Terlalu Jujur Itu Bahaya

80 11 1
                                    

Sudah beberapa hari setelah kegiatan observasi yang membuat Savara kembali bertemu dengan Zayn, gadis itu terus saja memikirkan tentang sosok lelaki tampan berparas alim. Isi otak Savara dipenuhi sosok Zayn yang membuatnya merasa adem jika melihat lelaki itu. Savara tidak begitu suka memandang sosok laki-laki yang ia temui atau kenal tetapi entah kenapa berbeda saat ia melihat Zayn. Ia selalu ingin melihat sosok itu meski dari jarak jauh sekalipun.

"Ini kayaknya aku mulai aneh," gumamnya menyadarkan diri setelah bayangan wajah tampan Zayn memenuhi otaknya lagi dan untuk yang kesekian kali.

Savara menggelengkan kepala beberapa kali. Ia tidak pernah seperti ini saat menyukai seorang laki-laki yang terkenal di sekolahnya yang juga tampan, tetapi Savara merasa aneh setelah melihat Zayn. Sekali lagi, Savara selalu ingin melihat lelaki itu meski Zayn adalah lelaki yang berusaha menutup diri dengan lawan jenis menurut Savara atau memang sengaja menghindari Savara. Entah.

Ya ... Savara telah menyimpulkan bahwa Zayn adalah lelaki yang berusaha menutup diri dari wanita disekitarnya entah karena alasan apa. Sudah beberapa kali Savara memperhatikan Zayn dan lelaki itu yang sengaja tidak mau melihat ke arahnya atau ke arah wanita lain. Selalu menundukkan pandangannya meski selalu mendengarkan apa yang lawan jenis sampaikan. Semula Savara merasa tersinggung dengan tindakan Zayn saat pertama kali, tetapi setelah melihat beberapa kali Zayn juga melakukan hal yang sama membuat Savara menyimpulkan bahwa Zayn memang mencegah dirinya bergaul dengan para wanita. Hal itu membuat Savara penasaran dengan amalan apa yang tengah dilakukan Zayn.

Savara mengeluh dan beranjak dari baringannya. Pikirannya tidak bisa berhenti memikirkan tentang Zayn. Wajah rupawan. Pakaian tertutup. Peci hitam dan sarung. Savara benar-benar tidak bisa berhenti memikirkan lelaki rupawan yang telah menolongnya saat itu. Padahal hanya karena hal sepele tetapi entah mengapa begitu mendalam diingatan Savara.

Plak!

"Aduh!" Savara mengaduh saat ia mencoba menyadarkan diri dengan menepuk pipinya tetapi justru terlalu keras. Ia memegangi pipinya yang terasa perih lalu segera melihat ke cermin.

Merah dengan bekas jarinya.

"Ih, pantes sakit. Savara bego sih." Savara merutuki dirinya sendiri dan mengambil salep untuk ia oleskan ke pipinya yang memar.

Savara geleng-geleng kepala dengan ulahnya sendiri. "Cinta itu buta. Iya bener sih kata-kata itu tapi masalahnya sekarang Sava lagi nggak jatuh cinta. Yakali baru ketemu beberapa kali udah jatuh cinta. Kalo cuma kagum mungkin bisa jadi."

Savara terus saja menggumam dengan segala pikiran anehnya. Ia segera keluar dari kamar setelah merasa lapar sebab berdiam diri terlalu lama di dalam kamarnya apalagi dengan posisi rebahan.

"Heh!"

Savara menoleh malas ke kakaknya yang berniat mengagetkannya tetapi dia justru tidak menggubris. "Mas mau kemana? Wangi bener," tanyanya dengan hidung yang mendekat ke aroma wangi kakaknya.

Rendra berjalan cepat. "Kepo banget," jawabnya dengan ekspresi mengejek kepada Savara.

"Idih ... pede amat. Orang nanya baru sekali udah dikatain kepo. Kamu nih harusnya belajar lagi, biar bisa bedain mana kepo mana nanya. Udah tua bego, dih!"

Rendra hanya tersenyum tipis sebagai tanggapan lalu menghilang dari pandangan Savara secepat kilat. Gadis itu hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan satu-satunya saudaranya. Mereka ini ibarat anjing dan kucing yang selalu bertengkar dimanapun dan apapun keadaannya.

"Punya saudara juga aneh jadi nggak masalah kalo aku juga rada aneh," gumam Savara lalu terkikik geli mengingat dia dan kakaknya selalu memiliki permasalahan meski hal sepele sekalipun.

Ustadz ZaynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang