17

269 24 1
                                    

Raka duduk di sofa dengan dibantu oleh Nera. Dia menyandarkan tubuh di sofa dan menyandarkan kepala di atas kepala sofa. Raka menarik napas panjang. "Akhirnya gue bisa keluar dari ruangan putih itu."

Malam ini Raka memaksa pulang. Lima hari di dalam ruangan putih itu membuatnya uring-uringan sendiri. Dia tidak bisa hidup bebas dan tidak bisa berdekatan dengan wanita. Lupakan soal suster cantik yang merawat pasien seperti di film-film. Nyatanya Raka dibantu oleh suster yang dia tafsir 45 tahunan ke atas.

"Ka, gue balik ya kalau gitu." Nera melihat Raka yang tampak damai dalam diamnya.

"Lo mau balik? Lo, kan, jadi tangan kanan gue selama gue sakit."

"Loh, gue kira cuma di rumah sakit aja?"

Raka menegakkan tubuh. Dia menggeleng tegas. Masih ingat jelas saat dirinya meminta Nera menjadi tangan kanannya sampai sembuh. "Sampai tangan gue sembuh, Sayang."

Tubuh Nera melemas. Sebelumnya dia akan membantu Raka saat lelaki di rumah sakit saja. Ternyata? Nera sepertinya masih harus berdekatan dengan lelaki itu dengan waktu yang cukup lama. "Iya, deh. Gue balik dulu. Besok pagi gue ke sini."

Satu alis Raka terangkat. Tampak tidak yakin dengan apa yang diucapkan Nera. "Lo ninggalin gue di apartemen sendirian?"

Nera mengangguk.

"Lo tega apa? Kalau nanti malem gue laper gimana? Kalau nanti malem tangan gue sakit gimana? Kalau nanti gue ke kamar mandi gimana? Ya kalau di rumah sakit banyak suster yang bantuin. Lah sekarang?"

Raka mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Yah walau nyatanya saat di rumah sakitpun dia jarang terbangun saat malam hari. Entahlah, Raka rasanya tak ingin kehilangan perhatian Nera.

"Oke. Gue di sini. Tapi, besok pagi gue balik, ada pemotretan pagi."

Raka mengangguk. "Tapi, sebelum itu pastiin gue makan, ya."

Nera menghela napas berat. "Iya-iya. Bawel lo."

Raka beranjak. Tubuhnya terasa lelah dan dia ingin bertemu dengan ranjang empuknya. Saat Raka melewati kursi yang di uduki Nera, dia berhenti.  "Ner, apartemen gue kamarnya cuma satu. Lo boleh tidur sama gue."

Nera menegakkan tubuh lalu mendongak menatap Raka. "Ogah! Lo pasti ngapa-ngapain gue."

"Mau banget gue apa-apain?" Raka menarik turunkan alisnya menggoda Nera. Sedang yang digoda membuang muka, karena terjebak dengan ucapannya sendiri. "Gue masih sakit kali, Ner. Tangan gue aja belum bisa digerakin. Kalau gue ngapa-ngapin lo nggak enak."

Nera seketika menoleh dan menatap lelaki itu tajam.

Tatapan Raka tertuju ke pipi Nera yang memerah. Dia tahu wanita itu pasti kepikiran dengan ucapannya. "Tapi, kalau lo mau ngapa-ngapain, gue rela kok."

"Udah sana tidur! Omongan lo ngaco."

"Hahaha...." Raka terbahak melihat Nera yang kesal karena ucapannya. Dia menunduk, mengecup bibir Nera lalu beranjak ke kamar.

Sedangkan Nera terlalu syok dengan apa yang terjadi. Dia diam membeku, dengan bibir yang gemetar.

"Kamar nggak dikunci, Ner. Lo masuk aja, gue tidur dulu."

Nera mengusap wajah. Tatapannya lalu tertuju ke sofa panjang. Dia tersenyum simpul, lebih baik tidur di sofa.

***

Nera membubuhkan tanda tangan setelah membaca dan memahami kontrak barunya. Dia menggeser kertas itu ke orang yang duduk di sebelahnya. Tatapannya lalu tertuju ke dua orang dari pihak pakaian couple untuk suami istri.

Conquering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang