Jeritan prajurit-prajurit yang menjadi korban serta suara lolongan serigala di sana-sini, membuat suasana di halaman Istana Lima Laras menjadi hingar-bingar. Di pihak kerajaan sendiri juga tampak sudah kewalahan menghadapi serangan. Panglima Layung Seta dan Patih Luntaka berusaha memutar senjatanya untuk membasmi serigala-serigala yang menyerangnya. Tiga empat ekor serigala memang dapat dibunuh. Tetapi yang menggantikan jumlahnya berlipat ganda.
Dalam keadaan kacau begitu, Panglima Layung Seta mendadak menemukan pemecahan terbaik. Ya! Bukankah serigala takut api?! Sentak panglima dalam hati. Secepat kilat Panglima Layung Seta melenting menjauh kebelakang. Begitu mendarat, tubuhnya langsung berkelebat cepat. Diambilnya dua buah batang obor dan segera dinyalakan. Kemudian dengan gerakan yang cepat pula, Panglima Layung Seta berkelebat kembali ke tengah kancah pertarungan.
"Patih, tangkap!" teriak panglima itu seraya melempar obor yang menyala, dan langsung ditangkap Patih Luntaka.
Dengan mempergunakan obor, mereka kini menyerang kawanan serigala itu. Ternyata benar. Binatang-binatang buas ini takut pada api. Terbukti mereka bergerak mundur sambil menunggu kesempatan yang baik untuk melakukan serangan. Kiranya di luar sepengetahuan mereka ada belasan serigala yang berhasil menerobos masuk ke dalam istana.
Prajurit-prajurit yang berjaga di setiap sudut pintu berhasil dibunuh. Hanya dalam waktu yang sangat singkat kawanan serigala ini telah berhasil mendekati pintu pertemuan tempat persembunyian Gusti Prabu dan putrinya. Kawanan serigala itu membunuh para prajurit yang berjaga-jaga di depan pintu ruangan pertemuan. Merasa tidak ada lagi penghalang, sebelas ekor serigala segera menyerbu masuk kedalam ruangan pertemuan.
"Gusti Prabu dan Putri Sentika! Bertahanlah dibelakangku!" seru Pendekar Lima Lautan.
Gusti Prabu Sida Brata yang sedikit banyaknya mempunyai ilmu olah kanuragan cukup lumayan, begitu melihat Kala Sakti mencabut senjata yang berbentuk baling-baling segera pula mencabut pedangnya. Pendekar Lima Lautan segera melemparkan senjatanya ke arah kawanan serigala yang menyerangnya. Senjata baling-baling itu berputar-putar dengan kecepatan laksana kilat.
Cras! Cras!
"Haung... Haungngng...!"
Beberapa ekor serigala yang berada di bagian depan langsung melolong ketika perutnya robek tersambar senjata Kala Sakti. Sementara serigala yang menyerang dari samping kanan langsung disambut dengan pedang Gusti Prabu Sida Brata. Serigala itu melompat mundur ketika melihat pedang Gusti Prabu meluncur deras kearahnya.
"Jangan beri kesempatan pada binatang itu mendekat!" teriak Kala Sakti.
Kala Sakti begitu senjatanya berbalik ke tangannya, segera melemparkan kembali ke arah serigala-serigala itu. Lima ekor serigala terbabat putus bagan tenggorokannya. Sedangkan sisanya terus menyerang ganas.
Melihat serigala-serigala yang berada di dalam ruangan pertemuan hanya tinggal beberapa ekor lagi, Gusti Prabu Sida Brata menjadi nekat. Dia melompat ke depan sambil mengibaskan pedangnya. Serigala itu berkelit menghindar. Dan seekor mendadak melompat menggigit pergelangan tangan Gusti Prabu.
Crab...!
"Aaakh...!"
Gusti Prabu Sida Brata menjerit keras. Tangannya yang digigit serigala dikibaskan, membuat pedangnya terpental. Tetapi gigtan itu rupanya terlalu kuat, sehingga tangannya tidak bisa dilepaskan.
Melihat kenyataan itu, Kala Sakti melompat kedepan. Diambilnya pedang yang terpental. Lalu ditusukkannya ke perut serigala itu. Kini serigala yang tersisa di dalam ruangan itu hanya tinggal satu ekor saja. Kala Sakti langsung melempar senjata baling-balingnya.
Cres...!
"Ngiiikk!"
Serigala itu kontan menguik keras, ketika tersambar senjata Pendekar Lima Lautan. Pemuda memakai baju putih ini menarik napas dalam-dalam. Lalu secepatnya dia menghampiri Gusti Prabu.
"Gusti, apakah tidak ada ruangan rahasia disini?" tanya Kala Sakti.
"Ada! Di sudut kamar putriku, di balik lemari!" sahut Gusti Prabu Sida Brata.
"Sebaiknya Gusti dan Putri Sentika Sari bersembunyi di sana saja. Orang-orang diluar sana paling tidak membutuhkan aku sebagai tenaga tambahan!" saran pemuda itu.
Berhubung karena tangannya telah terluka, Gusti Prabu Sida Brata terpaksa menuruti saran Kala Sakti. Mereka segera bergegas menuju ke kamar Putri Sentika Sari yang bersebelahan dengan ruang pertemuan. Secepatnya mereka menggeser lemari yang dimaksud.
"Tetaplah berada di sini, sampai kami semua menyelesaikan segala urusan di luar sana!" ujar Pendekar Lima Lautan.
"Baiklah, Kala Sakti!" sahut Gusti Prabu Sida Brata.
Setelah menutup lemari yang menuju ruang rahasia, Kala Sakti segera pergi ke halaman depan. Begitu cepat gerakannya, sehingga sebentar saja telah tiba di sana. Kala Sakti melihat ratusan prajurit kerajaan telah tewas bermandikan darah. Mayat mereka bercampur serigala-serigala yang sudah binasa. Yang terlihat ketika itu adalah pertarungan antara Rangga dengan seorang perempuan tua yang sempat bentrok dengannya tadi malam.
Di bagian lain, tampak pula Panglima Layung Seta sedang berusaha mati-matian mempertahankan diri. Lawan yang dihadapinya adalah seorang gadis bercawat dari kulit kayu dan memakai penutup dari dedaunan.
Tidak jauh dari panglima itu, Patih Luntaka sedang bertarung melawan seorang perempuan tua berbibir sumbing. Itulah Nini Sumbing yang beberapa hari lalu hampir membunuh Kala Sakti. Kelihatannya Patih Luntaka sudah terluka parah. Dadanya bersimbah darahnya sendiri. Di lengannya juga terlihat sebuah luka mengerikan.
"Paman Patih! Betina jelek yang satu ini menjadi bagianku!" teriak Kala Sakti.
Melihat kedatangan Kala Sakti, Patih Luntaka yang sudah terluka parah ini segera mundur. Sebaliknya, Nini Sumbing tersenyum sinis sambil bertolak pinggang.
"Beberapa hari yang lalu kematianmu sempat tertunda! Tetapi kini tidak ada yang menghalangiku lagi untuk membunuhmu!" dengus Nini Sumbing sengit.
"Hei, Nenek Sumbing! Katanya kalian punya pembantu yang bernama Iblis Pemabuk? Kenapa dia tak terlihat?" tanya Kala Sakti, mencoba mengobati keherannya. Sebab, saingannya yang kini bergabung dengan Penguasa Bukit Setan tak terlihat batang hidungnya.
"Kau bertanya tentang laki-laki keparat itu?! Huh! Dia telah tewas menjadi santapan serigala, setelah pada suatu malam hendak memperkosa Kuntalini. Dasar sedang mabuk, dia tak tahu kalau Kuntalini bukan gadis sembarangan! Nah, sekarang giliranmu yang harus mati di tanganku, setelah tertunda beberapa waktu!" sahut Nini Sumbing, dengan nada sengit.
"Maaf saja. Nek! Waktu itu aku hanya menggunakan Baling-baling Sakti. Tetapi hari ini Busur Panahku ikut bicara!" sahut Kala Sakti tidak kalah sengitnya.
Tanpa ragu-ragu lagi, Pendekar Lima Lautan segera mengangkat busurnya. Diambilnya anak panah yang berwarna merah. Seperti diketahui, anak panah berwarna merah ini lebih ampuh daripada anak panah yang berwarna kuning. Nini Sumbing yang tidak mengetahui kehebatan anak panah ini hanya tersenyum sinis. Semetara Pendekar Lima Lautan segera merentangkan busurnya. Lalu....
Twang...!
Anak panah kini melesat ke arah Nini Sumbing. Selagi berada di udara, anak panah itu berubah menjadi banyak. Nenek berbibir sumbing itu terkesiap melihat kenyataan ini. Sambil melenting ke udara, kedua tangannya menghentak ke arah anak-anak panah itu.
Segulung angin dingin melesat dari telapak tangan Nini Sumbing. Tetapi seperti ada kekuatan yang tak tampak, anak-anak panah itu membelok. Sehingga pukulan yang dilepaskan Nini Sumbing tidak mengenai sasaran.
Semakin besar sajalah rasa kaget di hati Nini Sumbing. Sementara puluhan batang anak panah tadi kini telah menyerangnya dari segala arah. Perempuan tua ini terkejut bukan kepalang. Cepat diloloskannya cambuk buntut ikan pari yang bagian ujungnya terdapat tengkorak serigala. Namun, gerakannya ini kalah cepat dengan lesatan anak panah yang menyerang dari belakang. Tanpa ampun lagi....
Crep...!
"Aaaaakh...!"
Dengan telak anak panah menghujam di punggung Nini Sumbing, hingga langsung menjerit setinggi langit. Matanya melotot dengan mulut ternganga. Langsung tubuhnya roboh dan tewas seketika.
"Panah Srikandi adalah senjataku paling dahsyat. Kau tidak mungkin mampu menahannya!" desis Pendekar Lima Lautan dingin.
Sekejap kemudian Kala Sakti memandang ke arah Panglima Layung Seta. Tampaknya laki-laki itu sudah terluka pula. Gadis serigala yang menjadi lawannya memang cukup hebat dan ganas. Terbukti, dia terus mendesak panglima itu. Namun sebelum nasib buruk menimpa diri panglima, Kala Sakti langsung datang memberi bantuan. Kini hanya dalam waktu singkat, gadis serigala yang tak lain Kuntalini telah dikeroyok dari dua arah.
Di pertarungan lain Rangga dan Nini Baji Setan tampak sedang mengerahkan jurus-jurus andalan. Sesungguhnya perkelahian di antara mereka sudah berlangsung hampir sembilan puluh jurus. Namun sampai sejauh itu, masih belum ada tanda-tanda siapa yang akan keluar sebagai pemenang.
"Hiyaaa...!"
Nini Baji Setan alias Ratu Serigala melompat ke depan disertai teriakan keras. Jemari tangannya yang berkuku panjang menyambar ganas kelima bagian mematikan di tubuh Rangga. Cepat sekali, serangannya, membuat Pendekar Rajawali Sakti! harus berkelit dengan menundukkan kepala. Empat serangan berhasil dihindari Rangga. Tetapi salah satu di antaranya lolos dari perhatian. Sehingga....
Bret...!
"Aaakh...!"
Pendekar Rajawali Sakti terpekik dengan tubuh terhuyung-huyung. Lima jari tangan lawan telah menggores dadanya. Tampak darah menetes dari luka akibat cakaran kuku perempuan tua itu. Dan belum Rangga dapat menegakkan tubuhnya lagi, Ratu Serigala telah melepaskan tendangan ke perut.
Diegkh...!
"Huuugkh...!"
Pendekar Rajawali Sakti jatuh terduduk. Perutnya seperti hancur, menimbulkan sakit luar biasa! Segera ditariknya napas dalam-dalam. Dengan terhuyung-huyung, Rangga bangkit berdiri. Pada saat yang sama, Ratu Serigala telah melancarkan serangan kembali.
"Hup...!"
Pendekar Rajawali Sakti terpaksa melenting ke udara untuk menghindari cakaran. Tubuhnya berjumpalitan di udara beberapa kali. Lalu ketika tubuhnya meluncur deras ke bawah, kakinya bergerak cepat ke bagian kepala dengan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
Nini Baji Setan jelas tidak menyangka kalau pemuda itu masih mampu melakukan serangan disaat tubuhnya masih mengambang di udara. Sehingga....
Duukkk...!
"Akh...!"
Nini Baji Setan terjengkang. Rangga terkejut karena lawannya tidak mengalami cidera yang berarti. Malah kakinya terasa sakit. Tadi dia seperti menendang karung berisi pasir saja. Padahal biasanya orang yang terhantam akan hancur kepalanya. Perempuan tua itu segera bangkit berdiri. Kepalanya berdenyut-denyut sakit akibat tendangan tadi. Kepalanya digelengkan agar rasa sakit di kepalanya agak berkurang.
"Pemuda keparat! Mampuslah...!" teriak Nini Baji Setan.
Ratu Serigala menerkam ke depan dengan kecepatan luar biasa. Matanya yang telah berubah merah seperti bara, memandang penuh kebencian. Dalam penglihatan Rangga, tiba-tiba saja Nini Baji Setan telah berubah menjadi seekor serigala putih yang sangat besar sekali, yang menerkam dengan mulut terbuka.
"Sekarang tamatlah riwayatmu, monyet jelek! Terimalah pukulan Serigala Putih! Hiaaa...!" teriak Ratu Serigala sambil mengibaskan tangannya. Saat itu juga selarik sinar putih berkilau meluncur deras dari tangan Ratu Serigala.
Rangga yang melihat bahaya mengancam jiwanya segera mengerahkan tenaga dalamnya dengan kuda-kuda kokoh. Ketika tangannya telah berubah menjadi biru berkilau setelah membuat gerakan di depan dada, seketika dihentakkannya ke depan.
"Aji Cakra Buana Sukma! Hiyaaa...!" Selarik sinar biru berkilau meluncur deras dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti, langsung memapak sinar putih serangan Ratu Serigala. Sehingga....
Blarrr...!
"Aaa...!"
Dua sosok tubuh terlempar dengan arah berlawanan, ketika terjadi benturan dahsyat yang menghasilkan ledakan amat keras disertai bunga api seperti asap yang menutupi sekitarnya.
Ketika asap menghilang, salah seorang langsung bangkit dan segera mengambil sikap semadi. Yang seorang lagi terbaring dengan tubuh hancur berkeping-keping berbau gosong. Yang tengah bersemadi untuk memulihkan kekuatannya adalah pemuda berbaju rompi putih yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti. Pemuda itu segera bangkit berdiri, untuk memperhatikan pertarungan lainnya.
Di saat itulah Pendekar Rajawali Sakti mendengar suara jeritan keras tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dan pemuda itu langsung melihat dengan wajah kaget saat Panglima Layung Seta roboh bermandikan darah. Rupanya Kuntalini berhasil membunuh Panglima Perang Kerajaan Lima laras.
Satu-satunya yang masih bertahan adalah Pendekar Lima Lautan yang terus melepaskan anak-anak panahnya. Tetapi pemuda itu juga telah menderita luka-luka di dada serta pahanya. Dengan cepat Rangga segera bergerak mendatangi. Diberinya isyarat pada Kala Sakti untuk mundur. Pendekar Lima Lautan segera mematuhi.
"Kau telah begitu berani mencampuri urusan pribadiku dengan Sida Brata, laki-laki yang membuang anaknya. Lebih celakanya lagi kau bunuh orang yang telah memberiku kehidupan! Aku tidak akan puas sebelum mencincang dan memakan jantungmu!" dengus Kuntalini.
"Sadarlah, Kuntalini. Kau adalah manusia waras yang masih punya nurani! Masih ada waktu buatmu untuk bertobat!" desis Rangga tidak kalah dinginnya.
"Keparat! Jangan mengoceh di depanku!"
Dengan teriakan keras, tiba-tiba saja Kuntalini meluruk deras ke arah Rangga.
Menyadari kehebatan yang dimiliki Kuntalini, Rangga segera mempergunakan jurus Sembilan Langkah Ajaib untuk menghindari serangan. Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat. Tubuhnya melenting ke belakang untuk membuat jarak.
"Bangsat! Terimalah pukulan Serigala Putih! Heaaa...!" Kuntalini mengibaskan tangannya cepat. Seketika dari telapaknya meluncur sinar putih, seperti yang dimiliki gurunya.
Rangga yang telah membaca keadaan, segera mengerahkan tenaga dalamnya ke bagian telapak tangan. Dibuatnya kembali beberapa gerakan tangan dan badan. Tepat ketika tubuhnya telah tegak dengan kuda-kuda kokoh, kedua tangannya sudah terselimut cahaya biru berkilauan sebesar kepala bayi. Lalu....
"Aji Cakra Buana Sukma! Hiyaaa...!" Rangga menghentakkan kedua tangannya ke arah cahaya putih. Maka tidak dapat dihindari lagi, kedua pukulan itu saling membentur diudara.
Blarrr...!
"Aaakh...!"
Ledakan dahsyat kembali terdengar disertaibongkahan bunga api di udara. Pada saat yang sama juga terdengar jeritan menyayat dari tubuh yang terpental dalam keadaan hangus. Tubuh Kuntalini!
Rangga memang tak punya pilihan lagi. Gadis itu agaknya memang tak mungkin bisa disadarkan lagi. Setelah menghela napas sesak, segera dihampirinya Kala Sakti.
"Bagaimana luka-lukamu?" tanya Pendekar Rajawali Sakti pelan.
"Kurasa aku masih bisa sembuh. Tapi..., Patih dan Panglima tewas di tangan mereka," sahut Kala Sakti, menyesalkan.
"Kurasa kau dapat membantu mereka. Aku akan mengusulkan pada Gusti Prabu agar kau menjadi Panglima Perang Kerajaan Lima Laras!" kata Rangga bersungguh-sungguh.
"Kau sendiri?" tanya Pendekar Lima Lautan.
"Aku adalah seorang pengembara yang tidak suka berada di satu tempat!" sahut Rangga.
Kala Sakti hanya diam saja mendengar ucapan Pendekar Rajawali Sakti. Mereka segera masuk ke dalam istana.***
"Terima kasih atas bantuan yang kalian berikan!" ucap Gusti Prabu Sida Brata penuh rasa haru ketika telah bertemu Pendekar Rajawali Sakti dan Kala Sakti. "Kala Sakti! Biarkan putriku yang merawat luka-lukamu!"
Dengan diantar Putri Sentika Sari, PendekarLima Lautan segera pergi ke ruangan lain untuk diberi pengobatan.
"Sekarang aku mohon pamit, Gusti Prabu!" ujar Rangga setelah Kala Sakti tak terlihat lagi. "Tetapi sebelum aku pergi, sebaiknya Gusti Prabu sudi mengangkat Kala Sakti menjadi panglima kerajaan. Kalau mungkin menjadi mantu sekalian."
Sementara Gusti Prabu Sida Brata menanggapinya dengan sungguh-sungguh.
"Tentu saja aku tidak keberatan. Semula aku ingin menjodohkanmu dengan putriku. Tetapi karena kau berkeras hendak pergi, maka biarlah selain menjadi panglima kerajaan, Kala Sakti juga mendampingi putriku!" sahut laki-laki setengah baya itu.
Rangga tersenyum lega. Sebab apa yang menjadi tujuannya tercapai tanpa menyinggung perasaan Gusti Prabu Sida Brata.***
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
213. Pendekar Rajawali Sakti : Gadis Serigala
ActionSerial ke 213. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.