Ch. 11 : Jatuh Suka

119 14 3
                                    

🎶 Close - Scrubb 🎶

It might be because you happened to meet me
It might be because we happened to stay together
Because you still have never figured out how things are
And I've never understood if it must stays like that

☆☆☆

Hari jumat.

Tidak terasa, dua minggu yang kemarin masih semua orang hitung mundur, kini sudah berada tepat di bawah kaki. Semua panitia telah sibuk bergerak kesana-kemari layaknya sebuah setrika pakaian, memastikan ulang segala perlengkapan dan rundown untuk acara sebelum para peserta makrab tiba beberapa menit lagi. Hari sudah hampir menjelang siang, yang beri tanda mahasiswa dan mahasiswi baru akan mulai berdatangan ke area parkir fakultas. Karena acara inti tidak dilaksanakan di kampus, mereka menyewa sekitar enam sampai tujuh bus pariwisata ukuran sedang untuk angkut semua orang ke penginapan yang telah disewa.

Arka berjalan santai dari arah parkiran motor dengan seorang anak buah di kirinya, perjelas kembali koordinasi yang harus pemuda itu sampaikan pada anggota lain sebelum mereka sampai di depan bus. Si tangan kanan beri angguk singkat dan segera berlari mencari teman-temannya, sementara pemuda yang khusus hari ini tanggalkan almet abu ciri khasnya itu menerima tepukan di bahu oleh Sang Sahabat dari belakang.

"Baru sampe lo?" tanya Jafin dengan alis terangkat santai.

"Yoa bro," jawab Arka, mengangguk kecil, "abis nitip kunci motor sama Hesa."

"Aman gak tuh? Ntar dipake balapan lagi sama dia," Vanya yang muncul dari balik bahu Jafin bersedekap di depan dada sambil tatap khawatir Si Jangkung.

Arka mengedikkan bahu tak acuh, "Biarin aja. Kalo rusak kan dia yang gue suruh bengkelin sendiri. Ntar gue telpon sepupu gue, suruh sekalian mahalin biar kapok."

Kedua sahabatnya terkekeh pelan, sudah maklum dengan tindak-tanduk Hesa yang selalu tak jera cari ribut dengan pemuda berkaos hitam tersebut. Padahal pemuda yang katanya "sudah berpawang" itu terhitung sebagai orang dari keluarga sangat mampu, apapun yang ia butuhkan tentu bisa terpenuhi dengan mudah. Namun, entah apa alasannya, manusia super ceroboh tersebut selalu meminta atau meminjam barang-barang milik para sahabatnya hingga tempatkan diri sendiri dalam posisi sulit untuk ganti berbagai kerusakan.

"Trus," Vanya lempar isyarat dagu ke tubuh Arka, "Lu serius cuma pake itu doang? Kita acara hampir 24 jam full, lumayan dingin kalo malem."

Lawan bicaranya lempar senyum miring, "Santai. Siang 'kan masih panas, jadi kaosan dulu. Jaket mah bawa di tas. Aman sentosa, Ibu Komandan."

Tepuk nafsu lengan Sang Sahabat, Vanya menggeleng lelah selagi Arka berteriak kesakitan.

"Bunda, sakit loh tangan anakmu ini. Lupa kalo anak bunda lagi pemulihan hah?" protes pemuda jangkung di sebelah Jafin, buat gadis di seberang sana hela napas kasar.

"Cedera juga lo sendiri yang bikin, kenapa juga gue harus meratiin pundak atau tangan mana yang sakit. Salah siapa ngadepin begal sendirian!?"

"Hm, setuju. Gue juga udah lama mau ngomongin ini. Kita sama-sama koor, pulang selalu hampir barengan —yang artinya, posisi kita berdua gak segitu jauhnya buat sekedar ditelpon dan diminta bantuan buat ngadepin preman itu. Kenapa lo malah nekat banget ngelawan mereka, yang posisinya berdua, sendirian. Ngerasa udah jago? Udah nguasain ilmu kebal? Nyawanya banyak? Lo beruntung cuma cedera pundak sama pinggang, kalo sampe ilang nyawa gimana? Dipikirin gak?"

Oke, kali ini Arka hanya bisa menatap liar ke segala arah sebelum menunduk pelan. Jika Vanya yang berceramah, ia akan dengan senang hati tak dengarkan dan pergi begitu saja lewati gadis yang memang terkenal dengan sifat cerewet dan overprotectivenya itu. Tapi Jafin? Bahkan ia yakin 100000% bahwa ini adalah kalimat terpanjang yang pernah Sang Sahabat ucapkan dalam setahun terakhir.

Give Me Your Forever || SoobjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang