Seorang pria dewasa berumur dua puluh tujuh tahun dengan setelan kemeja dan celana kain yang tersetrika licin berlari dengan wajah panik luar biasa di lorong rumah sakit. Gerah karena keringatnya yang kini mulai muncul, ia renggangkan ikatan dasi pada kerah lehernya agar ia bisa bernapas lebih lega karena pasokan oksigen yang ia butuhkan untuk berlari.
Sepintas, ia dilirik puluhan pasang mata pengunjung, pasien bahkan perawat rumah sakit itu yang melihatnya masih berlari tanpa suara di koridor rumah sakit itu.
"Maaf pak, anda tidak boleh berlarian di rumah sakit –"
"Tapi saya sedang buru-buru." Pria dengan wajah tampan itu memotong ucapan seorang perawat laki-laki yang menghalangi larinya. Napas pria itu memburu karena lelah sebahis berlari dan rasa khawatir yang sedang ia rasakan.
"Tapi pak –"
"Halah! minggir kamu!" dan pria itu kemali erlari. Dan saat ada papa berwarna hijau menunjukkan arah kemana ruang bersalin itu berada, ia segara belok ke kiri. Dan tidak lama kemudia, ia melihat dua waita paruh baya yang sedang memasang wajah khawatir, dan satu pria paruh baya yang sedang duduk untuk berdoa.
"Ibu!" seru pria itu.
Kedua wanita paruh baya itu menoleh melihat siapa yang memanggil.
"Rifki, nak!" salah satu dari wanita paruh baya itu menghambur ke arah pria muda itu.
"Ibu, dia –"
"Istrimu ada di dalam, nak. Temani dia selama proses persalinan."
Kedua mata pria yang bernama Rifki itu melebar, "Ana beneran mau lahiran sekarang?"
"Astaga Rifki," kali ini wanita paruh baya yang lain yang berbicara, "tentu saja. Cepat masuk ke dalam. Bunda tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertama bunda."
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Rifki mengangguk dan segera berlari ke ruang bersalin, dimana ia langsung menemukan seorang –yang mungkin diketahuinya adalah bidan.
"Anda suami dari ibu Ariana?"
"Benar. Tunggu! Ana mau lahiran secara normal tanpa sesar?"
"Iya. Jika secara sesar, mana mungkin saya disini, pak."
Lalu Rifki terlihat khawatir saat ia mendengar suara teriakan istrinya dari dalam.
"Boleh saya ke dalam?"
"Tentu. Dukungan anda saat proses bersalin membuatnya lebih kuat. Mari, pak."
Dan saat Rifki membuka gorden berwarna biru yang ada di ruangan itu, terlihatlah wanita yang sedang terbaring lemah dengan kucuran keringat dan air mata yang mengalir di wajahnya. Membuat wanita itu terlihat kacau –namun dimata Rifki, istrinya itu terlihat cantik.
"Ana..." panggilnya lirih.
Wanita itu menoleh ke samping. Dan segera ia tersenyum melihat suaminya telah berada disampingnya. "Rifki..."
Rifki segera memegang tangan istrinya dengan lembut. "Bertahanlah."
"Bu Ana, ini sudah pembukaan ke delapan. Diusahakan ibu harus tarik napas dalam-dalam n hembuskan secara perlahan, kepala bayinya hampir terlihat. Ayo bu dorong lagi." Ucapan bidan itu membuat Ana tersentak.
"Rif, aku tidak bisa... ini sakit sekali."
"Ayolah, Na. Ini demi anak kita. Anak pertama kita. Ayo kau harus dorong bayi kita keluar –"
"BRENGSEK! GUE SAKIT BANGET BEGOO –ARGGHHH"
"EKHHHH –" Rifki langsung tercekik saat istrinya menarik dasinya seraya berteriak karena berusaha mendorong bayinya keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girlfriend Or Boyfriend? (Love You More book II)
Teen FictionSetelah merelakan cinta pertamanya untuk bersama dengan orang lain, Rifki Alvin Pratama berusaha untuk move on dari Dave, sahabatnya sekaligus cinta pertamanya. Namun, ia bingung atas jalur seksualnya setelah melupakan cinta pertamanya yang dulunya...