7

362 28 1
                                    

Dari dulu Nera tidak pernah bosan memandang lelaki yang terlelap di depannya. Ketika lelaki itu tidur, Nera bisa puas memandang dengan penuh cinta. Namun, jika mata itu terbuka, Nera selalu memposisikan diri sebagai adik.

Pagi ini, pagi yang membahagiakan bagi Nera. Bangun tidur mendapati wajah tampan Dave. Semalam Nera meminta Dave untuk bercerita. Dia memang sengaja melakukan itu mengingat sempat terjadi kecanggungan antara mereka berdua. Nera semalam mendengar cerita Dave, bagaimana lelaki itu sibuk dengan kerjaannya. Hingga akhirnya mereka kelelahan dan tidur di ranjang yang sama.

"Egh!"

Nera buru-buru mengalihkan pandang. Dia menatap langit-langit kamar dengan jantung yang berdetak cepat.

"Kamu sudah bangun?"

Nera perlahan menoleh sambil berpura-pura menguap. "Iya kak."

"Cepat mandi. Mama pasti sudah menunggu kita sarapan."

Nera merasakan telapak tangan Dave membelai puncak kepalanya. Dia memejamkan matan. Oh andai bisa merasakan ini setiap pagi. Mungkin hidup Nera bisa lebih baik.

"Hei, cepat mandi. Bukan malah tidur."

Nera terkekeh. Dia mengucek mata lalu bangkit dari posisinya. Dia menatap Dave yang sedang merenggangkan otot pinggangnya.

"Sampai ketemu di bawah."

Nera menatap Dave yang berjalan keluar kamar.

Tiga puluh menit kemudian Nera ke lantai bawah menuju ruang makan. Di rumah Dave memang membiasakan sarapan bersama, berbeda dengan keseharian Nera yang melupakan sarapan. Nera berbelok ke arah kiri tepatnya ke ruang makan.

Tatapan Nera tertuju ke Mama Dave yang duduk di kepala meja. "Pagi, Tante," sapa Nera.

Dua orang yang duduk itu seketika menoleh. Mereka tersenyum menyambut kedatangan Nera.

"Pagi juga sayang. Gimana? Tidur nyenyak?"

Nera memilih duduk di sebelah kiri Mama Dave. "Nyenyak tante," jawabnya. Karena ada Dave.

"Halo, Nera."

Tatapan Nera tertuju ke wanita anggun yang duduk di depannya. Dia memaksakan senyuman untuk wanita yang selalu bersikap ramah kepadanya itu. "Pagi, Kak Nafis."

Wanita di depan Nera adalah Nafis kekasih Dave. Dulu Nera sangat frustrasi saat Dave mengenalkan Nafis. Tentu saja dia patah hati melihat kebahagiaan Dave dan Nafis. Bahkan sampai saat ini.

"Selamat pagi semua. Woha ada, Baby Nafis."

Hati Nera nyeri mendengar sapaan ceria dari Dave.

"Kejutan."

Nera menatap dua orang yang berpelukan di depannya. Dia melihat Dave yang mengecup bibir Nafis, seolah tak peduli di ruang makan masih ada orang lain. Nera menunduk, matanya mulai berkaca-kaca, tak kuat melihat kemesraan Dave dan Nafis sepanjang sarapan.

"Tante. Nera pamit, ya. Satu jam lagi ada pemotretan." Tatapan Nera tertuju ke Mama Dave yang tampak kecewa. Dia lalu melirik Dave yang memeluk pundak Nafis, terlihat wajahnya juga tampak kecewa.

"Sarapan dulu," ucap Mama Dave.

"Nanti saja di lokasi, Tan. Nera pamit dulu, ya."nNera berdiri memeluk Mama Dave lalu menatap Dave. "Kak Dave aku balik dulu, ya."

"Aku antar, ya."

Dengan cepat Nera menggeleng. "Aku di jemput asistenku kok," bohongnya.

Nera buru-buru keluar menuju kamar untuk mengambil tasnya. Saat berjalan menaiki tangga air matanya tak dapat dibendung lagi. Nera menangis dalam diam. Mencintai diam-diam memang begitu menyakitkan.

Conquering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang