(Rifki's POV)
"mamam na ditini aaa~"
Gue memandang adek gue yang baru berumur 2 tahun ini dengan pandangan aneh dan shock. Nah, bagaimana gak shock coba? Dia ngomong apa gue gak tau sama sekali.
Sambil memegang sendok bayi, gue memandang Rifal -adik gue dengan pandangan tak percaya.
"Kak! Mamam na ditini! Aaaa!!" oke. Gue makin bingung tu bayi ngomong apaan sambil tunjuk-tunjuk kursi disebelah kirinya.
Menghela napas, menaruh kembali sendok bayi ke dalam mangkuk bubur lalu menggaruk rambut gue dengan frustasi "Dek, lo ngomong apaan sih? Gue gak tahu!" ujar gue dengan sedikit kesal. Nah, lagian, gue udah rapi begini pake seragam mau berangkat sekolah disuruh bunda buat nyuapin si Rifal, katanya lagi tanggung memasak di dapur -begitu kata bunda. Jadi, gue yang gak ada pengalaman sekali dengan bayi, disuruh nyuapin bayi. Meski Rifal adek gue, gue baru pertama kali ini disuruh beginian.
"Kaaaak!!!" Rifal mulai berteriak. Menendang-nendang dibawah meja dan dia frustasi gak bisa turun dari kursi bayinya.
"Iya... tapi kakak gak tau kamu ngomong apaan dek."
"Kak Rifki bego nih." Segera saja gue cari sumber suara yang dengan entengnya menghina gue di pagi yang cerah ini. Adin. Adik pertama gue, yang lagi sibuk mengepak perlengkapan sekolahnya masih sempat menghina kakaknya sendiri.
"Coba lo ngomong lagi?"
Selesai membereskan perlengkapan sekolahnya kedalam tas, Adin berjalan ke meja makan. Lalu kedua tangannya terlipat di depan dada dengan gaya sok dewasa.
Tunggu!
Dia belajar dari mana coba gaya seperti ini?
"Kak Rifki... Rifal bilang, kak Rifki duduknya di sini," Adin menepuk kursi yang berada di sebelah kiri Rifal, "Kakak disuruh pindah duduknya sama Rifal."
Gue menaikkan sebelah alis gue? Masa sih? Adin ngerti omongannya Rifal? Kok aku enggak ya?
"Emang bener Rifal ngomong begituan?" gue memandang Rifal dengan wajah penasaran. Mungkin ni balita kagak ngerti omongan gue, tapi ternyata -gue terkejut sedikit -Rifal ngangguk sambil ngomong 'Iya' dengan keras. "Kok Rifal Cuma fasih ngomong 'iya, kak, sama Mama, sih?"
Gue heran, padahal Rifal udah berumur 2 tahun, tapi kok belum lancar ngomong? Saat gue tanya ke bunda apa Rifal punya kelainan atau apa, bunda malah langsung membetak gue.
"Bayi itu tumbuh kembangnya beda-beda. Ada yang jalan dulu baru bisa ngomong, ada yang bisa ngomong dulu baru bisa jalan. Dan kasus adikmu itu jalan dulu dan bisa ngomongnya telat."
Begitu kata bunda gue dengan lantangnya menjelaskan hal itu ke gue. Seakan-akan dia lagi memberi bekal buat gue yang mau punya anak.
Hah! Anak?
Gue terkekeh mengingatnya. Entahlah. Gue bisa punya anak apa enggak.
Setelah gue mencoba lupain Dave, jalur seksual gue masih diragukan. Apa gue tertarik ke cowok seperti sebelumnya, atau gue kembali ke kodrat gue untuk mengencani cewek, menikah dan punya anak.
Opsi kedua memang tanpa hambatan, tapi gue belum pernah tertarik pada cewek manapun karena memang Dave yang dari awal udah menarik sepenuhnya hati gue.
Dan sekarang, ketika gue sedang berusaha untuk mengalihkan perhatian gue dari Dave, tak ada seseorang yang bisa ngalihin perhatian gue.
Gue bahkan udah baca banyak referensi dari internet bagaimana cara untuk move on. Jangan ketawain gue. Gue tau lo pada bilang gue norak dan lebay. Tapi yah... memang move on itu sulit kan? Cara yang cepet ya harus cari someone. Syukur-syukur pedekate sama seseorang, malah beneran cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girlfriend Or Boyfriend? (Love You More book II)
Teen FictionSetelah merelakan cinta pertamanya untuk bersama dengan orang lain, Rifki Alvin Pratama berusaha untuk move on dari Dave, sahabatnya sekaligus cinta pertamanya. Namun, ia bingung atas jalur seksualnya setelah melupakan cinta pertamanya yang dulunya...