Dua orang prajurit yang bertugas di pintu gerbang utama menuju ke Istana Kerajaan Lima Laras langsung menghadang Pendekar Rajawali Sakti yang mengendarai kuda Dewa Bayu dengan perlahan-lahan. Rangga terpaksa menghentikan kudanya. Bibirnya tersenyum dengan kepala mengangguk pada kedua prajurit itu.
"Hendak ke mana, Kisanak?" tanya salah seorang pengawal berbadan tegap.
"Aku ingin bertemu Patih Luntaka!" jawab Pendekar Rajawali Sakti halus dan penuh kesopanan.
"Kalau begitu kau harus menunggu sebentar!"
Pengawal berbadan tegap itu lantas memberi isyarat pada kawannya untuk segera melapor ke istana. Dengan berlari cepat, pengawal yang berbadan lebih pendek itu bergegas menuju ke istana.
Sementara Rangga sudah turun dari kudanya. Pandangannya beredar kesekeliling, dengan kepala terangguk-angguk. Suasana di sekitar istana terlihat sedikit hening. Nyaris tak ada seorang pun yang terlihat memancarkan wajah gembira. Semuanya seperti tengah berduka atas sakitnya Gusti Prabu.
"Kisanak, mari ikut aku!"
Rangga berbalik saat pengawal yang tadi melapor telah kembali. Dengan senyum manis Pendekar Rajawali Sakti segera mengikuti langkah pengawal bertubuh pendek, setelah menyerahkan kuda Dewa Bayu pada seorang pengurus kuda istana, untuk dibawa ke istal. Pendekar Rajawali Sakti diantar sampai pintu utama balairung istana. Dan tepat di ambang pintu telah berdiri seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh lima tahun. Bibirnya mengulas senyum gembira menyambut kedatangan Rangga.
"Pendekar Rajawali Sakti!" sambut laki-laki setengah baya itu, langsung memeluk Rangga.
"Apa kabarmu, Paman Patih Luntaka?" tanya Rangga, halus.
"Yah, beginilah aku. Kau sendiri bagaimana?"
"Berkat doamu, Paman Patih."
Sementara itu Putri Sentika Sari dan Panglima Layung Seta yang hadir di ruang balairung ini sudah bangkit berdiri. Dan begitu nama Pendekar Rajawali Sakti disebut, mereka tidak dapat menutupi rasa kagetnya.
"Oh, ya. Aku sampai lupa!" kata Patih Luntaka, seraya melepas pelukan.
"Putri, pemuda ini adalah orang yang telah menolong hamba ketika terjebak di Lembah Nestapa. Dia Pendekar Rajawali Sakti!" jelas Patih Luntaka.
Semua pembesar di Kerajaan Lima Lantas jelas pernah mendengar sepak terjang Pendekar Rajawali Sakti dalam membasmi kejahatan. Tentu mereka tidak menyangka hari ini bakal bertemu orangnya secara langsung.
"Suatu kehormatan bagi kami, kau datang kemari, Pendekar Rajawali Sakti. Sayang ayahku dalam keadaan sakit. Sehingga beliau tidak dapat menjumpaimu!" ucap Putri Sentika Sari.
"Terima kasih. Maaf, panggil saja aku Rangga," ucap Pendekar Rajawali Sakti, dengan tata bahasa yang halus, seolah-olah sudah paham betul dengan tata krama istana. Memang tak ada yang tahu kalau Pendekar Rajawali Sakti sebenarnya adalah seorang raja yang memerintah Kerajaan Karang Setra.
"Apakah penyakit yang diderita Gusti Prabu?" tanya Rangga ingin tahu.
Kemudian secara singkat dan jelas, Putri Sentika Sari menceritakan segala yang terjadi pada ayahandanya.
"Maaf. Sepertinya, Gusti Prabu Sida Brata menyimpan rahasia yang sangat besar. Penyakit yang dideritanya juga penuh teka-teki," gumam Rangga.
"Sanggupkah kau menyembuhkan penyakit Gusti Prabu, Pendekar, eh! Rangga?" tanya Patih Luntakan, meralat panggilan pada Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga tersenyum.
"Sayang, aku bukan seorang tabib, Paman Patih. Tetapi alangkah lebih baik lagi jika aku melihatnya dulu!" desah Rangga.
Didampingi Patih Luntaka dan Panglima Layung Seta, Putri Sentika Sari mengantar Rangga menuju ke tempat peraduan Gusti Prabu Sida Brata.
Pendekar Rajawali Sakti menatap penuh keprihatinan pada seorang laki-laki berbadan kurus kering yang tergeletak tidak berdaya di peraduan. Tanpa diminta Rangga langsung memeriksa nadi Gusti Prabu. Nadinya ternyata lemah.
"Kurasa Gusti Prabu terkena Racun Bunga Bisa! Tidak salah kalau obat yang dapat menyembuhkannya hanya Bunga Arum Dalu," gumam Rangga.
Tentu saja semua orang yang berada di dalam ruangan ini jadi terkejut. Mereka tidak menyangka Pendekar Rajawali Sakti mengetahui penyakit yang diderita raja mereka.
"Dapatkah kau menolongnya?" tanya Putri Sentika Sari.
"Untuk mencegah sesuatu yang tidak terduga, kurasa aku perlu menyalurkan hawa murni dulu. Tetapi terus terang, ada orang luar yang telah meracuninya dengan serbuk beracun Bunga Bisa!" duga Rangga, bernada yakin.
"Siapa?" tanya Panglima Layung Seta dan Patih Luntaka hampir bersamaan.
"Nanti kita selidiki!" sahut Rangga.
Setelah meminta persetujuan Putri Sentika Sari, Pendekar Rajawali Sakti segera duduk di samping Gusti Prabu Sida Brata. Kemudian matanya dipejamkan. Tidak lama, kedua telapak tangannya diletakkan di atas dada laki-laki setengah baya yang tubuhnya hanya tinggal kulit pembalut tulang itu. Secara perlahan dan sangat hati-hati sekali, mulai dikerahkan hawa murni ke bagian telapak tangan, lalu langsung disalurkan ke dada Gusti Prabu Sida Brata.
Tubuh yang dingin seperti membeku itu tampak mulai bergetar. Tubuh Rangga sendiri mulai bergetar saat hawa murninya yang ditunjang tenaga dalam tinggi mulai mengalir. Keringat mengucur deras. Semakin lama getaran semakin bertambah hebat. Dan dari ubun-ubun pemuda itu keluar asap tipis berwarna putih. Lalu...
"Hoeeekh...!" Gusti Prabu Sida Brata muntahkan darah kental berwarna hitam yang menebarkan bau teramat busuk. Saat itu juga Putri Sentika Sari menghampiri, dan membersihkan muntahan darah dengan kain.
Secara perlahan Pendekar Rajawali Sakti menarik tangannya sambil membuka matanya. Rompi putihnya basah. Sekarang setelah menyalurkan hawa murni yang disertai tenaga dalam tinggi ke tubuh Gusti Prabu tubuhnya terasa menjadi lemas seperti kehabisan tenaga.
"Apa yang kulakukan hanya sedikit mengurangi rasa sakitnya. Jika banyak darah beku yang keluar dari mulut paduka, akan lebih baik. Paling tidak, agar peredaran darahnya yang tersumbat dapat menjadi lancar kembali. Walaupun begitu ini hanya bersifat sementara. Dan Bunga Arum Dalu harus segera didapat. Terus terang aku tidak bisa pergi ke Bukit Setan sekarang ini, karena harus memulihkan tenaga beberapa saat saja," jelas Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau memang perlu istirahat, Rangga. Biarkan aku akan mengantarmu kekamar peristirahatan...!" kata Patih Luntaka.
"Biarkan aku saja yang mengantarnya, Paman Patih!" sergah Putri Sentika Sari. Entah mengapa, begitu melihat sosok Pendekar Rajawali Sakti, Putri Sentika Sari merasa jantungnya berdebar-debar. Seolah kedukaannya selama ini lenyap begitu saja.
Patih Luntaka tentu saja tidak berani membantah. Padahal, sesungguhnya banyak yang ingin ditanyakannya tentang penyakit Penguasa Kerajaan Lima Laras ini.
Malam telah menghujam bumi. Suara serangga malam bagaikan tembang saling bersahut-sahutan memeriahkan suasana malam. Belasan orang prajurit bersenjata lengkap tampak berjaga-jaga di bagian depan Istana Kerajaan Lima Laras. Di samping bangunan istana juga terlihat beberapa pasukan pemanah yang bersiap-siap. Patih Luntaka, Panglima Layung Seta, dan Eyang Kinta Manik sedang berbincang-bincang di ruang pertemuan bersama Rangga dan Putri Sentika Sari.
Namun tak lama kemudian Pendekar Rajawali Sakti dan putri Gusti Prabu Sida Brata itu segera memasuki ruangan khusus yang terletak di sayap kiri bangunan.
"Mungkin aku segera meninggalkan kerajaan ini. Tetapi sebelum itu kulakukan, menurut Putri apakah ada orang asing dengan alasan apa pun pernah datang menjumpai Gusti Prabu?" tanya Pendekar Rajawali Sakti setelah mereka duduk di kursi ruangan ini.
"Mengapa kau tanyakan hal itu?" Putri Sentika Sari malah balik bertanya.
"Serbuk racun Bunga Bisa hanya akan mengenai sasaran, bila pemiliknya berhadapan langsung dengan orang yang akan menjadi korbannya. Racun itu hanya dimiliki oleh tokoh-tokoh langka beraliran hitam," jelas Rangga, pelan.
Putri Sentika Sari terdiam. Dia tampak berusaha mengingat-ingat segala sesuatu yang terjadi sebelum ayahandanya jatuh sakit. Rasanya tidak banyak tamu yang datang ke Istana Lima Laras. Namun tiba-tiba saja gadis ini teringat tentang kehadiran dua orang perempuan tua memakai kerudung. Waktu itu, suasana dalam keadaan hujan lebat. Dan kedua perempuan yang mengaku datang dari sebuah tempat yang jauh tersebut, memaksa ingin bertemu Gusti Prabu.
Setelah kedua tamu itu diperkenankan bertemu Gusti Prabu, sepeminuman teh kemudian tamu-tamu itu pergi. Entah apa yang mereka bicarakan. Gusti Prabu Sida Brata sendiri tidak pernah mengatakan apa maksud kedatangan kedua orang asing itu. Namun yang jelas, setelah pertemuan itu, Putri Sentika Sari melihat wajah ayahnya agak pucat seperti orang yang kurang sehat. Apa yang diingat gadis ini lantas diceritakan pada Pendekar Rajawali Sakti secara lengkap.
"Rasanya kedua orang itulah yang telah membawa racun Bunga Bisa. Racun itu bekerja dalam waktu yang lama. Sehingga, sekarang kelihatan hasilnya. Bahkan racun itu dapat mencelakai orang lain melalui sentuhan tangan, udara, ataupun makanan. Selain itu kurasa ada rahasia besar yang disimpan ayahmu!" papar Rangga.
"Kalau begitu aku akan menanyakannya," kata Putri Sentika Sari.
"Jangan sekarang. Penyakit Gusti Prabu bisa semakin bertambah parah. Nanti saja bila Bunga Arum Dalu sudah kudapatkan!" saran Rangga.
"Tahukah kau ciri-ciri bunga itu?"
"Tentu! Bunga itu memang sangat langka, dan hanya dapat tumbuh di atas batu berlumut. Bunganya berwarna merah darah, menebarkan bau harum bila malam hari. Bila siang hari, akan menebarkan bau busuk seperti bangkai! Sudahlah..., sekarang perintahkan pada Panglima Layung Seta untuk menyusun kekuatan. Kurasa kedatangan orang itu bukan hanya sekadar meracuni ayahandamu. Mereka pasti punya racun lain yang lebih besar lagi!" ujar Rangga. "Untuk itu, persiapkan segala sesuatunya sebelum benar-benar terlambat!" Pemuda berbaju rompi putih ini lalu bangkit dari tempat duduknya. Dipandanginya Putri Sentika Sari sesaat lamanya.
Mendapat tatapan yang sebenarnya menyejukkan, justru gadis cantik itu menundukkan kepala. Tak kuasa dia menentang tatapan pemuda itu yang begitu menghanyutkan. Memang patut diakui, pertemuan mereka boleh dibilang baru sebentar saja. Tetapi Putri Sentika Sari merasa cepat akrab. Apalagi Rangga adalah seorang pemuda yang cukup menyenangkan serta mempunyai pengalaman luas.
"Nah, sekarang aku harus pergi. Nanti kita kembali ke ruang pertemuan untuk menemui yang lain," ajak Rangga.
Putri Sentika Sari kemudian mengantarkan Rangga ke ruang pertemuan kembali. Sementara Patih Luntaka, Panglima Layung Seta, dan Eyang Kinta Manik menunggu dengan setia.
KAMU SEDANG MEMBACA
213. Pendekar Rajawali Sakti : Gadis Serigala
AcciónSerial ke 213. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.