Bab 10

112K 12.8K 397
                                    

Moran berkeringat dingin dalam duduknya, bahu pemuda itu terasa berat karena kepala seseorang yang bersandar disana. Situasi ini sangat canggung karena sebelumnya mereka tidak pernah sedekat ini jika bukan karena angkutan umum yang begitu ramai hingga mereka duduk berhimpitan, Moran tidak akan mengizinkan gadis ini mendekatinya.

Altheya adalah pacar dari seseorang yang ia kagumi dan tentu saja gadis cantik dengan pakaian glamor itu membencinya dirinya hanya karena ia tidak sekaya Delta atau lebih kejamnya, ia miskin. Padahal keluarga Moran tidak se-miskin itu, ia memiliki Ibu yang membuka Kedai Kelontong dan Ayahnya seorang PNS, yah kehidupan mereka sederhana dan biasa-biasa saja.

"Hm, kepala lo bisa minggir gak?" tanya Moran.

Altheya menggelengkan kepalanya, gerakan itu tentunya membuat Moran tersentak. "Ramai, dan orang sebelah gue ketek nya bau banget." Sebenarnya ia hanya modus.

Moran melihat seorang bapak-bapak yang duduk di samping Altheya, pria tersenyum miring dari balik punggung Altheya tangannya bergerak dan mencengkeram keras tangan Bapak-bapak yang bersembunyi di balik pinggang gadis itu. "Wah ada semut." Senyum manis namun tenaga yang ia keluarkan cukup besar hingga membuat bapak-bapak itu ketakutan sendiri.

"Ber-berhenti!" Bapak-bapak itu turun dari angkutan umum tanpa melihat ke belakang.

Altheya bertepuk tangan. "Hebat." Padahal dulu ia tidak sekuat itu. "Kamu berlatih sesuatu? Lengan kamu juga sangat berotot." Dia menekan-nekan lengan Moran.

Moran geser menjauh, sejauh mungkin agar gadis itu tidak dekat-dekat dengannya. "Iya, Kakek gue punya Dojo Taekwondo."

"Benarkah? Aku ikut boleh?" Altheya tersenyum ramah. "Aku juga ingin berlatih agar bisa melindungi diri dari orang Mesum."

"Boleh aja sih, tinggal daftar." Moran menggaruk tengkuknya.

"Nomor Dojo nya berapa?"

Moran menyebutkan beberapa angka dan Altheya mencatatnya, setelah itu mereka turun dan Altheya masih setia mengikuti Moran dari belakang. Awalnya Moran bersikap biasa saja, mungkin gadis ini memiliki urusan di Kota tapi, semakin lama semuanya semakin ketara Altheya mengikutinya ke Cafe tempat ia bekerja bahkan gadis itu duduk disana hingga malam hari.

Memesan Cappucino berulang-ulang.

"Moran, tuh cewek lo yah?" tanya rekan kerjanya, dia seorang mahasiswa.

"Bukan," jawab Moran, sebentar lagi shift-nya akan selesai.

"Terus kenapa dia pelototi lo sejak siang sampai sekarang, kalau bukan karena bayangan di jendela gue pikir dia setan."

Moran setuju.

"Lo ada utang sama dia?"

"Engga anjir." Dia bukanlah tipe seseorang yang suka berutang.

Bel Cafe berbunyi suara beberapa orang menarik perhatian Moran, laki-laki itu melambaikan tangan pada Delta yang baru datang bersama teman-temannya. Moran mencuci tangannya dan berjalan mendekati mereka, seperti biasa laki-laki itu selalu bersinar di manapun ia berada.

"Shift lo kapan selesai?" tanya Delta.

"15 menit lagi." Moran memberikan Kopi Hitam kepada Delta.

Delta mengangguk. "Oke, kita tunggu."

"Anjing."

Luca menatap Vergo yang tiba-tiba mengumpat. "Kenapa lo?"

Vergo menunjuk seorang gadis yang sedang menatap mereka dari sela-sela rambutnya. "Itu Manusia kan?"

"Jelas lah, lo pikir apa?" ketus Luca namun semakin diperhatikan ia seperti kenal siapa itu. "Eh itu yayang gue!"

Crazy (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang