23

272 23 1
                                    

Mira menatap lelaki yang berbaring di ranjang rumah sakit. Tatapannya tertuju ke tubuh Raka yang semakin mengurus. Mira menunduk, melihat Raka yang seperti itu perasan bersalah itu muncul.

Selama enam bulan, Mira mencoba membuat Raka jatuh cinta tapi usahanya tidak membuahkan hasil. Raka tetap mencari Nera dan mencintai wanita itu. Air mata Mira menetes. Sekarang dia sadar dirinya begitu jahat ke dua orang yang saling mencintai itu.

Tangan kiri Mira menepuk dada yang terasa sesak. Mencintai sepihak itu sangat menyakitkan. Mungkin ini saatnya Mira melepas apa yang tidak akan bisa menjadi miliknya. Tangan Mira menggapai tangan Raka dan mengenggamnya erat. "Maafin gue."

Raka merasa tubuhnya pegal. Dia membuka dan menemukan ruangan bernuansa putih. Raka menunduk dan mendapati Mira yang menangis di sebelah ranjang. Dia menggerakkan tangan, membuat Mira menegakkan tubuh dan menatapnya.

"Gue di mana?"

Mira seketika berdiri, memencet tombol merah untuk memanggil suster. "Lo pingsan di bar, Ka." Ucap Mira.

Ingatan Raka berputar saat semalam ia kelelahan mencari Nera. Dia yang sebelumnya belum makan meminum alkohol, membuat lambungnya berontak. Setelahnya Raka tidak ingat apa yang terjadi kepadanya.

"Permisi saya akan memeriksa pasien terlebih dahulu."

Tatapan Mira dan Raka tertuju ke suster dan dokter yang datang. Dia mundur, membiarkan suster itu memeriksa Raka.

"Tekanan darah Bapak sangat rendah. Selalu makan teratur,ya."

Raka sangat tahu kalau dirinya tidak makan tertatur dan lebih banyak mengkonsumsi alkohol dan kopi.

"Ka. Gue minta maaf."

Tatapan Raka tertuju ke Mira yang berdiri di sebelah ranjang. Satu alisnta terangkat, bingung dengan permintaan maaf itu.

"Gara-gara gue, lo tersiksa kayak gini. Nggak seharusnya gue pisahin Nera dari lo." Mira menatap Raka dengan mata berkaca-kaca. Dia melihat sudut bibir lelaki itu terangkat lalu kepalanya mengangguk. "Lo maafin gue?"

"Gue maafin lo. Tapi, gue minta lo bantuin cari Nera." Raka melihat Mira yang mengangguk. Dia bernapas lega karena wanita itu mau membantunya. Raka selama ini telah mencari Nera hingga ke penjuru kota. Tapi, wanita itu entah bersembunyi di mana sampai dia tidak bisa menemukan.

"Gue sadar gue keterlaluan. Sekarang biarin gue nebus kesalahan gue." Mira menarik kursi di sebelah ranjang.

"Lo tahu gue tersiksa? Gue cinta banget sama Nera."

Hati Mira sakit mendengar ucapan itu. Tapi, mau bagaimana lagi? Lelaki itu mencintai Nera. Selama ini mereka bertiga sama-sama tersakiti. Dan Mira memilih untuk mundur daripada semua merasakan sakit hati. "Lo beneran cinta sama Nera? Dia udah gue anggep adik gue sendiri. Jangan sakitin dia."

Raka terkekeh. Dadanya membuncah jika mengingat tentang Nera, wanita yang selama ini dia cinta. Enam bulan telah berlalu dan perasaan ini masih ada. "Gue cinta banget sama dia. Awalnya gue sempet nggak yakin."

Mira tersenyum tipis. "Dia sebenernya rapuh, Ka. Dia harus tanggung jawab bayar utang orangtuanya sama abangnya. Itu yang jadi alasan dia kerja."

"Gue pengen cepet-cepet nemuin Nera."

"Gue bakal bantu lo." Mira menatap Raka yang tersenyum manis. Sedih memang melihat lelaki yang dicintai tersenyum karena wanita lain. Tapi Mira percaya, suatu saat nanti pasti ada lelaki yang mencintainya. Sekeras kita berusaha menggapai seseorang, jika seseorang itu bukan diciptakan untuk kita sampai kapanpun kita tak akan mendapatkannya.

***

"Capucinno frape dua, cheese cake satu, blueberry cake dua." Nera mengulang pesanan di meja enam. Dia menatap dua orang yang duduk di depannya lalu mengangguk setelah membaca pesanan mereka. "Tunggu sebentar, ya."

Conquering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang