Zu membaca kebohongan Shyl.
Soal rasa tidak suka anak perempuan itu terhadap hal-hal yang berhubungan dengan api. Shyl membencinya, terlepas dari senyum cerah yang selalu ia tunjukkan.
Ada yang bilang bahwa orang-orang dengan bakat pada akhirnya akan dipertemukan. Jika memang demikian maka inilah waktunya.
Alih-alih Zu yang mengetahui kebohongannya, Shyl adalah seorang peretas ingatan. Shyl melihat masa lalu, mencari apa yang dia butuhkan di dalamnya; keputusan, rasa bersalah, dosa. Shyl bisa melihat apapun yang telah melewati dimensi waktu saat ini.
Terjadi jeda yang cukup panjang setelah kata terkahir yang serempak mereka tanyakan. Kedua bocah yang saling menatap itu seolah tak membutuhkan kata-kata untuk mengenal satu sama lain. Sebenarnya detik-detik yang terasa berjalan dengan statis di ruangan itu sudah membuat mata Shyl terasa kebas.
"Sedang mencari sesuatu?"
Suara Zu memecah keheningan.
Shyl menggeleng. Tersenyum menggaruk pipi.
"Matamu sedikit unik ya?" ujarnya.
"Ah... ini?" sebelah tangan Zu menyingkap ujung rambutnya. Karena itu kedua matanya yang kontras terlihat lebih jelas, oranye keemasan di sebelah kanan dan sisanya berwarna biru terang. "Apa aku perlu menjelaskannya?"
Shyl menatapnya dengan saksama. "Bolehkah?", tetapi Zu tersenyum menanggapinya.
"Kau sudah tahu," ungkap Zu sembari meletakkan barang bawaannya. Kini mereka berdiri terbuka berhadapan. "Aku juga tahu kau berbohong. Bukankah melelahkan selalu tersenyum seperti itu? Cukup katakan benci atau tunjukkan kalau tidak suka."
"Maaf? Aku tidak paham apa maksudmu Nona Zu... ."
"Zu saja. Aku tahu kau dapat membacaku--Aku juga sama, Shyl. Kau tak perlu menjadi orang baik yang disukai seluruh penduduk Emithra di hadapanku."
Wajah Shyl yang tadinya cerah perlahan berubah muram. Matanya mengkilap. Bukan karena sedih kebohongannya terbongkar ataupun terharu karena seseorang akhirnya memahaminya. Akan tetapi, ada hal lain yang sedari tadi membuatnya ingin menangis.
"Ini pertama kalinya aku gagal meretas ingatan."
***
Sosok jangkung Elueen Hickory terhenti di ujung ruangan. Tampaknya dia datang di waktu yang kurang tepat. Di depan perapian ada dua orang anak perempuan yang sedang berdiri berhadapan--yang satu memang terlihat tanpa ekspresi, pasalnya yang seorang lagi berwajah muram dan terlihat hampir menangis. Dua anak perempuan itu menoleh ke arahnya tepat ketika dia sampai di sana."Bagaimana kalau kalian pulang bersama?"
Kalimat itu keluar dari mulut Elueen secara otomatis--karena Shyl datang untuk mengambil persediaan obat. Sedangkan tumbuh-tumbuhan kering yang dipersiapkan olehnya dan Zu selama pertengahan hari itu adalah pesanan milik Shyl. Juga karena dia tak ingin terlibat suasana canggung itu lebih jauh. Lagi pula, menurutnya, masalah akan lebih baik jika diselesaikan secara langsung. Itu sebabnya Zu dan Shyl berakhir di kereta yang sama dalam perjalanan menuju kediaman Yumeko sekarang.
***
Waktu menunjukkan pukul lima sore ketika kereta melintasi gerbang ibu kota. Untung saja segala barang yang masuk atas nama Yumeko tidak digeledah di perbatasan. Oleh karena itu keberadaan Zu yang menumpang di dalamnya pun tidak diketahui oleh pasukan penjaga perdamaian.
Tiga hari setelah kepergian Zu, pepohonan di sana mulai terlihat lebih mengerikan dengan ranting-ranting bertautan. Sejak satu jam yang lalu langit sudah mulai berubah keemasan, padat oleh burung gereja yang berlalu-lalang. Di tengah kekosongan yang sedikit membosankan itu Zu menjulurkan tangannya menggapai lampu pijar. Membuat lampu dan bayang-bayang di sekitarnya bergoyang mengikuti ayunan.
"Apa yang kau lakukan?"
Shyl mempertanyakan kelakukan gadis itu
"Aku menyukai api," jawab Zu.
"Kenapa kau menyukainya?" tanya Shyl heran.
Zu meresapi keheningan diantara jeda percapakan itu. Menikmati hawa dingin yang terasa menggelitik kulitnya, lantas terlihat menerawang ke arah lampu pijar yang digantung di atas mereka.
"Api itu berpendar dan hangat," ungkapnya. "setiap melihatnya aku selalu merasa hidup ini nyata... . Meskipun akan meleleh jika terlampau dekat, seperti pada malam itu, setidaknya api menyadarkanku bahwa aku tidak sedang tertidur."
Zu mengalihkan pandangannya, mengawasi Shyl yang duduk di seberang. Sosoknya buram. Meskipun tidak terlihat dengan jelas, Zu dapat menebak perasaan Shyl ketika mendengar penjelasannya. Perasaan itu adalah ketidaksetujuan yang tak bisa dijelaskan.
"Bagaimana denganmu?" tanya Zu kembali.
"Aku?"
Zu mengangguk.
"Aku benci api," Shyl tersenyum getir. "Kurasa semua orang juga setuju. Kebakaran sudah mencuri banyak hal dari tanah ini."
Shyl mengeluarkan sebuah bungkusan kain kecil dan membukanya. Isinya adalah beberapa butir kue berbentuk bulat. Dia memberikan sebutir isinya kepada Zu dan memakan butiran lain yang tersisa.
"Ini adalah salah satu yang dicuri oleh api dariku," terangnya.
Zu memakan kue pemberian itu. Terasa manis dan lembut--persis seperti anak perempuan yang belum mengenal dunia. Zu pikir dulunya Shyl sering membuat kue itu di tempat atau bersama seseorang yang sudah tiada, barangkali korban dari insiden terbakar. Benar saja, warna keputusasaannya mengatakan demikian--Shyl datang dari Wilayah Timur.
Satu dekade yang lalu insiden terbakar terjadi untuk pertama kalinya, peristiwa itu membumi hanguskan seluruh Wilayah Timur dalam satu malam. Orang-orang yang terbakar di malam itu tidak pernah dinyatakan mati, mereka hanya tidak pernah kembali. Semua orang yang terlibat dalam peristiwa terbakar akan menghilang, menjadi bagian dari abu Wilayah Timur, zona hitam putih dalam permainan catur--Papan Kematian.
Sejarah panjang insiden terbakar bermula dari sana, dan terus berlanjut hingga saat ini. Saat dimana tak ada yang tahu apa yang seharusnya dilawan dan dipertahankan, saat tak terhitung banyak ayah dari seorang anak dikirim ke tanah terkutuk dan menghilang, saat kebakaran terus terjadi sementara tak seorang pun dapat disalahkan. Seperti itulah kutukannya bekerja.
"Pada suatu malam di bawah sinar rembulan, sebuah kota akan berpendar dalam cahaya merah terang, menghilang di antara kobaran api. Tidak ada yang mati, tetapi juga tidak ada yang kembali. Hanya reruntuhan yang tidak pernah lagi bisa ditanami tersisa pada pagi harinya."
Hingga dua minggu yang lalu seorang gadis berhasil tetap hidup setelah melewati insiden terbakar. Namanya Azurine Houilee, umurnya lima belas, dan identitasnya tidak diketahui. Gadis itu adalah gadis yang baru saja memutuskan untuk tidak melupakan rasa Baby Castella pemberian Shyl--karena hal yang telah dirampas dari Shyl oleh insiden terbakar adalah "tempat untuk kembali", dan sama sepertinya, Zu kini juga tak memilikinya.
Chapter 2 : Baby Castella [End]
-----------------------------------------------------
NEXT
Chapter 3 : Wolfsbane
-----------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Treaterra : Lack of Clarity
PoetryKemudian takdir mempertemukan segalanya. Api dan air. Kemampuan dan batasan. Kutukan dan doa. Dia dengan para Yumeko--orang-orang yang terikat tangannya. Tidak ada apapun yang tersisa, kecuali ketidak jelasan dan misteri tanpa batas. Persis seperti...