Kaki melangkah tak tentu arah, membawa tubuh berbalut pakaian tipis rumah sakit hingga ke sebuah jembatan yang terletak di tengah-tengah kota.Pembatas besi itu digenggam erat dengan kepala yang sengaja dibuat menengadah ke atas. Menatap kemerlap bintang di malam hari yang nampak begitu memukau di tengah-tengah langit yang menggelap.
Hembusan angin malam menghantarkan rasa dingin yang menggigit tulang tapi tak mengurungkan niat Xiao Zhan untuk pergi dari sana.
"Yibo, mengapa kita harus berada di titik ini? Bukankah dulu kita telah berjanji akan selalu bersama apa pun yang terjadi? Tapi kenapa kau membuangku? Kenapa kau tidak menginginkanku lagi?"
Xiao Zhan cukup putus asa, ia merasa tak memiliki tempat untuk kembali lagi. Wang Yibo adalah rumahnya, tapi kini sosok yang menjadi sandarannya itu telah berbalik memunggungi, meninggalkan dirinya bersama masa lalu mereka di belakang tanpa berniat menengok kembali. Meletakkan namanya dalam lembaran terakhir buku usang yang kemudian dibuang dan memilih membuka lebaran baru, dengan nama lain di sana.
Lalu untuk apa Xiao Zhan bertahan?
Ia jelas tahu jika dirinya tak akan bisa hidup tanpa Wang Yibo. Pria bermarga Wang itu memiliki pengaruh yang cukup besar bagi Xiao Zhan. Tapi sekarang, Wang Yibo bahkan tidak menginginkannya lagi. Lantas apa gunanya ia hidup?
Jika kematian bisa mengakhiri seluruh penderitaan yang dirasakan, bukankah lebih baik jika Xiao Zhan menyerah?
Bahkan jika malaikat maut tidak berniat merenggut nyawanya malam ini, Xiao Zhan sendirilah yang akan mendatanginya. Menyerahkan diri secara suka rela agar semuanya berakhir. Ia terlalu lelah menghadapi takdir yang tak henti-hentinya mengajak bermain.
Bayangkan saja, lima tahun lamanya Xiao Zhan menunggu. Bertahan hidup dengan menggenggam sebuah keyakinan jika sosok tercintanya akan kembali bersamanya suatu saat nanti. Membuktikan pada kedua orang tuanya jika kekasih tercinta akan kembali dengan mengantongi kesuksesan demi dirinya. Tapi lihatlah bagaimana Tuhan bermain dengan perasaan umat-Nya. Saat penantian itu berakhir, Xiao Zhan justru mendapat sebuah penolakan.
Sakitnya tak terperikan, seperti menahan ribuan sayatan pisau berkarat. Perihnya mengakar sum-sum, menyatu bersama syarat ketidakberdayaan.
Masih segar dalam ingatan bagaimana sosok Wang Yibo mendorongnya menjauh. Ia menangis, memohon bahkan menjatuhkan harga diri dengan bersujud di tengah-tengah keramaian orang yang berlalu lalang. Akan tetapi sosok tercintanya tetap tak berniat untuk kembali. Jika saja saat itu Xiao Zhan tidak bertindak nekat mungkin ia akan kehilangan Yibo untuk selamanya.
"Jika aku pergi, akankah sakit ini menghilang?" Seutas senyum pahit tercipta di balik wajah yang pucat pasi. "Maafkan aku, Yibo. Aku tidak sekuat itu untuk bertahan tanpa dirimu."
Kondisi jalan yang lenggang membuat aksi nekat Xiao Zhan tak terhambat sama sekali. Satu persatu besi pembatas dipijaki hingga berada di tingkat terakhir. Kedua tangan terentang seakan hendak menjemput kebebasan. Masih dengan senyum di wajah, setetes air mata terjatuh sesaat setelah mengucapkan kalimat terakhir.
"Selamat tinggal Yibo, wo ai ni."
Byur!!!
Tubuh rapuh itu terjun bebas, tenggelam terbawa arus sungai yang kian deras. Secara perlahan, kedua kelopak matanya tertutup menyambut kegelapan yang telah datang menghampiri.
Tak ada lagi rasa sakit, tak ada lagi sesak akan sebuah kerinduan yang tak berujung. Kini Xiao Zhan benar-benar pergi meninggalkan dunia yang telah menyakiti tanpa henti. Meninggalkan semua luka dan derita yang timbul akibat sebuah rasa yang bernamakan 'cinta'. Menjemput kebebasan dengan mengakhiri hidup yang tidak lagi terasa berharga.
Sementara itu, di rumah sakit, Wang Yibo yang saat itu sedang tertidur nyaman seketika terbangun. Peluh bercucuran membasahi wajah. Nafas pria tampan tersebut tersengal-sengal seolah ia baru saja berlari berkilo-kilo meter jauhnya. Sepertinya ia baru saja bermimpi buruk.
Setelah berhasil menguasai diri, Wang Yibo menyadari jika pemilik tangan yang sejak tadi ia genggam erat tak ada. Pandangannya mengedar, menelisik secara menyeluruh, mencari sosok lain yang seharusnya berada di atas hospital bed.
"Xiao Zhan," teriaknya.
Seluruh sudut ruangan telah diperiksa tapi nihil. Ruang rawat itu benar-benar kosong, tidak ada jejak-jejak kehadiran Xiao Zhan sama sekali. Seakan-akan ruangan tersebut telah ditinggalkan dalam waktu yang cukup lama oleh pemiliknya.
"Bunny, di mana kau, Sayang?" lirih Yibo.
Rasa cemas akan keadaan sang pujaan hati mulai mengusik ketenangan, tapi Yibo harus bisa berfikiran jernih jika ingin menemukan keberadaan Xiao Zhan.
Kaki panjang berbalut celana kain hitam itu berlari menuju pihak keamanan dengan tergesa-gesa. Kini segala macam pikiran buruk mulai terbesit memenuhi kepala.
Bagaimana jika seandainya Xiao Zhan sengaja pergi?
Bagaimana jika Xiao Zhannya melakukan hal nekat di luar sana?
Wang Yibo menggeleng ribut, berusaha menolak opsi kedua yang muncul. "Tidak, Zhanku pasti akan baik-baik saja," ucapnya meyakinkan diri sendiri.
Jejeran layar monitor terpampang di depan mata, memperlihatkan segala aktivitas yang terjadi pada setiap sudut rumah sakit melalui kamera pengintai.
Berkat bantuan pihak keamanan yang cekatan, Wang Yibo akhirnya bisa menemukan sebuah petunjuk. Tanpa mengucapkan terima kasih terlebih dahulu, pria bermarga Wang tersebut lantas berlari menuju parkiran---tempat mobil mewah miliknya berada.
"Bunny, aku mohon jangan lakukan hal buruk yang bisa menyakiti dirimu, Sayang," ujar Yibo takut.
Wang Yibo mengendarai mobilnya dengan perlahan, takut jika ia melaju sedikit lebih cepat ia akan kehilangan sosok Xiao Zhan. Kepala bersurai hitam legam itu bergerak ke kanan dan ke kiri mencari sosok Xiao Zhan yang tengah menghilang atau lebih tepatnya kabur dari rumah sakit.
Malam telah berganti pagi, mentari telah kembali ke peraduan tapi Wang Yibo masih berada di tengah jalan, mencari dan terus mencari. Menelusuri setiap jalan yang mungkin saja dilewati oleh Xiao Zhan. Yibo tidak tau jika sejauh apa pun ia mencari, sekuat apa pun usahanya untuk menemukan Xiao Zhan, sosok itu tak akan pernah kembali lagi.
Terlambat! Wang Yibo sudah sangat terlambat!
Stir kemudi dicengkeram erat, berusaha menghalau gejolak emosi dalam diri yang hendak meledak ke luar. Namun sepertinya Wang Yibo tidak bisa lagi menahan diri, perasaannya campur aduk sekarang. Antara takut, khawatir, kecewa dan sedih bercampur menjadi satu kesatuan yang sukses membuat dadanya sesak.
Stir kemudi menjadi sasaran amukan. Dipukul berkali-kali hingga noda darah mulai menghiasi telapak tangan yang sedari tadi mengepal.
Setetes demi setetes bulir bening lolos di balik mata yang selalu menatap tajam lawan bicaranya. Wang Yibo dilanda ketakutan, kedua tangannya tremor kala kilas mimpi buruk yang ia alami kembali hadir. Ia takut, sangat takut jika tak bisa bertemu kembali dengan sosok manis yang telah menjadi ratu di hatinya selama ini.
"Apa pun yang terjadi tolong tetaplah kuat. Tolong bertahanlah, Bunny. Aku mohon, bertahanlah."
--- END to PDF ---
👉 Ini adalah chapter terakhir yang akan di update di wattpad😁 jika ada yang berkenan untuk membaca kisah ini sampai akhir, bisaa keep PDF-nya (50K) ke nomor yang tertera di bawah ini😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Enough (Yizhan) PDF Ready✅
RomancePerbedaan kasta dan restu membawa Wang Yibo dan Xiao Zhan pada sebuah perpisahan yang menyakitkan. Ini adalah sebuah kisah di mana cinta, pengorbanan, kerja keras dan tekad diuji. Mampukah keduanya meraup kebahagiaan bersama atau justru berhenti...