sehari bersama jeno

243 34 7
                                    

cw! explicit sex scene (ps. chapter ini lebih panjang dari biasanya which consists of 4k words, semoga bisa dibaca keseluruhan tanpa diskip)

Jeno mungkin bukan orang yang mudah bangun pagi, namun dia jelas memiliki prioritas. Sebab saat anak itu bilang bahwa mereka akan bertemu di depan gedung kampus jam enam pagi, dia benar sudah berdiri di sana membawa dua tas besar.

Hari itu Jeno memakai kaus putih polos yang pas di tubuh, dengan gaya french tuck pada celana jins abu-abu pucatnya. Benar-benar membuat segar mata Jaemin yang harus rela bangun subuh.

Dia tidak pernah mengelak bila teman-teman di sekitar bertanya mengenai hubungan di antara keduanya. Tidur dengan orang yang memiliki wajah seperti Jeno? Yang melebihi standar rata-rata dan dianggap seperti pahatan dewa Yunani? Untuk apa Jaemin menutupi pencapaian tersebut? (Walaupun setelahnya dia agak menyesal, sebab 'teman-teman' kurang ajarnya itu berbicara dengan nada tidak pantas ditujukan kepada Jeno)

"Buat apaan bawa-bawa begitu?" Jaemin menunjuk ke arah dua tas besar yang ada di jok belakang. Selesai memakai sabuk pengaman, Jeno menghela napas ke arahnya.

"Buat ke organisasi temen gue. Gue udah bilang kemarin, 'kan?"

Jaemin menyengir, kemudian dia menyalakan mesin mobil operasional di rumah Tanutama. Jeno menolak mentah-mentah mobil pribadi Jaemin, tidak akan mengizinkannya untuk ikut bila tetap datang dengan convertible biru taksi–sebutan Jeno– itu.

Jadilah ia harus pulang ke rumah orang tuanya kemarin malam hanya demi menukar mobil kesayangannya dengan mobil hatchback mungil. Mobil tersebut dibeli oleh sang ayah untuk dipakai para asisten dan pegawai yang ada di rumah bila ada keperluan. Karena itu, tadi pagi ibunya menelpon heboh. "Masa Pak Hadi harus bawa mobil kamu buat belanja?! Mikir dong, 'Dek."

Kebanyakan hal yang menyangkut Jeno, Jaemin rasa, dia tidak banyak berpikir.

"Ini yakin, bener, lo mau ikut gue?" Lelaki itu bertanya di tengah perjalanan. Wajahnya terlihat ragu, tidak percaya pada keputusannya.

"Iya, gue udah bilang berapa kali, deh. Yang harusnya lo tanya itu, di mana kita sarapan? Kepagian nih, gue bangunnya."

Jeno memutar bola mata, memangku dagunya dengan telapak tangan yang bersandar di jendela mobil. "Sarapan di sana. Jangan protes."

"Kalo makanannya ga enak, ya gue protes."

"Ugh, makanya lo kenapa gaya-gayaan ngintilin gue, sih? Emang ga ada party yang lo mesti datengin?"

Jaemin ingin tertawa karena tuduhan Jeno yang mengandung kebenaran. Akan selalu ada party diadakan oleh para anak new money demi sebuah koneksi. Tapi Jaemin juga sudah cukup menghadiri semuanya, kenal semuanya, untuk dia menolak undangan party mungkin sampai 10 tahun ke depan.

"Nope. Gue bosen lagian, jadi kenapa enggak ikut buat pengalaman yang gak biasa?"

"Masa sih? Bukannya kalo lagi filantropi lo jadi figur simbolnya Tanutama gitu?"

Beginilah kenapa ia bertahan lama berurusan dengan Lee Jeno. Dia tertawa, merasa terhibur pada kalimat yang sama sekali tidak pernah didengar sebelumnya.

"Ya kan simbol doang. Gue dateng, salam-salaman, foto-foto, terus masuk mobil buat ke party entah di bar mana."

Kalimat menggoda dan cengirannya dibalas dengusan dari Jeno. Si lelaki yang duduk di bangku penumpang terlihat jelas tidak terhibur.

"Peduli sama lingkungan, berkontribusi sama society bukan 'pengalaman yang gak biasa'. Buat lo ini mungkin lifestyle, atau alat untuk bisnis, tapi buat banyak orang ini sesuatu yang penting."

nomin this and thatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang