Two Brothers

9.8K 518 40
                                    

All character is owned by Mr.masashi Kishimoto. Enjoy reading~

     
"Tidak boleh." Naruto memandang tajam kedua putranya terutama si sulung yang keras kepala itu. Dua pasang mata biru itu bertatapan tajam dan tak ada yang mau mengalah. Naruto berbalik tak ingin lagi mendengar permintaan konyol putranya.

"Tousan-"

"Apa kau tidak dengar?! Kubilang tidak ya tidak!" Naruto berteriak keras, membuat si bungsu beringsut dipunggung yang lebih tua.

"Tousan..." Si bungsu memanggil dengan nada suara merengek.

"Saruto, masuk ke kamarmu." Tatapannya melembut kala melihat si bungsu gemetar ketakutan.

"T-tidak mau..."

"Saruto." Rahang Naruto mengeras, ia benar benar tak ingin dibantah saat ini. Saruto semakin meringkuk dibelakang kakaknya bahkan kini memeluknya erat. Suara tangisnya teredam dipunggung sang kakak.

"Tidak mau! Tousan jelek! Kami mau bertemu dengan papa! Hiks papaaaa!"

"Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan Menma. Sekarang masuk ke kamar kalian." Naruto melunak, ia memilih mengalah dan pergi daripada harus bertengkar dengan anak sulungnya entah untuk keberapa kali hari ini. Pekerjaannya sebagai hokage dan duka nya yang belum juga usai membuatnya berantakan dan kalang kabut.

.
.
.

"Saruto, ini akan berbahaya. Apa kau yakin akan ikut?" Bocah remaja itu menatap adiknya khawatir, apa yang mereka lakukan kali ini adalah sesuatu yang benar benar mengancam nyawa.

"Um! Aku pasti akan kesepian jika tinggal dengan tousan" saruto menjawab semangat, namun suaranya pelan diakhir dengan tatapan yang menyendu.

"Baiklah, kau masih ingat segel yang kita pelajari bukan?"

"Iya aniki"

"Jangan sampai salah oke? Jutsu ini sangat berbahaya."

"Aku mengerti!"

"Kalau begitu kita mulai."

Mereka lalu membuat beberapa segel rumit yang seharusnya belum dan atau tidak akan pernah diajarkan pada mereka. Karena jutsu ini adalah jutsu pengelana waktu dan tentu saja jutsu terlarang.

"Taipeureya no jutsu!"

Bzztt

Zziiing~

Tubuh kedua bocah itu bersinar terang, begitu juga simbol lingkaran yang mereka duduki, semakin lama sinar itu semakin terang dan menyilaukan hingga akhirnya dua sosok itu menghilang.

.
.
.

Bruk!

"Ittete... Ah! Saruto!" Menma meringis sakit kala punggungnya mendarat lebih dulu ditanah. Namun sakitnya teralihkan kala melihat adiknya yang tidak bergerak.

"Hei, kau baik baik saja?" Menma membantu adiknya duduk, mengusap punggung kecil itu lembut.

"Ugh, aniki kepalaku pusing." Saruto memegangi kepalanya yang berdenyut dan pandangannya berputar.

"Maaf maaf, aniki tidak memelukmu cukup erat." Menma mengelus lembut rambut legam adiknya, sedikit menyesal kala pelukannya melonggar hingga terlepas dari adik kesayangannya.

"Tidak, aku baik baik saja aniki" menma lalu membantu saruto berdiri, hendak menggendongnya dipunggung.

"Kalau begitu-"

"Jangan bergerak dan melawan!" Sekumpulan anbu tiba tiba mengelilingi keduanya, mereka bahkan mengacungkan katana pada dua bocah itu.

"Aniki..." Saruto mengeratkan genggaman tangannya pada telapak Menma. Ia takut tentu saja.

Last ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang