05 ✥ Malam Mencekam

38 15 11
                                    

Rencananya, setelah masing-masing orang mendapatkan bagiannya dari tanah milik Sangbum yang berhasil dijual, mereka akan segera pergi dari tempat itu. Sedikit pun tidak pernah terbesit dalam benak untuk berlama-lama walau hanya sehari.

Dalam gelapnya malam yang hanya diterangi oleh tiga buah lilin yang mengelilingi ranjang sepasang laki-laki itu, Jongin tidur menyamping memeluk Sehun, kakinya yang hanya memakai celana pendek sepaha sengaja ia naikkan ke atas tubuh suaminya itu. Suara dengkurannya lirih dan halus, yang biasanya dia suka, namun Sehun justru tak bisa tidur malam ini.

Sepelan-pelan mungkin dia menyingkirkan kaki dan tangan Jongin dari tubuhnya, setelah berhasil dia terduduk dan melepas kaus putihnya. Sehun melihat ke sekeliling kamar Jongin yang sudah lama tak laki-laki itu tempati, merasa ada yang aneh, hawanya begitu panas bahkan setelah diguyur hujan seharian. Ditambah malam ini listrik kembali padam sementara baterai ponselnya tinggal 10%.

Berusaha mengabaikan rasa tak nyamannya, Sehun kembali memposisikan tidurnya di samping Jongin, kali ini dia tidur menyamping untuk memeluk suaminya itu—

“Aish!”

Sehun hampir terlonjak ketika Jongin tiba-tiba membuka matanya hingga menjadi putih dengan lidah terjulur.

“Hehe, maaf, kagetan banget sih jadi orang.” Jongin mencubit lengan Sehun main-main. “Udah-udah ini cuma Cintamu, kok. Cup-cup-cup.” Kemudian dia tertawa cekikikan.

Sementara Sehun masih ngos-ngosan, dia melirik Jongin yang cekikikan. “Senang, ya, berhasil bikin kaget?” kesalnya.

“Kan, udah minta maaf.” Jongin memanyunkan bibirnya imut, bagus, ini cara jitu meluluhkan hati Sehun.

Sehun tersenyum jail. “Bukan kayak gitu minta maaf yang benar, dasar anak nakal, sini aku ajarin cara minta maaf yang benar.” Sehun menelusupkan tangannya ke balik baju Jongin, membuat laki-laki itu memekik kaget sekaligus senang. Melihat Sehun yang tak memakai baju sudah cukup membuat Jongin merasa terangsang.

Sehun duduk di atas perut Jongin, dia tersenyum yang dibalas senyuman oleh suaminya itu, dia lalu mendekatkan wajahnya dengan mata tertutup, samar-samar merasakan embusan napas Jongin di wajahnya, lalu sepasang bibir itu menyatu—BRAKK!

Sehun refleks melepaskan ciumannya dengan Jongin. Embusan angin kencang membuka jendela kamar Jongin yang tepat berada di atas kepala mereka, samar-samar terdengar suara kucing berkelahi.

“Aku kaget,” ujar Jongin yang sudah duduk sembari memegang jantungnya yang berpacu.

“Aku tadi, ya, kayak gitu,” balas Sehun melihat ke luar jendela.

Jongin menggaruk kepalanya merasa bersalah, dia lalu penasaran dan ikut mengintip apa yang dilihat Sehun. “Lagi lihatin apa, sih?” Jongin merangkul Sehun dari belakang. Lalu dia melihat sepasang kucing sedang berkelahi. “Itu mereka lagi kawin? Kamu mau ikutan kawin lagi kayak mereka juga gak, Hun?”

Sehun terkekeh dan mencuri ciuman dipipi Jongin. “Dasar kamu, ya.”

Semuanya baik-baik saja sampai dagu Jongin melepas dengan bertumpukan bahu Sehun. “Tapi, Hun, aku sedih, deh.”

“Sedih kenapa?” Alih-alih menutup jendelanya, Sehun justru asyik memandangi bintang-bintang yang tertutup awan kelabu dengan Jongin yang bergelayut manja di belakangnya.

“Kalau ternyata bagian warisanku cuma sedikit gimana? Kita gak jadi punya anak, dong?” Jongin tahu, dia dan Sehun bukan dari keluarga berada, pekerjaan mereka juga gajinya hanya pas-pasan.

“Gak jadi dalam waktu dekat, Ninie.” Sehun berbalik dan meraih dagu Jongin agar menatapnya. “Kita bisa nabung lagi nanti, lagipula program bayi tabung kan gak mudah, selama itu kita bisa belajar jadi orang tua dulu. Terus kita juga perlu nabung untuk masa depannya nanti. Perjuangan masih panjang, semangat.”

FAMILY WARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang