia tidak mau terlihat kasihan.

"Lagi berantem sama Kale ya?" tanya Aland yang tak diberi jawaban. Tidak menyerah, laki-laki itu mengudarakan pernyataan kembali. "Cowok itu emang brengsek Lov. Harusnya nggak perlu kamu tangisin. Cewek kayak kamu tuh harusnya dibikin senyum, bukan nangis."

Lova masih terdiam. Dalam hati yang paling dalam, dia bertanya-tanya, apa laki-laki ini menyindir dirinya sendiri?

"Aku bisa kok ngehajar Kale kalau kamu mau, aku-" ucapan Aland terhenti begitu Lova mengisyaratkan lewat tangan. Lova muak dengan bualan.

"Gini. Pertama, gue nggak lagi berantem sama Kale, cowok gue. Yang kedua, iya gue tau. Gue tau cowok itu brengsek. Kan udah ada contohnya, yaitu elo. Yang ketiga, bukannya itu lo ya? Lo yang bikin gue nangis. Bukan Kale. Dan yang terakhir, nggak perlu. Hajar diri lo sendiri aja, bisa?"

Aland menggelengkan kepala. Bersikap dramatis, seolah-olah dia laki-laki paling tersakiti satu dunia. "Kamu berubah Lov."

"Ya jelas gue berubah. Sekarang gue pacar artis, bukan pacar pengangguran yang cuma bisa manfaatin duit gue."

"Lova!" tegur Aland tak terima. Wajahnya sudah memerah karena marah.

"Kenapa? Tersinggung?" Lova menjeda ucapannya sejenak guna melihat ekspresi mantan kekasinya itu. "Aland, gue tau tujuan lo ngajak gue ketemuan. Lo pasti mau ngemis minta balikan. Atau yang paling rendah, lo bakal minta dijadiin simpenan. Lo bakal nyuruh gue buat terus manfaatin harta Kale dan lo-"

Tangan besar laki-laki itu nyaris menghantam wajah cantik Lova kalau seseorang yang cepat menahannya.

"Jangan sentuh punya gue."

Lova yang sudah memejamkan mata langsung membuka matanya lebar-lebar begitu mendengar suara bariton yang jelas tak asing di telinganya. "Kale?"

•••

MANA SUARA YANG KANGENKALELOVA?
JANGAN LUPA KOMEN SAMA VOTE! SHARE
BILA PERLU. TUNJUKKAN PADA DUNIA
KALAU KALELOVA ITU ADA!
KALELOVA, JAYA JAYA JAYA!
(Maaf yh sy ckup stress dgn kuliah)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RUMORSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang