𝑬𝒑𝒊𝒔𝒐𝒅𝒆 ٤١

973 101 42
                                    

ᴬᵏᵘ ᵗᵉʳᵗᵃʷᵃ ᵖᵉʳⁿᵃʰ ᵐᵉⁿᵃⁿᵍⁱˢⁱᵐᵘ.
ᵀᵃᵖⁱ ᵃᵏᵘ ˡᵃⁿᵍˢᵘⁿᵍ ᵐᵉⁿᵃⁿᵍⁱˢ,
ᵏᵉᵗⁱᵏᵃ ᵐᵉⁿᵍⁱⁿᵍᵃᵗ ᵖᵉʳⁿᵃʰ ᵗᵉʳᵗᵃʷᵃ ᵇᵉʳˢᵃᵐᵃᵐᵘ.

❦ ❦ ❦

Hujan pagi bulan Maret jatuh ke bumi menemani air mata Chika. Pada paginya yang gelap, dingin dan lembab dititipkannya kesunyian oleh nyanyian perpisahan.

Pagi itu, tidak perlu lagi dia mengecek WhatsApp. Sebab, memang tidak akan ada lagi ucapan selamat pagi atau permintaan maaf, karena tidur duluan tanpa pamit.

Bantal dan guling menampung semua air matanya. Menyisakan bekas-bekas bulatan kecil yang belum sepenuhnya mengering.

Perempuan itu menatap jauh keluar jendela, tidak melihat apa-apa. Dia termenung dan melamun tidak memikirkan apa-apa lagi. Hujan yang kian deras itu berhasil membuatnya lupa akan amarah lalu.

Kini, dipenuhinya pikiran dan hatinya dengan rindu dan sayang yang kini tak lagi bertuan. Disiraminya tangkai yang pucuk dan bunganya telah gugur berjatuhan. Pagi semakin gelap, lalu rintik sendu kembali mengalir di pipinya.

Mereka berpisah bukan untuk mengembalikan keadaan yang telah lalu. Namun membentuk sebuah keadaan baru yang walau tampak sama dengan sebelumnya. Akan tetapi, kesannya telah jauh berbeda.

Kepergian dan jarak yang Aran bentuk dengan Chika bukan tanda kelemahan darinya. Bukan pula sebab marah dan bencinya laki-laki itu dengan perpisahan ini.

Jarak dan kepergian Aran adalah penghormatan terakhir yang bisa dia lakukan untuk menghargai dirinya sendiri, juga hal-hal lain yang akan datang setelahnya pada hidup mereka berdua.

Dia tahu, bahwa sebuah kenangan tidak akan pernah benar-benar terhapus dari diri seseorang. BBulila kita begitu mencintai seseorang. Perasaan itu tidak akan pernah mati. Rasa itu hanya berubah bentuk menjadi kenangan, menjadi semangat, atau menjadi kebijaksanaan.

Namun, Aran percaya. Bahwa, mereka bisa mengubah kenangan manis, menjadi sekedar ingatan biasa. Yang muncul hanya untuk memberitahu, bahwa mereka pernah melewati jalan takdir itu. Bukan lagi menjadi hal yang dapat menggugah perasaan.

Apalagi, saat ini Chika sudah memilih belajar mencintai suaminya. Dan bukankah cukup egois mengatakan, bahwa dia harus bersikap biasa saja demi menjaga perasaan Chika yang bukan lagi miliknya?

Walau Chika memberikan senyum, Aran tahu, itu bukan lagi senyum kekasihnya. Walau dia beri tatapan itu. Namun, Aran yakin, itu bukan lagi hanya untuk dirinya. Mereka hanya saling memberatkan diri dengan menganggap sikap seperti itu adalah pilihan paling dewasa.

Justru, inilah proses pendewasaan untuk mereka saling merelakan. Sesuatu yang menyadarkan bahwa, tidak ada yang akan kembali seperti biasanya, setelah perpisahan ini.

Memang menyakitkan, jika kesimpulan dari semua ini adalah seperti itu. Akan tetapi, begitulah yang seharusnya terjadi.

Saat ini, antara mereka berdua sudah tidak ada lagi kepentingan apa-apa. Sudah tidak ada lagi tuntutan Aran harus membawa diri seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa antara mereka berdua. Dan tidak terasa ..., banyak hal ternyata telah berubah dengan begitu cepat.

Semua hal yang dulu terlewati biarlah menjadi lembaran-lembaran takdir yang tidak perlu mereka buka kembali, terlalu sering. Cukup membalik halaman sekedar untuk mengambil beberapa pelajaran kecil dari hal-hal yang akhirnya tertulis GAGAL.

RAHASIA CHIKA 2 (Chikara, Vikuy, Shahra) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang