BAGIAN 2

90 7 0
                                    

Ternyata pengumuman yang disebarkan pihak Kerajaan Lima Laras mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak. Terutama dari kalangan dunia persilatan. Tidak kurang dari lima belas tokoh dari golongan hitam dan putih ini telah berkumpul di halaman kerajaan.
Puluhan orang prajurit tampak mengawal untuk menghindari terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Di antara para tokoh dunia persilatan yang hadir, tampak pula seorang laki-laki berpakaian hitam. Tubuhnya tegap tinggi. Wajahnya yang angker, ditumbuhi. cambang dan brewok. Walaupun tidak pernah berhadapan langsung, namun pihak kerajaan sudah sering mendengar ciri-ciri maupun sepak terjangnya. Tokoh yang tinggal di daerah ujung barat tanah Jawa ini dikenal bernama Suta Soma. Namun di kalangan persilatan berjuluk Iblis Pemabuk.
Sementara tokoh aliran putih juga terlihat hadir. Namun mereka lebih banyak berdiam diri dengan sikap tenang, penuh percaya diri. Tanpa mempedulikan lagak jumawa tokoh-tokoh hitam yang banyak sesumbar, mereka terus memperhatikan sebuah panggung setinggi satu tombak yang didirikan tepat didepan pintu masuk istana.
Dan dari dalam pintu istana, muncul Putri Sentika Sari yang didampingi Panglima Layung Seta, serta Patih Luntaka. Mereka langsung menaiki panggung, dan duduk berjejeran. Putri Sentika Sari berada di tengah-tengah. Ketika Putri Sentika Sari yang memang cantik ini tersenyum, orang-orang persilatan berdecak kagum.
"Tidak mendapat hadiah emas pun tidak apa-apa! Asal Putri yang cantik itu menjadi milikku!" celetuk salah seorang tokoh persilatan.
"Aku juga...!" timpal yang lain.
Saat itu juga suasana menjadi hingar-bingar diwarnai tawa. Panglima Layung Seta segera bangkit. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi.
"Hadirin sekalian harap tenang sebentar!" sergah Panglima Layung Seta. "Sekarang Gusti Putri akan menjelaskan pokok persoalan yang sebenarnya!"
Begitu suasana mereda, Panglima Layung Seta segera mempersilakan Putri Sentika Sari maju ke depan. Dengan tenang gadis cantik yang juga mempunyai ilmu olah kanuragan ini berdiri. Langkahnya gemulai sambil mengedarkan pandangan, menyapu para hadirin.
"Aku mewakili ayahandaku yang sedang sakit. Sekarang ini aku bukan sedang mengadakan sayembara. Tapi aku ingin minta bantuan kalian untuk mencari Bunga Arum Dalu di Bukit Setan. Siapa pun yang berhasil mendapatkannya, akan mendapat hadiah satu peti emas permata," jelas Sentika Sari.
Semua yang hadir berdecak kagum mendengar hadiah yang dijanjikan. Tetapi rupanya Suta Soma alias Iblis Pemabuk merasa kurang puas.
"Hadiah itu memang sangat besar! Tetapi mengingat bahaya yang ada di Bukit Setan, aku meminta hadiahnya ditambah dengan Tuan Putri!" teriak laki-laki berwajah angker itu sambil meneguk arak kerasnya.
Wajah Putri Sentika Sari berubah merah karena menahan amarah. Sedangkan Panglima Layung Seta yang tadi, sudah duduk di kursinya, langsung berdiri. Bahkan hampir saja dia bertindak, jika tidak dicegah Patih Luntaka.
"Jaga mulutmu, Kisanak! Jangan keterlaluan. Putri bukan untuk diperebutkan. Jika kau yang mendapatkan Bunga Arum Dalu tentu kami dengan senang hati menambah hadiah berupa emas pula!" tegas Patih Layung Seta dengan wajah memerah.
"Sayang, emas tak ada artinya buatku! Tapi kalau wanita, Hehehe...," kekeh Iblis Pemabuk.
"Mumpung segala sesuatunya belum telanjur, silakan pergi dari sini!" bentak Panglima Luntaka yang kali ini juga ikut angkat bicara, karena merasa kewibawan kerajaan direndahkan oleh tokoh itu.
"Hahaha...! Tidak seorang pun yang berhak mengusirku. Kalau mau, tentu sekarang aku dapat melarikan Putri Sentika Sari tanpa ada yang mampu mencegahku!" teriak Iblis Pemabuk disertai tawa menyeramkan.
Ucapan Suta Soma tentu membuat suasana kian memanas. Tetapi....
"Bicaramu kelewat sombong, Iblis Pemabuk! Mestinya kau sadar di atas langit masih ada langit!"
Mendadak terdengar sahutan dari samping Iblis Pemabuk. Dan semua orang pun langsung memandang ke arah datangnya suara. Ternyata yang bicara barusan seorang pemuda tampan berbaju ketat warna biru dari sutera halus. Di tangannya tergenggam sebuah busur panah. Sementara di punggungnya tersampir beberapa anak panah.
"Pendekar Lima Lautan...," sebut Iblis Pemabuk alias Suta Soma dengan wajah berubah tegang penuh keterkejutan.
Memang, Iblis Pemabuk kenal betul dengan Pendekar Lima Lautan. Mereka sudah pernah bentrok beberapa kali, dan kekalahan selalu menimpa Suta Soma. Inilah yang membuatnya tergetar begitu melihat Pendekar Lima Lautan. Mereka mempunyai ilmu olah kanuragan hampir seimbang. Hanya yang menakutkan Iblis Pemabuk adalah busur panah yang bila dipasang sebuah anak panah, akan berubah jumlahnya menjadi berlipat ganda. Jangan tubuh manusia. Batu karang yang paling keras sekali pun, akan hancur berkeping-keping terhantam anak panah tokoh berkepandaian tinggi berjuluk Pendekar Lima Lautan itu.
"Maafkan aku, Kala Sakti. Tidak kusangka berita tentang hadiah besar ini sampai padamu juga. Padahal Lima Lautan sangat jauh jaraknya dari sini, " ucap Iblis Pemabuk, memanggil nama asli Pendekar Lima Lautan.
Wajahnya diatur sedemikian rupa, agar rasa malunya tak tampak. Diam-diam hati Suta Soma dongkol bukan main melihat kehadiran pendekar itu. Dan ini berarti, harapannya untuk mendapatkan Putri Sentika Sari lenyap. Namun dia berharap, hadiah satu peti emas bisa diraihnya.
"Kurasa sudah tidak ada yang perlu ditunggu di sini. Mudah-mudahan saja peruntungan baik berada di tanganku. Sekarang aku akan pergi mencari bunga itu!" kata Iblis Pemabuk, seraya berbalik dan berkelebat meninggalkan tempat ini.
Hanya sekejap saja tubuh Iblis Pembuk telah lenyap dari pandangan. Melihat Suta Soma pergi, maka tokoh-tokoh dunia persilatan lainnya segera mengikuti jejaknya. Kini di halaman istana hanya tinggal Pendekar Lima Lautan.
"Kalau tidak salah bukankah Kisanak yang berjuluk Pendekar Lima Lautan?" tanya Patih Luntaka.
Kala Sakti menganggukkan kepalanya. Bibirnya mengulas senyum kemudian merangkapkan kedua tangan di depan hidung.
"Memang benar, Patih. Tapi itu hanya julukan kosong belaka," sahut Pendekar Lima Lautan, merendah.
"Apakah kau berniat mendapatkan hadiah itu?" tanya Panglima Layung Seta.
"Sedikit pun aku tak berminat mendapatkan harta. Aku hanya ingin agar Gusti Prabu cepat sembuh dari penyakitnya. Sekaligus mengawasi kemungkinan terjadinya kerusuhan di sini. Sebab yang ikut ambil bagian dalam mencari Bunga Arum Dalu di Bukit Setan bukan tokoh-tokoh golongan putih saja. Kulihat golongan hitam juga ikut serta. Sudahlah, sekarang aku ingin ke Bukit Setan, Sampaikan salamku pada Gusti Prabu Sida Brata!" kata Pendekar Lima Lautan.
"Berhati-hatilah, Pendekar!" pesan Patih Luntaka.
Pendekar Lima Lautan merangkapkan tangannya di depan hidung, lalu berkelebat cepat dengan ilmu meringankan tubuh yang sudah cukup tinggi. Sebentar saja, tubuhnya sudah tidak kelihatan dari pandangan.

213. Pendekar Rajawali Sakti : Gadis SerigalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang