5. Cair

1 1 0
                                    

"Eh Al, dah masuk aja lu. Dari mana aja kemarin?" Tanya Niko yang penasaran.

"Ada acara di Surabaya kemarin, terpaksa ga masuk dulu beberapa hari." Jawab Alam yang berbohong.

Sudah 1 minggu anak itu tidak hadir ke sekolah. Dan kehadirannya cukup mengejutkan. Sangat banyak yang berubah darinya. Kulitnya menggelap, tangan dan kakinya di penuhi luka luka kecil, dan telapak tangannya sangat kasar.

Alam mencoba menutupinya. Ia menggunakan hoodie putih favoritnya demi menutup luka luka di tangannya.

"Tumben banget lo makai hoodie." Ucap Salma yang duduk di sebelah lelaki itu.

"Kenapa emangnya? Salah?" Balas Alam jutek.

"Engga, aneh aja." Ucap Salma yang seketika menjadi penasaran.

"Assalamu'alaikum, anak anak." Ucap salam bu Ratna.

"Waalaikumsalam, bu." Jawab kelas serentak.

"Eh Alam, udah sekolah aja. Dari kemarin kemana aja kamu?" Tanya bu Ratna heran.

"Saya kemarin ada acara di Surabaya bu. Maaf atas ketidakhadirannya." Balas Alam sembari meminta maaf.

"Oh begitu. Lain kali kalau tidak hadir itu kasih kabar ya Al, kalau ga ada kabar kayak kemarin kan susah." Ucap bu Ratna menasehati.

"Iya bu, ga akan saya ulangi lagi." Balas Alam.

"Bagus kalo gitu. Oiya itu hoodie kamu lepas. Ga enak di liat." Ucap bu Ratna sambil menunjuk ke arah Alam.

Mendengar perintah bu Ratna itu, Alam bingung. Ia tidak ingin melepas hoodienya, namun di sisi lain ia tidak ingin melawan gurunya. Tapi apa boleh buat, Alam anaknya baik dan penurut.

Alam pun melepas hoodienya. Semua luka yang ia tutupi terlihat dengan jelas di mata Salma yang duduk di sebelahnya.

"Ini tangan lo kenapa luka begini?" Tanya Salma sembari perlahan menghelus tangan Alam.

Seketika jantung Alam berdetak kencang. Tubuhnya panas dingin. Padahal hanya sebuah sentuhan sederhana, tapi itu seperti membekukan seluruh badannya.

"Em i..itu kemarin, pas gue kerja." Jawab Alam yang gemetar.

"Itu telapak tangan lo, coba gue liat." Ucap Salma sembari menghelus telapak tangan Alam yang kasar.

Nindi dan Sandra melihat kejadian itu. Tetapi mereka lebih memilih diam, karena ini merupakan sebuah fenomena langka. Sangat mustahil bagi seorang Salma bisa sedekat itu dengan cowo.

***

"Kringg... Kringg"

Bel sekolah tanda waktu istirahat telah berbunyi.

Hari ini Alam tidak membawa bekal. Ia mau tidak mau harus membeli makan di kantin yang jarang di kunjunginya itu. Dan Salma, seperti biasa ia lebih memilih untuk tetap berada di kelas dan membaca bukunya. Namun, kepergian Alam ke kantin menarik perhatiannya.

"Eh Al, lo ke kantin? Tumben banget." Tanya Salma yang melihat lelaki itu berjalan keluar.

"Hari ini gue ga bawa bekal, terpaksa makan di kantin jadinya." Jawab Alam tanpa ragu.

"Ikut gue, yok." Lanjutnya.

Biasanya Salma pasti akan menolak tawaran seperti itu. Namun pada saat itu, ia ingin membahas sesuatu dengan Alam. Sehingga ia menerima tawaran itu tanpa berfikir dua kali.

Setibanya di kantin, Alam dan Salma duduk di meja paling belakang. Iya, hanya berdua.

"Lo ga makan?" Tanya Alam yang memegang sepiring lontong di tangannya.

"Engga. Gue kesini cuman pengen nanya sesuatu sama lo." Jawab Salma dengan nada serius.

"Nanya apaan?" Tanya Alam.

"Gue ga bermaksud buat ikut campur, tapi..." Ucap Salma yang ragu ragu.

"Tapi apa?" Tanya Alam yang memotong perkataan perempuan itu.

"Uang lo udah cukup ya buat bayar SPP sekolah?" Tanya Salma sambil menundukkan kepalanya.

"Alhamdulillah udah. Nanti sore gue bayar ke komite." Jawab Alam sambil mengunyah makanannya.

Nindi dan Sandra lagi lagi melihat kejadian ini. Tapi respon mereka tetaplah sama, yakni diam.

"Ngeri juga ya si Salma, udah pandai aja." Ucap Sandra sambil mengunyah permen karetnya.

"Iya nih. Kemarin aja sinis banget. Sekarang keliatan kayak orang pacaran!" Balas Nindi sambil tertawa.

"Tapi mereka cocok sih. Gue juga senang ngelihat Salma udah bisa buka mata ke cowo." Lanjut Nindi.

"Iya sama!" Balas Sandra.

***

"Oke anak-anak, sekian untuk pelajaran hari ini. Persiapkan diri kalian untuk ujian minggu besok, ya! Bapak pamit, Assalamu'alaikum" Ucap pak Beno.

"Waalaikumsalam, pak." Jawab kelas serentak.

Waktu pulang pun tiba. Semua siswa bergegas pulang. Salma biasanya pulang naik ojek online, sedangkan Alam sudah membawa motor.

"Sal, lo langsung pulang?" Tanya Alam yang melihat Salma berdiri di depan gerbang.

"Iya lah, masa mau bersih bersih sekolah." Jawab Salma jutek.

"Yaa mana tau. Lo pulang naik apa?" Tanya Alam lagi.

"Biasanya naik ojek online sih. Tadi udah pesen juga." Jawab Salma.

"Cancel aja, balik sama gue yuk." Ucap Alam yang merayu.

"Hah? Masa gue cancel! Jahat banget sih." Balas Salma yang tengah memegang handphonenya itu.

"Emang lo mesennya udah lama? Lagian sesekali loh, sekalian hemat ongkos lo." Tanya Alam yang masih mencoba merayu.

"Engga sih, barusan banget. Tapi..."

"Udah ga usah banyak tapi, ayok." Ucap Alam sembari menarik tangan Salma

Jantung Salma berdebar sejadi jadinya. Tak pernah ia merasakan hal seperti ini sebelumnya. Bahkan, dulu untuk berbicara dengan cowo saja canggung. Tapi sekarang, Alam berhasil meluluhkannya. Ia tak bisa berkata kata, hanya menurut dan terdiam. Mungkin ini yang disebut dengan 'mulut tak mau, tapi hati menggebu'.

***

"Ngeeng..."

Suara motor Alam yang melaju dengan kecepatan santai.

"Lo kalau pulang lambat kena marah ga?" Tanya Alam yang tengah mengendarai sepeda motornya.

"Engga sih biasanya. Emang kenapa?" Balas Salma sembari bertanya.

"Kalau kita jalan jalan dulu, gapapa?" Tanya Alam lagi.

"Emang mau kemana?" Tanya Salma dengan jantung yang berdebar kencang.

"Terserah." Jawab Alam singkat.

"Yang penting berdua."

Mi AlmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang