{ XIII } Dooor!!

0 1 0
                                    

Tak ada yang tak spektakuler dari penampilan-penampilan mantan anggota ekskul SMP Nusa Indah 3 itu.

Hingga sampai pada pentas gebyaruni terakhir, penampilan kolaborasi antara NusInSatya dan NusInTeater.

Yang biasanya orang-orang kebanyakan Pramuka yang kolaborasi sama PMR ini malah Pramuka kolaborasi sama teater.

Kini hanya lampu sorot yang menyala tepat di tengah-tengah panggung suara sang dalang sudah terdengar entah berada dimana. Namun dibawah sorotan lampu itu sama sekali tak ada orang. Beberapa penonton tak terlalu berharap dengan penampilan terakhir ini karena dua bolang kesayangan mereka tak ikut andil dalam pentas gebyaruni collab yang cukup membingungkan karena sama sekali tak ada yang bisa menebak jalan ceritanya.

Setelah sang dalang mengetes mic dengan menepuk-nepuk bagian ujungnya terdengar suara burung berkicau dari arah panggung suara derap langkah terdengar ribut diatas sana.

Bukannya mendalang ia malah seperti tengah memproklamirkan kemerdekaan, "Kami! Bukan anak-anak dengan tiga janji! Kami! Bukan anak-anak dengan sepuluh peraturan! Ini! Bukan lapang panggung teater! Ini! Bukan saatnya berpura-pura menjadi tokoh dalam dongeng!" Kata si pendalang dengan lampu sorotan yang masih seperti semula.

Suara riuh kembali terdengar di atas panggung yang gelap. Semua orang yang tengah memnonton mengira itu hanyalah backsound membosankan anak teater karena sama sekali tidak terlihat bayangan dari lampu sorot yang tepat berada di tengah-tengah panggung.

Tiba-tiba lampu sorot itu padam menyisakan panggung yang gelap disusul suara hentakan demi hentakan sepatu boot khas TNI.

"Siaaaaap gerak!" Suara itu terdengar lantang namun entah siapa pemiliknya.

Lampu sorot segera menyala kearah delapan posisi di bagian tengah panggung memperlihatkan delapan purna pengurus NusInSatya berpakaian Pramuka lengkap, ada yang penggalang ada yang penegak beserta sepatu bootnya. Ternyata suara riuh itu bukan backsound! Mungkin itu yang ada di pikiran para penikmat gebyaruni tahun ini atau bisa jadi itu memang benar backsound karena sejak tadi lampu panggung di padamkan.

Hal lumrah yang sering kali kita temui pada penampilan anak Pramuka, "Parade!....Istirahat di tempat gerak!" Komando seseorang yang entah dimana posisinya.

"Periksa kerapian!" Komandonya lagi.

Serempak kedelapan orang itu kembali tegak dan dengan kompak menjawab komando dari sang Pratama "Siap! Periksa kerapian!" Kata mereka kompak.

"Satu dua, satu dua, satu dua, satu dua, satu dua tiga empat, satu dua, satu dua, satu dua, satu dua, satu dua, satu dua (satu dua tiga empat). Siap selesai!"

Kedelapan purna pengurus NusInSatya angkatan mereka itu segera kembali beristirahat.

"Siap gerak!" Titah Pratama itu kembali.

Purna Pengurus NusInSatya yang berjumlah 4 laki-laki dan 4 perempuan itu segera siap.

Lagi-lagi lampu panggung padam.

"Ini sebenernya kalian kekurangan biaya ape gimane!?" Teriak segerombolan laki-laki di barisan tengah.

Lampu sorot menyala fokus pada sebuah bangunan yang nampak seperti sebuah kerajaan di atas panggung? Ah sepertinya ini bagian anak teater.

Halaman belakang kerajaan, malam hari
"Pada zaman dahulu di pantai selatan Pulau Lombok terdapat sebuah kerajaan yang bernamaTonjang Beru."

"Negeri Tonjang Beru ini diperintah oleh raja yang terkenal akan kearifan dan kebijaksanaannya. Raja itu bernama raja Tonjang Beru dengan permaisurinya Dewi Seranting. Mereka mempunyai seorang putri yang amat elok parasnya serta sangat anggun dan jelita, yang bernama Putri Mandalika. Di samping anggun dan cantik ia terkenal ramah dan sopan. Semua orang tahu tentang keindahan dan kebaikan Putri Mandalika, bahkan orang-orang dari kerajaan lain di sekitar pulau. Di suatu malam terjadi perbincangan antara raja Tonjang Beru dan permainsuri Dewi Seranting mengenai putri tunggalnya, Mandalika.

Laskar PrajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang