4. Tentang Dia

20.5K 2.2K 23
                                    

Selamat 4.5k! Aku kaget. Masih kaget. Terima kasih semuanya. Ayo ramein yuk mentemen.

===

Seorang lelaki muda berambut pirang dan bermata biru mengerutkan dahinya ketika mendengar apa yang baru saja dilontarkan oleh penasihat kerajaan. Ia memiringkan kepala. Wajahnya menunjukan tanda tak suka.

Kontras dengan wajah tak suka lelaki berambut pirang itu, seorang lelaki lain berambut kecokelatan tampak tersenyum dengan kepuasan.

"Usulan Pangeran Gregory terkait dengan rencana pendudukan Methia sangat bagus. Kita tahu bahwa Methia sedang dalam kondisi terlemahnya sejak dua dekade terakhir. Kita bisa menginvasi mereka." Si penasihat kembali berbicara.

Gregory--si lelaki berambut cokelat yang tersenyum puas tadi--semakin menengok ke arah lelaki berambut pirang sambil tersenyum mengejek. "Rencanamu terkesan seperti anak-anak, Zach."

Zach mengepalkan tangan. Ia menggeleng. "Aku tetap tidak setuju." Ia menengok ke arah seorang pria gagah dengan mahkota di kepalanya. Wajahnya benar-benar memohon. "Aku mohon, Ayah. Menurutku, akan sangat tidak terpuji ketika kita mengambil sesuatu lewat perang dan paksaan. Daripada seperti itu, kita bisa melakukan negosiasi, membeli hasil bumi mereka dengan harga yang lebih murah. Dengan begitu, mereka juga bisa terbantu."

Gregory tampak memutar bola matanya. Ia terlihat tak senang melihat ulah Zach. "Itu karena ibumu berasal dari Methia," sindirnya. "Kamu bahkan memiliki nama Methia. Apa itu... nama dengan 'us' di belakangnya."

Zach terdiam. ia benci ketika kakak tirinya membicarakan asal usul ibunya tersebut. Ibunya memang seorang selir yang berasal dari Methia. Tetapi, bukan artinya, mereka bisa merendahkan sang ibu begitu.

"Gregory, hentikan." Suara berat memecah perkelahian itu. Pria bermahkota yang sedari tadi diam itu menatap tajam kedua puteranya. "Kalian di sini bertindak sebagai kepala strategi perang, bukan sebagai pangeran manja yang berkelahi seperti ini."

Gregory dan Zach sama-sama menunduk. Tak ada yang berani mendongakan kepala mendapat marah seperti itu.

"Kalian berdua keluar dari ruangan ini," usir sang raja.

Gregory dan Zach saling pandang sebelum mengangguk pelan dan keluar dari ruangan tersebut. Tetapi, baru beberapa langkah, Gregory terdengar mendesis kesal. Ia menarik Zach dan melemparnya menghantam tembok.

"Heh, anak selir! Apa kamu pikir dengan terus menerus dibela oleh Ayah, kamu bisa menjadi putera mahkota, hah?" ucap Gregory marah.

Zach menggeleng. "Tidak, sama sekali tidak," ucapnya. "Aku hanya menyampaikan apa yang aku rasa penting dan benar."

"Ya, ya, ya, pangeran paling murah hati, begitu?" Gregory mengejek dengan jengah. "Kamu benar-benar ingin merebut simpati rakyat juga, ya?'

Zach menggeleng untuk kedua kalinya. "Aku sama sekali tak berniat untuk merebut posisi putera mahkota atau apapun namanya darimu, Gregory." Ia berkata kesal. "Aku bahkan tidak peduli dengan itu semua."

"Jangan munafik." Gregory mendecih. Ia mencengkram dagu adik tirinya kesal. "Aku tidak suka siapapun mengganggu rencanaku, Zach." 

"Aku benar-benar tidak ingin menjadi penerus tahta." Zach masih berkata dengan susah payah.

Gregory tersenyum miring. "Kamu terlalu naif, Zach. Ah, bukan. Kamu tidak suka dipanggil Zach. Kamu lebih suka dipanggil  dengan nama Methia-mu. Siapa itu? Ah, ya, Lucius." Si putera mahkota memiringkan "Apa tidak sebaiknya kamu pergi ke Methia, saja dan enyah dari hadapanku?"

LUCIUSERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang