Hargai Orang Lain

28 4 0
                                    

Hari yang telah dinantikan Savara akhirnya datang. Dimana hari ini semua kegiatan pesantren telah aktif kembali setelah selesainya hari libur sebelumnya. Savara tidak sabar dengan semua kegiatan, apalagi saat pelajaran di kelas yang akan diajar langsung oleh Zayn. Ya ... hari ini tepat sekali dengan pelajaran yang akan diajarkan lelaki tersebut, dimana Savara semakin tidak sabar untuk mengikuti segala kegiatan belajarnya nanti.

"Udah siap belum, kak Riris?" tanya Savara yang sudah siap sejak tadi dan menunggu teman-temannya yang masih belum siap dan masih melakukan berbagai ritual lainnya.

"Semangat bener kamu hari ini. Patut dicurigai?" ujar Amel yang baru saja selesai dengan kerudungnya dan akan menyemprotkan minyak wangi.

Savara hanya tersenyum tipis dan membayangkan pertemuannya nanti dengan Zayn saat di kelas. Savara menoleh, melihat Alaina yang baru saja selesai mandi dan justru mengambil mukena. "Alai mau apa?"

Alaina yang sudah memakai mukena menoleh. Menunjuk jam yang berada di atas nakas miliknya. "Sholat dhuha dulu, Sava. Baru jam segini emang mau apa di kelas? Mending ibadah dulu."

"Emang ada sholat dijam segini?" tanya Savara bingung karena ini pertama kalinya ia melihat ada orang yang melakukan sholat dipagi hari tetapi bukan sholat fardlu subuh.

Pertanyaan Savara mengundang gelak tawa Amel dan Alaina, sedangkan gadis yang sudah siap sejak satu jam sebelumnya itu terlihat bingung dengan sekitar. "Nggak pernah sholat dhuha?"

Savara menggeleng menanggapi pertanyaan Amel, sedangkan Alaina segera menunaikan sholatnya daripada menjelaskan tentang apa itu sholat dhuha kepada Savara. Amel mendekat, ingin mencoba menjelaskan tentang sholat dhuha untuk Savara.

"Sholat dhuha itu salah satu sholat sunnah, Savara. Sama kayak sholat tahajjud yang kita kerjain semalam, cuma beda-beda aja cara niatnya. Kalo keutamaan sholat tahajjud untuk doa cepet terkabul maka sholat dhuha ini sebagai perantara pembuka rezeki." Amel menjelaskan dengan perlahan, seolah mencoba membuat Savara mengingat dan memahaminya.

Savara mengangguk mengerti setelah mengingat dan memahami maksud Amel. "Sholatnya juga dua rokaat?"

Amel mengangguk. "Betul. Hampir semua sholat sunnah itu setiap dua rokaat berakhir dengan salam dan sholat dhuha ini bisa sampai maksimal dilakuin dua belas rokaat dan waktunya itu dimulai sejak matahari muncul sampai menjelang waktu dzuhur. "

Savara hampir membulatkan matanya mendengar jumlah rokaat yang disebutkan. "Banyak bener. Mana kuat lututku," keluh Savara yang membayangkan ia akan melakukan sholat sebanyak itu. Ia masih teringat saat mengerjakan sholat tahajjud semalam ia harus berusaha kuat menahan rasa kantuk luar biasa itupun hanya empat rokaat dan bagaimana ia akan melakukan sholat dhuha nanti? Savara tidak bisa membayangkan rasa pegal yang menjalar dibeberapa bagian tubuhnya.

Amel tertawa mendengar keluhan Savara yang bahkan baru membayangkan sudah berpikir tentang kelemahan tubuhnya. Astaghfirullah ... Savara memang konyol.

Savara menatap jam di sana, ia berpikir sebentar. Dirinya sudah siap dan hanya tinggal berangkat menuju kelas, dan dirinya bahkan sudah batal wudlunya tapi belum melaksanakan sholat dhuha seperti yang dijelaskan Amel sebelumnya. Sepertinya dirinya harus belajar lebih banyak tentang keagamaan karena bahkan dengan sholat-sholat sunnah saja ia tidak tahu.

"Nanti bareng aku aja sholatnya. Istirahat kan jam setengah sepuluh. Terus nanti kita sholat dhuha sebelum kembali pelajaran lagi."

"Dua belas rokaat?" tanya Savara memastikan jumlah rokaat yang harus ia kerjakan nanti.

Amel kembali tertawa melihat ekspresi Savara yang sudah tidak semangat. "Enggaklah. Dua rokaat cukup, empat rokaat lebih cukup, enam rokaat cukup banget, delapan rokaat masya Allah cukupnya, sepuluh rokaat udah lebih-lebih dari cukup apalagi dua belas. Terserah kamu mau sholat berapa rokaat."

Ustadz ZaynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang