7. Tunggu

1 1 0
                                    

"Dug... Dug... Dug"

Jantung Salma berdetak sangat kencang. Alam benar benar sedang bermain dengan hatinya. Tapi dengan tatapan yang serius itu, sangat mustahil jika Salma mengira Alam sedang bercanda.

"Gu... Gue."

"Udah ga usah bilang apa-apa. Maaf mungkin lo ga suka dengernya. Tapi gue ga mau nahan lagi. Apa pun yang pengen lo bilang, gue siap dengerinnya dan gue hargai itu." Ucap Alam sambil melihat mata Salma yang melotot.

"Gue pengen ngilang, Al."

***

"Assalamu'alaikum!" Ucap salam seorang lelaki yang mengetuk pintu rumah Salma.

"Waalaikumsalam." Jawab Salma.

"Eh Alam! Lo gila, ya?" Lanjutnya.

"Gila apanya?" Tanya Alam dengan luguhnya.

"Kalau semisalnya ibu gue yang bukain pintu, panjang urusannya, Alam!" Balas Salma dengan berbisik bisik.

"Itu siapa, nak?" Teriak Nur, ibu Salma.

"Orang minta sumbangan, bu." Ucap gadis itu sambil menahan ketawanya.

Mendengar perkataan Salma itu, Alam tertawa kecil. Niatnya mengajak Salma keluar memang agak greget. Kalau semisalnya bu Nur yang bukain pintu, bisa langsung konferensi meja bundar.

"Ngapain lo kesini?" Ucap Salma yang berbisik bisik.

"Bolehkah saya menghabiskan waktu yang menyenangkan dengan anda?" Tanya Alam dengan gaya bahasa yang tidak pernah di gunakannya.

"Siapa yang ngajarin bicara kayak gitu?" Balas Salma sambil menahan ketawanya.

"Ga ada sih, tapi keren kan?"

"Iya, terserah." Ucap Salma.

"Jadi? Mau ga?" Tanya lelaki itu.

"Hmm mau ga ya."

"Ya udah gue balik dulu ya." Balas Alam sambil membalikkan badan.

"Eh engga gue becanda. Tunggu bentar ya, gue siap-siap." Jawab Salma sambil menahan tangan Alam.

"Jangan dandan kelamaan, udah cantik."

***

Tiba lah mereka di mall. Tempat dimana mereka memecahkan definisi canggung mereka. Dan sekarang, mereka tak bisa dipisahkan.

"Ga kerasa kita dulu disini masih canggung." Ucap Salma yang berjalan disebelah lelaki yang sedikit lebih tinggi darinya itu.

"Iya." Jawab Alam singkat.

Langkah kaki mereka mengantarkan kepada tempat makan yang pernah mereka kunjungi pertama kali.

"Mau makan disini lagi, ga?" Tanya Alam dengan sedikit tawa di wajahnya.

"Lagi ga laper sih." Balas Salma.

Mereka terus berjalan mengelilingi mall itu. Sampai dimana mereka melangkahkan kaki di bioskop.

"Nonton, yuk? Lagi ada film bagus tuh kayaknya." Tanya Alam yang melihat keramaian di bioskop itu.

"Ayok, lo aja yang nentuin filmnya."

Alam memilih film horror, karena ia memang suka genre menegangkan itu. Tapi ia tidak tahu, kalau Salma orangnya penakut.

"Alam! Kenapa film horror sih? Gue ga kuat nontonnya." Ucap Salma yang ketakutan.

"Gue gatau kalau lo gasuka genre horror. Maaf ya." Balas Alam yang terfokus dengan filmnya.

Sampai lah pada adegan dimana 'hantu' pada film horror itu melakukan jumpscare. Salma yang melihat adegan itu teriak ketakutan.

"Astaghfirullah, Alam!" Ucap Salma sambil memeluk lengan Alam yang duduk disebelahnya secara spontan.

Setelah menyadari apa yang dilakukannya, Salma malu sejadi jadinya. Ia benar benar tidak ada niatan untuk memeluk tangan Alam seerat itu.

"Eh maaf, ga sengaja sumpah." Ucap Salma yang mencoba melepaskan genggaman itu.

"Ga usah di lepas. Gini aja."

***

"Kalau gue boleh tau, kenapa lo suka sama gue?" Tanya Salma yang memandang mata lelaki disebelahnya itu.

"Nyaman, banget." Jawab Alam yang tengah melihat pemandangan sawah di depan matanya.

Setelah selesai menonton film tadi, mereka langsung pergi untuk menikmati sunset. Tapi kali ini, mereka menyaksikannya di sawah.

Sampai lah mereka pada pembahasan yang berat ini. Salma sebenarnya memiliki beribu pertanyaan, tapi ia segan untuk menanyakannya.

"Emang kenapa?" Tanya Alam yang langsung menolehkan pandangannya ke arah gadis di sebelahnya itu.

"Maaf ya, tapi gu...gue belum ada jawaban buat pernyataan lo kemarin." Jawab Salma dengan badannya yang gemetar.

"Gapapa. Gue paham kok." Balas Alam sembari tersenyum.

"Untuk saat ini, gue belum mau pacaran dulu." Ucap Salma dengan gugup.

"Tapi, jujur aja. Gue juga suka sama lo." Lanjutnya sembari menundukkan kepala.

"Tunggu tamat dulu gapapa, kan?"

Mi AlmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang