Nampak sesuatu di jemuran

408 35 10
                                    

// Rumah Kepala Desa

Savas terbangun dari tidurnya dan disambut dengan aroma kue-kue yang sangat enak dari ruang tamu. Pak Kades menyapa Savas dan mengajaknya sarapan, Savas menolak dan bilang kalau dia ingin mandi dulu. Tapi karena Bu Kades sedang memakai kamar mandi, Pak Kades mengantarkan Savas ke sebuah pancuran air alami di belakang rumah. Ada Kolam kecil dengan aliran air gunung yang mengalir dari bambu yang dicolok ke tanah.

"Makasih pak"

"Oke, nak Savas mandi ya" Pak Kades meninggalkan Savas.

Savas melihat sekeliling. Hanya ada pepohonan dimana-mana, ada pagar kayu di sekitaran pekarangan pak Kades dan sepertinya aman. Dia buka pakaiannya dan hanya menggunakan celana dalam lalu mandi di segarnya air pegunungan itu. Dengan sabun dan sampo herbal produk lokal yang Pak Kades berikan, Savas membuat tubuhnya berbusa dan aroma dari produk-produk zaitun itu membuatnya merasa sangat nyaman.

Bug, terdengar suara sesuatu jatuh dan Savas menghentikan mandinya. Dia melilit handuk di pinggang dan melirik sekeliling. Tidak ada apa-apa selain pepohonan dan sosok Anusasana kepala buntung yang berdiri belakang Savas. Savas lanjut melepas celana dalamnya dengan handuk terpakai dan berjalan masuk ke dalam kamarnya untuk ganti baju.

"Nak, baju kotornya taruh saja di ember depan kamar mandi. Biar nanti ibu cucikan" ucap Bu Kades yang sedang menumis sayuran.

"Baik Bu"

"Wah, bagus ya badan nak Savas. Kaya anak saya lo badannya" puji Pak Kades.

"Hehehe makasih pak" Savas masuk ke kamar nya lalu memakai pakaian sehari-hari yang nyaman.

Savas berkaca dan bersisir, ada kepala Satrio di meja tapi Savas berusaha mengabaikannya dan fokus bersisir. Savas memakaikan salap luka untuk tangannya sambil melihat Satrio berdiri didepannya sambil memegang kepala.

"Kau mengabaikanku" 

Savas menoleh keluar jendela kamarnya dan melihat sosok wanita sedang menjemur baju. Savas tahu itu bukan manusia. Wanita itu mengunakan kebaya dan bawahan kain batik yang tampak merah, bukan merah batik, tapi merah darah yang mengalir turun ke tanah berumput.

Savas mengambil buku dan berusaha menggambar sosok itu dengan pensil. Lalu saat dia kembali melirik luar kamar sosok itu hilang. Savas membalik badan dan Satrio berdiri di depannya, dengan singlet kotor, celana jeans lusuh, dan leher yang busuk.

"Jangan sampai aku lakukan ritual pengusiran untukmu" ucap Savas, sosok Satrio menghilang sesaat.

Savas membuka buku catatan ide novel barunya. Dia menulis beberapa point lalu titik darah menetes dari atas dinding rumah. Menetes ke bukunya dan kelihatan sangat kental.

Ini gangguan, jangan terpacing, jangan terpancing. - Pikir Savas dan berusaha tidak berekasi

 Dia memejamkan mata, menarik nafas, dan tidak ada darah di bukunya saat dia mulai tenang.

Krekk, di langit-langit kamarnya terdengar suara garukan.

Jangan lihat atas, jangan lihat atas. Abaikan saja.

Savas berjalan keluar kamarnya dan duduk bersama pak kades di ruang tamu. Dia makan kue dan minum kopi, berbincang, dan membahas mengenai sejarah desa. Dari cerita pak Kades desa itu seolah desa normal. Tapi Savas jelas tahu ada yang tidak biasa disini. Biasanya dalam satu desa hanya ada 1 Anusasana, bahkan di kota besar tidak lebih dari 5 Anusasana yang bisa Savas temui. Tapi didesa ini ada 3 Anusasana dan semuanya memiliki energi yang sangat kuat.

Bu kades keluar membawa pepes ikan yang baru saja dimasak.

"Wow mantep nih buk" Pak Kades membuka bungkus daun di pepes itu.

ANUSASANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang