BAGIAN 5

83 6 0
                                    

"Jagat Dewa Batara...! Itukah Bunga Arum Dalu...?" desah Pendekar Lima Lautan langsung larut dalam kegembiraan.
Rupanya di hari yang masih sangat pagi ini pemuda berjuluk Pendekar Lima Lautan itu secara tak terduga sampai di pinggir tebing, tempat Bunga Arum Dalu yang sedang mekar itu tumbuh! Karena matahari belum lagi kelihatan di langit sebelah timur, maka bunga berwarna merah darah yang hanya setangkai ini masih menyisakan bau harum semerbak.
Semalam Pendekar Lima Lautan juga mencium harum semerbak Bunga Arum Dalu. Makanya, kakinya segera melangkah ke arah sumber bau harum. Kedatangannya hanya berselisih tak lama dengan kedatangan Iblis Pemabuk dan Nini Baji Setan. Jadi diam-diam dia sempat mencuri dengar pembicaraan mereka. Baru setelah itu Kala Sakti melanjutkan pencarian.
Pendekar Lima Lautan langsung memetik kuntum Bunga Amm Dalu, lalu menyimpannya dibalik pakaiannya. Begitu bunga dipetik, beberapa kejap setelahnya, pohon bunga yang menempel pada permukaan batu itu langsung layu. Namun tiba-tiba.....
"Heh?!"
Pendekar Lima Lautan terkejut bukan main dan langsung melompat mundur, ketika tiba-tiba dinding tebing runtuh. Pendekar yang mempunyai nama asli Kala Sakti ini segera berkelebat ke arah bagian dinding batu yang tak runtuh. Namun baru saja mendapat tempat yang aman....
"Pencuri busuk! Kembalikan Bunga Arum Dalu!"
Terdengar bentakan keras yang disertai berkelebatnya satu sosok tubuh ramping ke arah Kala Sakti. Bahkan sebelum pemuda itu berbalik, tiba-tiba telah meluncur serangkum angin berhawa dingin ke arahnya. Kala Sakti tanpa buang-buang waktu lagi segera membuang tubuhnya ke tanah. Namun....
Glaaar...!
"Aaakh...!"
Pendekar Lima Lautan terlambat sedikit, sehingga kaki kanannya sempat tersambar angin pukulan jarak jauh dari sosok ramping yang berkelebat itu. Pemuda ini, menjerit kesakitan. Tubuhnya terhempas. Sedangkan kaki kanannya terasa kaku, seperti ditusuk-tusuk ribuan batang jarum. Sebagai pendekar yang cukup berpengalaman, segera dikerahkannya tenaga dalam ke bagian kaki yang terkena pukulan. Sehingga sebentar saja rasa sakit yang mendera kakinya agak berkurang. Dengan terpincang-pincang Pendekar Lima Lautan bangkit berdiri.
Ketika memandang kedepan, tampak seorang perempuan tua yang tangan kanannya lebih kecil daripada tangan kiri. Demikian pula kaki kanannya. Nenek berambut putih itu selain cacat anggota badannya, juga berbibir sumbing. Namun melihat tenaga yang terkandung dalam pukulannya tadi, tampaknya kepandaiannya sangat tinggi. Dan keangkerannya makin bertambah bila melihat sebuah cambuk yang berujung tengkorak kepala serigala yang melilit pinggangnya.
"Siapa Nisanak ini? Mengapa menyerangku?" tanya Kala Sakti dalam hati.
"Cuih!"
Nenek berbibir sumbing yang berdiri agak miring ke kanan dengan bertolak pinggang ini meludah ke tanah. Karena bibir atasnya sumbing, maka ludahnya pun berhamburan.
"Pencuri sialan! Aku adalah penjaga Bunga Arum Dalu. Sekarang kembalikan bunga itu! Atau kau memilih mati di tanganku!" bentak perempuan tua yang tak lain Nini Sumbing berang.
"Maaf, Nek. Bunga ini tumbuh liar begitu saja. Jadi siapa pun berhak memilikinya. Lagi pula wilayah ini adalah termasuk Kerajaan Lima Laras. Jadi kalaupun ada pemiliknya, maka Gusti Prabu Sida Bratalah yang berhak," jawab Kala Sakti, tenang.
"Keparat! Kau sekarang sedang berhadapan dengan Nini Sumbing tahu?! Jika kau tidak mau mengembalikan bunga yang kau curi, maka aku segera membunuhmu!" teriak perempuan tua itu berang.
"Terus terang. Bunga Arum Dalu saat ini dibutuhkan Gusti Prabu Sida Brata untuk menyembuhkan penyakit. Jadi aku tidak bisa mengembalikannya!" tegas Kala Sakti.
Jawabannya ini jelas-jelas merupakan sebuah penghinaan bagi Nini Sumbing. Sehingga amarahnya tidak dapat lagi dikendalikan. Maka disertai teriakan keras, tiba-tiba saja tubuhnya meluruk dengan jemari tangan terkembang.
Melihat tangan perempuan tua itu mencengkeram ke bagian leher dan matanya, Pendekar Li-ma Lautan menggeser kakinya sejauh tiga langkah ke belakang dengan kepala dimiringkan ke kiri. Dengan begitu, serangan ganas Nini Sumbing meluncur diatas kepala Kala Sakti. Melihat kesempatan baik ini, pemuda berbaju putih itu melepaskan tinjunya ke bagian iga. Serangan kilat ini benar-benar tak terduga. Tidak ampun lagi....
Duuuk...!
"Heegkh...!"
Nenek berbibir sumbing itu terdorong mundur dengan dada terasa sesak dan sulit bernapas. Merah padam wajah Nini Sumbing seketika. Langsung tinjunya dikepalkan. Tangan yang tinggal kulit pembalut tulang itu diputar-putar sehingga menimbulkan suara menderu-deru. Beberapa saat setelah itu, kedua tangan Nini Sumbing telah berubah hitam seperti arang. Lalu tubuhnya yang ramping segera melenting ke udara. Ketika meluncur kembali, kedua tangannya itu didorongkan ke arah Kala Sakti.
Wuussss...!
Seketika selarik sinar berwarna hitam meluncur deras ke arah Pendekar Lima Lautan. Pemuda itu tentu menyadari datangnya bahaya ini. Maka dengan cepat pula tangannya mengibas. Segulung angin kencang menderu disertai menebarnya hawa panas luar biasa meluncur dari kibasan tangan Kala Sakti. Tidak dapat, dihindari kedua pukulan itu akhirnya bertemu di tengah-tengah.
Blam...!
"Aaaukh...!"
Tampak dua sosok tubuh terlempar ketika ledakan dahsyat terjadi. Ternyata Nini Sumbing dengan gerakan manis masih dapat menjejakkan kakinya diatas tanah. Sedangkan Pendekar Lima Lautan tampak terguling-guling sambil muntahkan darah segar. Walaupun begitu, Kala Sakti segera bangkit berdiri. Wajahnya tampak pucat, pertanda luka dalam yang diderita cukup parah.
Sriing...!
Pendekar Lima Lautan segera mencabut sebilah lempengan logam yang panjangnya sekitar dua jengkal berwarna putih keperakan. Dengan kelincahan jarinya, lempeng logam yang ternyata berlapis dua dicentilnya pada lapisan pertama. Sehingga ketika mengembang, bentuknya seperti baling-baling saja. Tanpa banyak bicara lagi Kala Sakti langsung melempar senjatanya ke arah Nini Sumbing. Senjata baling-baling yang mempunyai ketajaman seperti pedang pada keempat sisinya itu berputar dan terus meluncur bagaikan bermata.
Semula perempuan tua ini menganggap enteng senjata itu dengan menghindari seenaknya. Tetapi setelah melihat keganasan senjata yang terus memburunya ke mana pun bergerak, mau tidak mau matanya mulai terbuka. Maka segera diloloskannya cambuk terbuat dari buntut ikan pari yang bagian ujungnya tergantung tengkorak kepala serigala dari pinggangnya. Dan saat itu juga, cambuknya dilecutkan.
Ctar...! Ctarrr...!
Suara lecutan cambuk yang memekakkan telinga mengiringi meliuknya mata cambuk ke arah senjata milik Pendekar Lima Lautan. Namun senjata baling-baling yang dapat dikendalikan dari jarak tertentu ini, tiba-tiba bergerak ke atas. Nini Sumbing terus berusaha meruntuhkan senjata itu dengan lecutan cambuknya.
Ctar! Ctar! Ctar!
"Heh?!"
Dikejar keatas, senjata yang menyerupai baling-baling ini malah meluncur ke bawah menyambar kepala. "Kurang ajar!" maki Nini Sumbing sambil menghindar dengan memiringkan tubuhnya. Namun, tidak urung senjata itu masih sempat menyambar bahunya.
Cresss...!
"Akh...!"
Jeritan keras langsung terdengar dari mulut Nini Sumbing. Bahunya yang tergores senjata baling-baling tampak mengucur darah.
Sementara, senjata baling-baling itu telah meluncur kembali ke arah pemiliknya. Lincah dan mantap sekali Pendekar Lima Lautan menangkap senjatanya.
"Bangsat kurang ajar! Aku tidak akan pernah berhenti sebelum mencincang tubuhmu dengan cambukku ini!" teriak Nini Sumbing.
Tiba-tiba saja perempuan tua itu menerjang ke depan. Sedangkan cambuk di tangannya tampak berputar-putar, lalu meluncur ke depan bagaikan seekor ular yang ingin mematuk mangsa. Serangan cambuk itu datangnya terlalu cepat.
Pendekar Lima Lautan terpaksa membuang tubuhnya ke samping, lalu berguling-guling menghindar. Dan begitu bangkit berdiri segera tenaga dalamnya dikerahkan kebagian telapak tangan. Lalu....
"Pukulan 'Badai Laut Bergelora'! Hiyaaa...!" Disertai teriakan keras, pemuda berbaju putih ini mengibaskan tangan kanannya ke arah perempuan tua itu. Seketika selarik sinar biru meluncur deras ke arah Nini Sumbing. Suasana di sekelilingnya langsung berubah menjadi dingin sekali.
Namun nenek berbibir sumbing itu segera menggerakkan cambuk di tangan disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Dari lecutan itu meluruk angin menderu, memapak serangan Pendekar Lima Lautan. Sehingga....
Glarrr...!
"Huaaakh...!"
Pendekar Lima Lautan kontan terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang. Rupanya sebagian pukulan yang dilepaskannya membalik, karena membentur angin dari lecutan cambuk. Walaupun tubuh kurus nenek itu bergetar, tetapi luka dalam yang diderita Kala Sakti semakin bertambah parah saja.
"Hihihi...! Sebentar lagi ajalmu segera tiba. Hiyaaa...!"
Nini Sumbing tampaknya tak ingin membuang-buang waktu lagi untuk menghabisi pemuda itu. Tubuhnya tiba-tiba melesat ke arah Kala Sakti. Sambil melecutkan cambuk di tangan kanannya, tangan kirinya menghentak ke depan. Segulung angin dingin menebarkan bau busuk meluncur ke arah Pendekar Lima Lautan.
Pemuda itu terpaksa melempar senjata yang berada di tangan kiri untuk menghadang serangan cambuk. Sedangkan tangan kanannya segera mendorong ke depan.
Trang! Blarrr!
"Aaakh...!"
Senjata membentur senjata. Sedangkan pukulan yang dilepaskan satu sama lain beradu pula. Semuanya terjadi dalam waktu yang bersamaan. Kala Sakti menjerit keras. Tubuhnya kontan terjengkang. Sedangkan dari mulut serta hidungnya, telah mengeluarkan darah. Tampak jelas kalau tenaga dalamnya satu tingkat di bawah Nini Sumbing.
"Benar seperti apa yang kukatakan! Kau bakal mati di tanganku!" dengus Nini Sumbing yang hanya terjajar beberapa langkah. Saat itu juga perempuan tua itu kembali menyalurkan tenaga dalam tinggi ke tangannya. Lalu.....
"Pukulan 'Serigala Bermandi Bisa'! Heaaa...!" Dengan teriakan keras, Nini Sumbing mendorong tangan kanannya ke arah pemuda ini. Serangan ini justru yang paling berbahaya. Karena Nini Sumbing melepaskan pukulan beracun yang sangat ganas!
Sinar hitam berbau amis meluncur ke arah Kala Sakti. Pemuda ini hendak menghindar dengan berguling-guling. Namun celaka sekujur tubuhnya sulit digerakkan. Saat itu juga dia merasa sekaranglah ajalnya akan tiba. Matanya sudah terpejam, menunggu ajal menjemput dengan pasrah.
Akan tetapi kiranya Tuhan belum menghendaki kematian Pendekar Lima Lautan ini. Karena pada saat yang sama melesat cepat bayangan putih ke arah Kala Sakti. Langsung disambarnya tubuh Pendekar Lima Lautan setelah dengan kecepatan luar biasa tangannya menghentak ke arah Nini Sumbing.
Wuuut...!
Sinar merah bagaikan bara meluncur ke arah Nini Sumbing. Perempuan tua itu sama sekali tak menduga pukulannya ada yang memapaki. Sehingga dengan mata melotot dia terjingkat kaget. Lalu....
Glarrr...!
"Wuaaakh...!"
Nini Sumbing menjerit keras dan jatuh terduduk ketika benturan keras terjadi. Pantatnya yang tepos menghantam batu sehingga membuatnya menggeliat kesakitan. Selain itu dadanya terasa sakit bukan main. Jalan darahnya jadi kacau. Terpaksa wanita ini duduk bersila, kemudian memejamkan matanya untuk mengerahkan hawa murni. Sementara bayangan putih tadi telah berkelebat, membawa tubuh Pendekar Lima Lautan.
"Inilah yang dinamakan celaka! Segala sesuatunya yang kukerjakan semuanya tidak ada yang benar!" dengus Nini Sumbing ketika telah menyelesaikan semadinya. "Apa lagi alasan yang dapat kuberikan pada Ketua? Lalu siapa yang telah menyelamatkannya?'' Dengan hati diliputi rasa was-was, Nini Sumbing bangkit dan melangkah pergi.

***

Sosok bayangan putih yang telah menyelamatkan Pendekar Lima Lautan terus berkelebat menjauhi Bukit Setan. Dan begitu sampai di sebuah tempat di mana ada seekor kuda hitam berkilat, barulah dia berhenti. Kini, tampak kalau sosok bayangan putih itu adalah seorang pemuda tampan berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung rajawali bertengger di punggung. Siapa lagi pemuda itu kalau bukan Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku harus memeriksa keadaannya!" gumam Rangga. Pendekar Rajawali Sakti lantas menurunkan tubuh Kala Sakti dari atas bahunya. Setelah membaringkan tubuh Pendekar Lima Lautan di tempat yang teduh, segera dilakukannya pemeriksaan.
"Uhuk..., huk... huk...!" Kala Sakti terbatuk-batuk, sehingga membuat darahnya keluar dari mulut.
"Jangan terlalu banyak bergerak, Kisanak. Kau terluka dalam," ujar Rangga, halus.
Pendekar Rajawali Sakti kemudian menempelkan kedua tangannya di dada Pendekar Lima Lautan untuk mengerahkan hawa murni dan tenaga dalam sedikit demi sedikit. Tubuh Pendekar Lima Lautan tampak terguncang. Dari mulutnya semakin banyak saja darah yang keluar. Sampai akhirnya, pemuda berpakaian serba putih itu berusaha duduk. Pendekar Rajawali Sakti menarik tangannya, membantu duduk.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Rangga.
"Sudah agak baikan, Kisanak. Kau telah menyelamatkan aku dari maut. Aku berhutang nyawa padamu!" ucap Kala Sakti.
"Lupakanlah. Oh ya.... Namaku Rangga. Kalau tidak salah, bukankah kau yang bernama Kala Sakti?" tebak Rangga.
Pendekar Lima Lautan tentu saja terkejut. Dia tidak menyangka pemuda berbaju rompi putih itu mengenalinya.
"Bagaimana kau bisa tahu namaku?" tanya Kala Sakti heran.
"Putri Sentika Sari bercerita tentangmu sebelum aku datang ke istananya," jelas Pendekar Rajawali Sakti.
"Bagaimana keadaan Gusti Prabu?" tanya Pendekar Lima Lautan lebih lanjut.
"Kurasa membutuhkan Bunga Arum Dalu untuk menyembuhkannya!" sahut Rangga.
"Kebetulan aku telah berhasil mengambilnya," kata Kala Sakti. Kemudian secara jelas Pendekar Lima Lautan menceritakan tentang usahanya untuk mendapatkan Bunga Arum Dalu. Sampai akhirnya, dia bentrok dengan Nini Sumbing.
"Usahamu sangat terpuji, Pendekar Lima Lautan. Aku akan mengusulkan pada putri agar memberimu jabatan di kerajaan," puji Rangga, tulus.
"Aku bukan orang yang gila harta atau jabatan. Sudahlah.... Sebaiknya kita kembali ke Kerajaan Lima Laras secepatnya!" saran Kala Sakti. Pendekar Rajawali Sakti mengangguk setuju.
"Pergilah kau lebih dulu. Kau bisa mempergunakan kudaku. Lukamu belum sembuh benar," ujar Rangga.
"Dan kau sendiri bagaimana?" tanya Kala Sakti.
"Aku bisa mengikutimu dari belakang. Lagi pula, jangan terlalu memikirkan aku!"
Rangga kemudian segera memapah Pendekar Lima Lautan ke arah Dewa Bayu. Setelah menaikkan Kala Sakti ke atas punggungnya, Pendekar Rajawali Sakti mengusap-usap leher Dewa Bayu.
"Bawa temanku ini ke Kerajaan Lima Laras, Dewa Bayu!"
"Hieeekh...!"
"Graunngg...!"
"Heh?!"
Baru saja kuda hitam itu meringkik, tiba-tiba dari semak belukar bermunculan puluhan ekor serigala. Dewa Bayu kontan berubah liar. Untung Kala Sakti dapat menjaga keseimbangan. Kalau tidak, tentu sudah terlempar dari punggung kuda.
"Cepat tinggalkan tempat ini, Dewa Bayu!" teriak Rangga.
Secepat kilat, Dewa Bayu berlari membawa tubuh Pendekar Lima Lautan. Melihat Rangga dalam keadaan terkepung oleh kawanan serigala itu, sebenarnya Pendekar Lima Lautan jadi merasa tak enak. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa di atas punggung Dewa Bayu yang melesat bagai anak panah lepas dari busur.
Tinggallah Pendekar Rajawali Sakti berada di tengah-tengah kepungan kawanan serigala. Pemuda itu mengedarkan pandangan, mengawasi keadaan sekeliling.
"Hm.... Kalau tidak salah, biasanya bila serigala-serigala ini muncul, tentu majikannya selalu menyertai. Lagi pula mengapa jumlah makhluk ini sangat sedikit? Persetan! Aku harus menghadapi mereka sebelum mereka bergerak mencabik-cabik tubuhku!" desis Rangga.
"Auuung...!"
Serigala yang bertubuh paling besar tiba-tiba saja melolong panjang. Rupanya suara lolongan itu merupakan isyarat untuk menyerang. Terbukti beberapa saat kemudian, kawan-kawannya langsung menyerang dalam waktu hampir bersamaan.
"Auuung...!"
Suara serigala itu terdengar di sana-sini. Mereka menerkam dengan kuku-kukunya yang mencuat panjang. Sedangkan mulutnya yang menganga dengan taring runcing, berusaha merobek-robek tubuh Rangga.
Melihat serangan yang datang, tak ada pilihan lain bagi Rangga untuk segera membuat kuda-kuda kokoh. Kedua tangannya langsung dialirkan tenaga dalam tinggi. Lalu....
"Aji 'Bayu Bajra'...! Heaaa...!" Disertai teriakan keras Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke arah empat mata angin. Seketika dari kedua telapaknya meluruk angin topan berkekuatan dahsyat, menyapu serigala-serigala itu. Begitu kuatnya angin topan itu, membuat debu dan bebatuan beterbangan. Pohon-pohon pun bertumbangan tak tentu arah.
"Ngiikk...!"
Sementara serigala-serigala itu berpelantingan tersapu angin topan ciptaan Pendekar Rajawali Sakti. Di antaranya tewas seketika dengan tubuh hancur, karena menabrak batu atau pohon-pohon yang banyak tumbuh di sekitarnya. Namun yang masih bisa bertahan segera lari terbirit-birit meninggalkan Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga segera menarik napas lega saat tak ada lagi serigala yang menyerangnya. Seraya kemudian segera melangkah pergi meninggalkan tempat itu.

***

213. Pendekar Rajawali Sakti : Gadis SerigalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang