Butterfly-7

1 0 0
                                    

"Semuanya berubah, termasuk perasaanku padamu."
Butterfly

***

"Awangga!"

Awangga yang ingin menuju lapangan itu pun terpaksa memberhentikan langkahnya dan menatap Edgar sang ketua OSIS yang sudah berdiri di sampingnya.

"Gue boleh minta tolong ga sama lo?"

Awangga mengangguk, "selagi gue mampu,"

Edgar tersenyum lega, "gue minta tolong ambilin kertas fotocopy di depan sekolah."

"Kenapa ga elo atau yang lain?"

"Kan yang lain udah stand by di lapangan, tinggal elo aja yang masih di sini. Gapapa kan ya?"

Awangga mengangguk mengiyakan, "fotocopy apanih?"

"Bilang aja fotocopy makalah punya OSIS." jelas Edgar.

"Hm."

"Thanks Ngga, kalau ada guru yang negur elo bilang aja gue yang nyuruh."

"Iya iya Gar." barulah Awangga dapat pergi dari tempat karena ia malas meladeni Edgar yang tipikal nya bossy. Ia pun menuju tempat yang akan ia tuju, untung ada pak Bambang selaku satpam SMA Semesta, ia pun izin kepada beliau, pak Bambang mengangguk memberinya izin.

Setelah diberi izin, Awangga berjalan cepat meninggalkan sekolah menuju tempat fotocopy yang berada di depan sekolah.

Awangga menyelesaikan amanah yang diberikan ketua OSIS dengan baik, setelah mengambil kertas makalah itu ia pun berbalik menuju ke sekolah, namun langkahnya terhenti karena melihat sosok gadis dengan rambut panjang yang terlihat cemas di depan gerbang. Ia perlahan mendekat dan menepuk pundak gadis itu.

"Telat?"

Yang ditanya itu mengangguk pelan.

"Iya Ngga gue telat, lo juga?" tanya Ilza lemas.

"Yakali gue telat, gue cuman ambil fotocopy-an aja." jelas Awangga.

"Lo gamau bantu gue gitu?"

Awangga mengedikkan bahunya acuh, "lo yang telat gue yang repot gitu? Ga ah."

Ilza mengerucutkan bibirnya, "Ngga kalau lo tolongin gue, gue akan balas semua jasa-jasa lo deh, apapun yang lo mau akan gue turutin selagi gue mampu, ayo dong Nggaa..."

Awangga terdiam, ia menimang tawaran yang diberikan Ilza untuknya.

"Oke gue turutin, tapi ada satu hal yang harus lo lakuin."

"Apa?"

Awangga menghembuskan nafasnya panjang, "jadi cewek gue sekarang juga."

Dan ternyata Awangga sudah kehilangan akal sehat nya.

***

"Ya ampun Za, Za. Gue liat dari kemarin nih ya tuh muka kaga ada berubah-ubah nya, lecek mulu kaya duit penjual ikan." Vanila menyambut kehadiran Ilza yang baru datang berbarengan dengan Awangga yang berjalan menuju bangku tepat di belakang Ilza, laki-laki itu hanya ingin mengetahui ekspresi Ilza akibat kegilaannya tadi.

"Lo tumbenan telat?"

"Telat bangun tadi."

Vanila mendelik kearah Ilza, "terus lo ga dihukum tadi?"

"Syukurlah enggak, karena Awangga."

Vanila memicingkan matanya, "Awangga? Emangnya cowok cuek dan cold kayak Awangga nolongin lo?"

Ilza mengangguk.

"Dia bilang kalau gue juga disuruh nemenin dia ambil kertas fotocopy sama Edgar. Dan alhasil gue ga dihukum." jelas Ilza.

"Trus? Yang bikin muka lo lecek gara-gara apa?"

"Dia nyuruh gue jadi ceweknya." bisik Ilza.

"WHAT?!"

Ilza mendelik kesal kearah Vanila lantas gadis itu memberi kode agar diam.

"Sorry, gue spontan. Trus lo nerima gitu aja?"

Ilza menggeleng, "gue minta waktu sama dia, soalnya ini kan tentang perasaan. Ga bisa maksa dong,"

"Tapi ada bagusnya loh, dia nembak lo."

Ilza mengernyit heran, "apa bagusnya?"

"Rafka ga ngejar-ngejar lo kan?"

"Yah tapi gue kan ga suka sama Awangga. Ga bisa di paksain dong, Van..."

Kali ini Vanila tidak memberi masukan, ia hanya mengedikkan bahunya.

****

ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang