"Naomi Amaraloka..."
Arka merebahkan tubuhnya terlentang di kasur dengan kedua lengannya sebagai bantal. Entah kenapa wajah perempuan itu selalu terlihat di pikirannya baru-baru ini. Lenguhan panjang keluar dari mulutnya, Arka memandang langit-langit kamar yang berwarna dongker bermotif bintang dan bulan.
"Lo kenapa sih tiba-tiba hadir di pikiran gue mulu? Bikin gue pusing aja." Arka berdecak sebal dengan wajah yang penuh kekesalan.
"Muak banget gue gini kepikiran cewek aneh itu terus, gila!" Arka mengubah posisinya menjadi duduk dan menggaruk kepalanya kesal.
"Tidur kepikiran lo, makan kepikiran lo, bawa motor kepikiran lo!"
"ARGHHHH" Arka memukul kepalanya berkali-kali untuk menghilangkan bayangan Amara yang menghantui isi kepalanya.
"Bangsat." Arka melempar bantal ke arah dinding meluapkan emosinya yang entah kenapa.
"Gue harus temuin nyokapnya sekarang, biar gak dihantui perasaan bersalah kayak gini terus. Gue yakin pasti gue kepikiran tu cewek aneh gara-gara kejadian waktu itu!"
Arka melompat dari kasurnya menuju kamar mandi untuk mandi, setelah mandi ia bersiap-siap untuk mengenakan pakaian styling favoritnya. Celana jeans hitam, kaos putih dilapisi jaket jeans, namun kali ini ia tak membiarkan rambutnya teracak, Arka menyisir rambutnya sedikit rapi meskipun ragu dengan styling rambutnya itu.
"Seenggaknya gue gak keliatan cowok brandalan di depan nyokapnya, entar malah dikira preman pasar lagi." Dengus Arka sembari menyugar rambutnya ke belakang hingga menampakkan dahinya.
Setelah selesai bersiap, Arka langsung turun dari tangga menuju ruang tamu. Disana terdapat bundanya yang tengah asik menonton televisi, Arka mendekati wanita itu dan menyalaminya.
"Anak bunda udah ganteng gini, mau kemana, nak?" Tanya bunda tersenyum melihat wajah segar Arka.
"Arkana mau kerumah temen, Bun." Jawab Arka lembut dan tersenyum juga.
Bunda memicingkan matanya jahil. "Mau kerumah temen, atau kerumah pacar nih?"
Arka menghela nafasnya. "Kerumah temen kok, bunda... Arkana mana punya pacar."
Bunda terkekeh pelan, ia menunjuk rambut Arka yang tampak sedikit berbeda. "Tumben itu rambutnya rapi, biasanya gak gitu tuh."
Arka menyentuh rambutnya pelan, ia ikut terkekeh. "Hehe, jelek ya, Bun? Apa Arka ubah aja kayak biasanya?"
"Jangan dong, udah ganteng gitu kok. Btw, bunda boleh tau gak? Temen Arkana yang mana satu nih?" Goda bunda semakin mengada-ngada, ia senang menjahili anaknya itu.
Meskipun Arka terkenal emosian, tapi ia akan tetap sabar jika berhadapan dengan bundanya. Bunda adalah pawang api dalam diri Arka.
Arka tampak sedikit bingung, ia mendudukkan dirinya di samping bundanya. Wajahnya yang tampak serius membuat bundanya sedikit gelisah. Tangan lembutnya menyentuh bahu kekar anaknya untuk menenangkan.
"Arkana? Ada apa, nak?"
Arka menatap mata bundanya cukup lama, hingga akhirnya ia kembali menghela nafas panjang.
"Bun, Arkana mau berkunjung kerumah temen Arkana, namanya Amara. Minggu lalu Arkana sama dia sempat salah paham tentang kejadian begal mamanya. Amara mikir kalo Arkana pelakunya, dia marah besar sama Arkana."
Bunda mendengar cerita anaknya dengan seksama, tak ada satu katapun yang terlewati di telinganya.
"Kejadian itu bikin Arkana kepikiran terus sampe gak fokus buat ngapa-ngapain. Dan sekarang Arkana mau ke rumah dia buat ngecek keadaan mamanya dan minta maaf sama dia tentang kesalahpahaman itu."
Bunda mengangguk paham, ia menatap bangga kepada anak lelakinya itu. Meskipun dirinya tahu jika Arkana adalah sosok yang keras kepala, nakal, tapi rasa tanggungjawabnya begitu besar.

KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, BABU!
RomanceArka itu cowok unik, dia keras sifatnya saat berhadapan dengan semua orang. Tapi dibalik kerasnya hati dan wataknya, ada serpihan kaca yang sangat tajam menancap di hati mungilnya, ulah ayahnya sendiri. "Apapun itu masalah yang gue hadapin, jangan p...