[ EDITED on 12-05-2020 ]
pic : Kohara by MistressPaw
.
.
.
Semburat merah mulai memenuhi langit, bentuknya persis permen kapas pada tiap festival musim panas. Burung-burung hutan itu masih terlihat berlalu-lalang dari tempatnya berpijak sekarang.
Zu memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Hampir seluruh wilayah Emithra yang sempat ia kunjungi sudah memerah karena musim gugur.
Dingin, pikirnya.
Pukul empat sore, udara hutan Erk mulai terasa menusuk tulang. Zu tidak pernah berpikir musim gugur bisa menjadi sedingin ini.
Dia tidak penah membenci musim gugur, namun entah karena apa musim gugur di Emithra menjadi begitu menyakitkan baginya. Ada rasa sakit yang tidak bisa dia pahami dari tempat ini. Rasa sakit dari masa lalu, rasa sakit yang menggantung bebas di udara, rasa sakit dari sebuah keputusasaan, rasa sakit dari orang yang baru saja dan yang akan dia temui.
Zu mendongak, dia sudah beberapa kali melihat hewan-hewan berkeliaran termasuk para unggas yang terbang di atas kepalanya. Dia tidak peduli biarpun yang baru saja ia katakan tadi termasuk kebohongan--secara teknis dia selalu jujur. Yang jelas jika dia mau, hewan-hewan dan burung sialan itu pasti sudah tersungkur di tanah sejak setengah jam yang lalu, tepat setelah mereka memulai taruhan.
Sejujurnya, dia bisa memanah--dan lebih baik dari siapapun dalam memainkan sejumlah senjata lainnya. Zu juga mengerti kesungguhan hati orang-orang lewat keputusasaan mereka, itulah mengapa dia dengan sengaja melepaskan anak panahnya ke arah Kohara tadi. Kematian adalah jalan tercepat untuk melihat keputusasaan. Semua manusia memilikinya--rasa takut akan ketiadaan--tak terkecuali si Pemburu.
Jika ada beberapa orang di dunia yang hidup demi orang lain. Yumeko Kohara tak pernah ingin menobatkan diri menjadi salah satu bagian dari mereka, tapi kenyataan bahwa keberadaannya tak pernah bisa lepas dari sosok penting di balik punggungnya juga tak akan pernah berubah. Dia tidak bisa menipu dirinya sendiri seperti halnya menipu orang asing, bahkan sesekali menjadi terlalu konyol ketika ia berkali-kali menjadikan orang itu sebagai alasan untuk menolak kematian.
Yang si Pemburu takutkan bukanlah akhir dari kehidupan seorang manusia, melainkan akhir dari keberadaannya untuk melindungi seseorang yang berharga baginya--jika dia mati, tidak ada lagi alasan yang tersisa bagi orang itu untuk melanjutkan hidupnya.
Maka Zu mengurungkan niatnya menyingkirkan si Pemburu, sebab dia tahu rasanya ditinggalkan.
❇
Pohon Elm tua yang batang dan rantingnya nyaris menyatu dengan tanah menjadi tujuan terakhir Kohara. Setelah beberapa kali bolak-balik memeriksa jebakan sederhara (baca: jebakan asal-asalan) yang sempat ia pasang di beberapa tempat dan berakhir nihil, lelaki itu akhirnya memutuskan bahwa sebilah pedang benar-benar tak berguna dalam misi perburuan semacam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Treaterra : Lack of Clarity
PoetryKemudian takdir mempertemukan segalanya. Api dan air. Kemampuan dan batasan. Kutukan dan doa. Dia dengan para Yumeko--orang-orang yang terikat tangannya. Tidak ada apapun yang tersisa, kecuali ketidak jelasan dan misteri tanpa batas. Persis seperti...