R U M O R S : O2

982 232 10
                                    

Di sore yang cerah ini, dengan celana sepaha dan kaos crop top biru muda, Lova menyiram tanaman bunga di halaman milik Sukma dengan wajah yang sudah kembali ceria.

"Beruntung banget gue nggak jadi gelandangan," ujarnya sambil sedikit cekikikan.

Saat dirinya sibuk menyanyikan beberapa lagu kesukaan, sebuah mobil mewah berwarna merah singgah di belakang. Namun, dia abaikan, tak mau memperhatikan siapa yang datang.

Berbeda dengan Kale yang menaruh bingung sembari memandang gadis itu dari samping. Sejak kapan dia mempekerjakan asisten rumah tangga yang seumuran dengannya?

Lain lagi dengan Bobi. Lelaki itu kentara sekali dalam menunjukkan rasa ketertarikan. Bahkan, dia belum melihat seluruh wajah gadis itu. Tapi sudah memberi pujian. "Pembantu lo cakep bener," bisiknya.

Kale tak menggubris perkataan sang manajer. Dia menepuk pundak Lova. Membuat gadis itu berbalik tanpa pikir panjang.

Byur.

Kale memejamkan mata. Pakaiannya basah meski tak kuyup. Sedangkan Bobi semakin terpana dengan Lova.

Lova terkejut. Dia lupa mematikan keran air. Dan yang paling membuatnya terkejut, saat dia hendak meminta maaf, yang dia lihat di hadapannya adalah seorang Kaleandru; musuh terbesarnya semasa SMA.

"KALE?!"

"LOVA?!"

• ✺ •


Lova bersembunyi di balik dinding setelah Sukma menyeret Kale masuk. Situasi kali ini tak mengandung unsur ketegangan, cemas lebih dominan. Tak ada pembicaraan. Ck, sepertinya mereka bercengkrama melalui tatapan.

TING TONG!

Semua tatapan bergulir ke pintu. Melihat ketiga orang itu tak bergeming dari ruang tamu, Lova menampakkan diri tanpa ragu-ragu.

"Tante, biar Lova aja yang buka pintunya," ujarnya lalu melenggang pergi ke depan.

Namun, saat Lova hendak menarik gagang pintu, Kale menariknya hingga menubruk dada bidang lelaki itu. Membuatnya spontan melayangkan gerutu.

Suara bel tadi berganti menjadi suara gaduh dan jepretan kamera. Lova yang masih belum memahami situasi menatap Kale seolah-olah meminta penjelasan.

"Jangan."

"Kenapa nggak boleh dibuka?"

Kale kembali menariknya ke arah jendela. Laki-laki itu sedikit menyibak gorden agar Lova dapat melihat ricuhnya situasi di depan rumah.

Kesal karena Kale hanya memberi sedikit ruang, Lova tak dapat melihat kejadian secara leluasa. Dengan sekali sibak, Lova mampu gorden jendela terbuka seluruhnya.

Mendengar ada pergerakan di jendela. Para wartawan beralih menyorot ke arahnya. Dengan segera, Kale nenutup kembali gorden dengan sedikit murka.

"Lo gila?!" maki Kale.

Lova memaparkan gigi rapihnya. Namun, jauh dalam lubuk hatinya, dia tak merasa bersalah secuil pun. "Hehe, gue nggak tau kalau ternyata ada wartawan sebanyak itu."

Bodoh, gadis di hadapannya ini memang selalu ceroboh. Tidak pernah berhati-hati. Karena bagi Lova, bertindak memang nomor satu, konsekuensi itu urusan nanti.

RUMORSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang