1.3 : Pesta Penyambutan

77 7 0
                                    

[ EDITED on 12-05-2020 ]

Zu dan Kohara muncul dari sisi lain kota Grandeus. Sepertinya tanpa sadar mereka telah menyusuri lereng bagian dalam pegunungan Erthes yang tak lain adalah selasar hutan Erk di pinggiran Emithra. Pastinya wilayah ini bukan lagi daerah sekitar gereja yang sangat dikenal Zu.

Zu masih mengikuti punggung Kohara yang memblokade jalan di depannya. Mereka sedang berjalan menyeberangi bendungan di perbatasan ketika Zu sibuk mengawasi posisi perbintangan.

Dikenakkannya atasan tuksedo Kohara yang kebesaran. Si Pemburu melemparkannya beberapa waktu lalu ketika suhu udara menjadi sangat rendah selepas matahari terbenam. "Aku sudah terbiasa dengan cuaca dingin," begitu katanya--ketika Zu baru saja teringat ucapannya sendiri soal hipotermia.

Itu busana yang sering dikenakan para bangsawan dalam acara perjamuan. Baunya sepeti kopi, dengan sedikit bau bir yang manis dan samar-samar, ditambah wangi permen mint. Lengannya kusut karena Kohara mengikatnya di pinggang.

Ada bunyi gemerincing di saku bagian dalam. Suara dari benturan uang koin dan pelat besi berengsel yang dikenali Zu sebagai pisau lipat. Pemuda itu ceroboh. Zu bisa saja menggunakan pisau itu untuk menikamnya dari belakang--sayangnya Zu lebih bodoh lagi karena tak melakukannya. Kalau dipikir-pikir, satu-satunya orang yang cukup bodoh dan ceroboh di sini adalah dirinya sediri yang masih mengikuti si Pemburu sampai sekarang.

Zu belum pernah merasa sekonyol ini. Hari ini dia telah melewatkan dua kesempatan langka untuk kabur yang entah kapan akan terulang lagi; pertama, ketika dia menetapkan keputusan untuk mengambil jalan cepat dengan menyingkirkan si Pemburu--menjalankan rencana licik dan melakukan pembunuhan, kedua, ketika taruhan sedang berlangsung sementara dia punya kesempatan lari sejauh mungkin ke luar Grandeus, pergi bersembunyi dan menyusun strategi, hingga akhirnya menghilang dari Emithra.

Oleh karena itu sebelum merasa lebih konyol lagi sebab keputusannya sendiri, Zu memutuskan untuk mulai bicara, membenarkan hal-hal yang rasanya keliru dari sikap anehnya hari ini.

"Soal taruhan itu... anggap saja--"

"--Seri," lanjut Kohara.

Si Pemburu berhenti mendadak dan berbalik hingga Zu nyaris saja menabraknya. Namun, raut heran gadis itu sama sekali bukan ekspresi yang ingin dilihatnya.

"Bukan itu maksudmu?"

Si Pemburu menggaruk tenguknya, dia mendengus dan mengangkat sebelah alisnya ketika menyadari apa yang sebenarnya ingin dikatakan Zu.

"Kalau kau mau aku melupakan taruhannya, menganggap kau tak pernah mencoba memanfaatkanku untuk kabur, dan bahkan melupakan kalau tadinya ada dua orang warga sipil yang sempat berniat saling bacok maka biar kuberitahu kau satu hal; aku termasuk golongan orang yang sangat pendendam," terangnya, menegaskan kata 'sangat'.

Dan karena Zu hanya memandangnya dingin, tanpa berkomentar apapun, pemuda itu berdecak dan memilih untuk membuang muka pada gemerlap kota di bawah kaki mereka sembari melipat kedua tangannya kedepan.

"Kau tahu, Bocah? Kita tak bisa membenarkan hal-hal yang salah di masa lalu," dia mengendikkan bahunya. "kalau ada hal yang berani kujamin kebenarannya, maka hal itu adalah kebetulan yang membuatmu terjebak dalam situasi ini, menyebabkan kau dan aku bertemu, dan ironisnya orang-orang menyebutnya 'takdir'."

Suara-suara dari dalam hutan mengambil alih selama beberapa saat sebelum Zu akhirnya menjawab.

"Ini salah... ."

Gadis itu akhirnya memutar tubuhnya dan mengambil posisi membelakangi si Pemburu, diam, sedikit mengintip untuk mengamati respon pemuda itu.

"Masih ada hal-hal yang harus diperbaiki. Aku akan kembali," lanjutnya.

Treaterra : Lack of ClarityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang