Nera menatap pintu apartemen di depannya. Dia menimbang-nimbang akan memencet bel atau tidak. Sebenarnya Nera enggan kembali lagi ke apartemen Raka. Seharian ini dia tidak bisa konsentrasi karena ingat kejadian semalam. Namun, ujung-ujungnya Nera kesal karena Rakalah yang membuat hari-harinya suram.
Tet...
Akhirnya Nera memutuskan memencet bel. Ia harus mengambil ponselnya. Di ponsel itu banyak kenangannya bersama keluarganya, bahkan dengan lelaki yang dia cintai. Jadi, Nera harus mengambil ponsel itu. Dia juga merasa kalau Raka pasti sudah membuka ponselnya, mengingat dia tak pernah menggunakan lock.
Tet!!
Nera memencet bel untuk yang kedua kalinya. Dia berdiri sambil menggerakkan kedua kaki. Dia lalu berbalik, menyandarkan tubuh di sandaran tembok dekat pintu. Nera menghela napas. Kesal karena lelaki itu tidak kunjung membuka pintu.
"Apa dia belum pulang?"
Tangan kiri Nera terangkat ke depan wajah. Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan, pukul tujuh. Nera menghela napas. Orang kantoran jelas sudah pulang dari dua atau tiga jam yang lalu, tapi sepertinya pengecualian untuk lelaki yang Nera tunggu.
"Pasti nyari cewek dulu!" Nera menghentakkan kaki. Percuma jika harus menunggu playboy itu. Nera akhirnya memutuskan pergi. Mungkin besok pagi-pagi ia kembali ke apartemen Raka.
Saat Nera hendak berbelok menuju lift, dia berpapasan dengan seseorang. Dia mendongak menatap lelaki yang sedang tersenyum miring. "Balikin ponsel gue!" ucapnya to the point.
Raka masih belum bisa menghilangkan rasa terkejutnya mendapati Nera yang dia tebak dari apartemennya. Raka mendekat, tangannya menarik tangan Nera, tapi dengan cepat disentak. "Masuk dulu, Sayang."
Nera mundur selangkah sambil menggeleng tegas. "Gue cuma mau ambil ponsel gue! Sini balikin."
"Masuk dulu, deh. Nanti gue balikin!"
"Lo pasti ngapa-ngapain gue."
Raka terkekeh mendengar ucapan itu. Dia menunduk mendekat ke telinga Nera. "Kasih gue hadiah."
Nera bergidik merasakan tiupan Raka di telinganya. "Bukan salah gue. Salahin aja pacar lo."
Raka mengernyit. "Mira maksud lo?"
"Iyalah. Udah ah mana ponsel gue. Gue buru-buru."
Raka menggeleng, tidak akan mengembalikan ponsel tanpa mendapat imbalan dari Nera. "Kasih ciuman, Nggak lebih."
Nera menimbang-nimbang. Dengan gerakan cepat dia mendekat dan mencium Raka.
Raka yang belum siap tersentak ke belakang. Namun, dengan cepat dia bisa menyeimbangkan tubuhnya. Raka memeluk pinggang Nera dan mendorongnya agar bersandar di tembok. Sejenak dia melepas ciuman itu. "Jangan buru-buru, Sayang."
Kedua tangan Nera menarik tengkuk Raka. Kemudian mendorongnya. "Sudah cukup."
"Sekali lagi." Raka menatap bibir Nera. "Nggak usah cemberut gitu. Ini gue balikin." Dia merogoh saku dan mengeluarkan ponsel.
Dengan cepat Nera mengambil ponselnya. Ia memasukkan benda itu ke tas, takut Raka akan mengambilnya lagi. "Oke, gue balik dulu."
Nera bergeser ke samping karena tubuh Raka masih menjulang di depannya. Saat dia hendak melewati Raka, pergelangan tangannya ditarik.
"Lo sexy pakai babydoll gambar beruang," bisik Raka.
Nera mendongak, menatap lelaki itu yang sekarang tersenyum sambil mengerling. Dia menghentakkan tangannya lalu buru-buru meninggalkan Raka. Nera tahu apa yang dimaksud Raka. Pasti sebuah foto yang ada di galeri ponselnya. Sial! Lelaki itu benar-benar mengotak-atik ponselnya.
***
"Hallo, Baby. Maaf terlambat."
Suara berat itu terdengar di telinga Nera. Tak lama sebuah kecupan hangat menyentuh pipi. Nera yang duduk di meja bar seketika menoleh ke sebelah kiri, di mana sosok itu berdiri.
"Nggak apa-apa, Kak Dave. Maaf ya gara-gara Nera kak Dave pasti ninggalin kerjaan." Nera menatap Dave lelaki blasteran Indonesia-Jerman itu terkekeh. Dia terpesona dengan senyuman Dave. Jantungnya berdetak tak karuan hanya karena melihat senyuman itu. Nera lalu buru-buru mengalihkan pandang.
"Pasti ada sesuatu yang terjadi."
Usapan lembut itu terasa di puncak kepala. Nera memejamkan mata, andai bisa meminta lebih. Namun, Nera sadar akan posisinya. Dia tak lebih dari seorang adik bagi Dave. Mereka dulu bertetangga. Dave anak tunggal yang menginginkan adik perempuan. Karena Mamanya tidak bisa hamil lagi, akhirnya Neralah yang dianggap Dave sebagai adik. Sedangkan Nera, sejujurnya tak lagi menganggap Dave kakak. Di menganggapnya sosok lelaki yang dari SMA dia cintai.
"Kenapa diem aja?"
"Ada cowok nyebelin. Dia maksa aku terus," ucap Nera dengan cemberut.
"Ceritain."
Selanjutnya Nera menceritakan pertemuannya dengan Raka.
"Mungkin dia tertarik."
Nera menggeleng tegas. Dia menatap Dave yang tersenyum.
"Ada yang mau diceritain? Aku harus pulang. Kamu mau ikut? Mama pasti seneng kalau ke rumah."
Seakan mendapat angin segar Nera mengangguk. Bermalam di rumah Dave? Mana bisa dia menolak?
***
Di meja pojok sepasang mata menatap wanita yang baru saja keluar dengan menggandeng seorang lelaki. Dia meneguk minumannya lalu meletakkan gelas bening itu dengan kasar.
"Jadi, lo lebih milih bule itu dari pada gue?" Raka tersenyum miring. Dia merasa dirinya tak kalah ganteng.
Malam ini Raka ke bar. Tidak sengaja dia melihat punggung wanita yang sudah dia hafal. Raka hendak mendekat, tapi lelaki bule tadi duduk di sebelah Nera. Akhirnya Raka memutuskan menatap dari jauh. Dia melihat bagaimana lelaki itu mencium pipi Nera. Dia juga melihat senyum manis Nera. Saat bersamanya Nera selalu terlihat kesal dengan senyum yang hanya segaris.
Setahu Raka, Nera sedang tidak menjalani hubungan dengan seseorang. Dia tahu itu dari beberapa artikel di internet.
"Halo ganteng!"
Raka mendongak. Seorang wanita dengan dress ungu mendekat. Dia menepuk bagian sofa sebelahnya. Setelah wanita itu duduk, Raka melingkarkan tangan ke pinggang wanita itu. Dia butuh pelampiasan karena Nera lebih memilih bule tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conquering Love
RomanceRakarsa Setiohadi hanya menghormati dua wanita dalam hidupnya, yaitu mama dan adiknya. Dia ingin terus hidup melajang dan hidup santai tanpa repot-repot berkomitmen. Akankah Raka bisa menjalani hidup sesuai keinginannya? Sedangkan ada wanita bernama...