{ XVIII } Puncak Rinjani

0 1 0
                                    

Pagi itu setelah sholat subuh mereka bersiap melanjutkan perjalanan menuju atap negri Nusa Tenggara Barat itu.

Laskar mendekati satu keluarga di dekat tendanya, ia yakin mereka tak akan lanjut ke puncak karena pasangan suami istri itu terlihat mengajak 2 anaknya yang kira-kira masih duduk di bangku SD dan SMP.

"Permisi pak, Bu" ucapnya dengan sopan.

Sepasang pasutri itu menoleh. "Ya, ada apa?" Tanya sang suami.

"Boleh saya minta tolong?" Tanya Laskar yang membuat alis kedua orang dihadapannya terangkat.

"Jika bapak dan ibuk sekeluarga tidak akan muncak boleh saya dan teman-teman saya menitip tenda?"

Sang ibu dua anak itu menoleh pada suaminya. "Boleh-boleh, kalian mau muncak ya? Sayangnya saya ngga bisa takut anak-anak kenapa-napa" ujar suami ibu itu.

Laskar tersenyum lega. "Kalo gitu kami permisi ya pak, Bu, keburu terik nanti mataharinya" perkataan laskar langsung diangguki oleh keduanya.

Ketiganya berlalu meninggalkan area perkemahan.

Ckerek!
Ckerek!
Ckerek!

Sepanjang jalan ketiganya mengabaikan tiap-tiap moment dengan kamera masing-masing.

"Yaelah kok hasilnya gini sih, apa hp gue terlalu kentang ya" rutuk Arva.

Arva yang tertinggal jauh di belakang segera berlari menyusul dua temannya di depan sana.

Matahari mulai menampakkan diri, kabut tebal sedari pagi kini mulai menipis.

Ketiga mahasiswa itu kini mulai menapakkan kaki melewati tanjakan-tanjakan, perkiraan Laskar mereka akan sampai pada saat matahari muali mendekati atas kepala mereka.

"Duuh gue masih ngantuk woy!" Keluh Arva.

"Ga usah kebanyakan ngeluh va, nanti juga kebayar" sahut Laskar yang berada paling depan diantara mereka.

"Ini kita gabisa berhenti aja gitu?" Tanya Arva.

"Ngga biar nanti cepet turun, katanya kalian mau liat segare anak dari deket" ujar Laskar.

"Kalo haus minum aja va" ujar Kala yang berada di depannya.

Arva menerbitkan senyumannya. "Lo yang terbaik deh kal hehehe..."

Akhirnya mereka memutuskan berhenti, menunggu Arva selesai minum. Lalu setelahnya kembali melanjutkan perjalanannya.

"Ya Allah boleh nyerah aja ga?" Celetuk Arva.

"Rasanya pengen balik tapi udah setengah" ujar kala.

Matahari kian menampakkan diri. "Berhenti ngeluh makanya, hati-hati" ucap Laskar.

"Udah berapa lama kita di letter e ngga sampe-sampe las" keluh Arva lagi namun kini suaranya agak bergetar.

Laskar mendengus "Kaga usah nangis, kalo sampe ada yang nangis gue tinggalin di sini ya"

Setelah beberapa jam mereka berjalan melewati Medan yang lumayan melelahkan itu, matahari kian semakin tinggi.

Laskar mengecek jam di tangannya sembari merogoh saku celananya mencari benda pipih untuk mengambil gambar.

Cekrek!

Laki-laki itu mengambil gambar jam tangannya yang ber background segare anak di bawah sana.

"Welcome to the top of Rinjani mountain" ujarnya berbalik sambil tersenyum pada kedua teman kecilnya itu.

Refleks Kala memeluk Arva sambil meneteskan air matanya.

Laskar PrajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang