𝑬𝒑𝒊𝒔𝒐𝒅𝒆 ١٩

771 109 9
                                    

Vote dan comment adalah bukti kalian menyukai dan mendukung karya seorang penulis.

Semua orang punya jam, tapi semua penulis punya waktu sampai rela begadang hanya untuk melanjutkan ceritanya ditengah-tengah kesibukan kuliah dan kerja.

⭐⭐⭐⭐⭐

Aran menarik gagang pintu ruang tamu bersamaan dengan sosok Chika yang berdiri di depannya.

Hei!

Alih-alih menanggapi, laki-laki itu malah memalingkan muka, membuat jantung Chika mendesir perih, serasa diiris tipis-tipis.

Di luar banjir, aku numpang di sini dulu, ya,ujar perempuan itu pelan dengan muka pucat tanpa riasan make-up. Aku janji, paginya aku langsung pulang.”

Aran tak berkata apa-apa. Dia hanya memberi izin isyarat dengan membiarkan pintu apartemennya terbuka lebar, setelahnya dia langsung bertolak menuju pantry.

Chika mengunci pintu utama, kemudian menyeret langkah perlahan, mengikuti kekasihnya yang kini menenggak sebotol air mineral dari dalam kulkas.

Setelah merenung lama di samping meja bar, perempuan itu akhirnya memberanikan diri. Dia maju beberapa langkah, mendekap erat dada kekasihnya dari belakang, sesaat setelah Aran melempar botol kosongnya ke tempat sampah.

Kalo aku salah, tolong ingatkan aku. Jangan cuma diam membisu, kemudian mencari nyaman yang baru.”

Menyadari kekasihnya hanya diam tanpa reaksi, Chika pun meloloskan pelukannya dan berlalu pergi.

Aran yang ditinggalkan seorang diri yang hanya bisa menutup mata, dia menyesali semuanya.

Ica, tunggu!

Laki-laki itu berbalik dan mengejar kekasihnya, tetapi sayang Chika yang telanjur kecewa, refleks menutup pintu kamar mandi.

Perempuan itu berdiri di balik pintu, menahan gedoran. Punggungnya perlahan merosot, bersama dengan bulir air mata membanjiri kedua pipinya. Di lantai dia meringkuk dan menangis sesunggukan.

Seminggu ini, Chika menahan perih akan sikap dingin Aran terhadapnya. Perempuan itu tak paham, mengapa kekasihnya itu bisa memiliki pikiran buruk dan menuduhnya yang bukan-bukan. Padahal, selama ini, Chika tak pernah berhenti mencintai Aran.

Ca, buka pintunya! Please, maapin aku. Kamu gak salah, emang aku yang terlalu posesip!

Semakin sering Aran meminta maaf, kian kuat pula isak tangis Chika yang terdengar.

Beberapa saat kemudian, perempuan cantik itu keluar dari bilik kamar dengan mata sembab. Hidungnya mengeluarkan air, membuat pernapasannya menjadi tersumbat.

Dengan baju tidur berwarna merah jambu, Chika segera menarik selimut dan berbaring membelakangi Aran yang kini duduk di tepian ranjang, sambil terus memperhatikan detail gerakan yang dia lakukan.

Aran menghela napas, kini balik dia yang merasa terabaikan. Segera dia mencopot selopnya, lalu memasuki selimut yang sama dengan Chika.

Maap,” bisiknya seraya melingkarkan tangannya di perut Chika. Aku kayak gini, karena aku takut kehilangan kamu.”

Sesekali dia mengecup mesra pundak kekasihnya yang masih bergetar menahan tangis. Jangan nangis lagi, ya, hati aku sakit liat kamu kayak gini.

RAHASIA CHIKA 2 (Chikara, Vikuy, Shahra) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang