menuju akhir (2)

253 17 15
                                    

CW! Violence, substance abuse

Disclaimer! Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

...

Jaemin terbangun, merasakan kosong di sisi tubuh. Mengerjap perlahan, dia menangkap punggung Jeno berdiri di depan pintu. Lelaki itu keluar perlahan, menutup daun pintu tanpa menimbulkan bunyi. Jaemin segera duduk terdiam, mencoba mencerna pemandangan yang baru saja terjadi.

Sesegera mungkin dia bangkit, melakukan hal yang sama.

Dalam gelap gulita, hanya ada setitik lampu dari masjid tidak jauh, Jaemin menangkap sosok Jeno. Hanya gurat punggung yang tertangkap mata, berjalan menembus dingin malam. Jaemin mengikuti, dada berdegup kencang hingga terdengar sampai di telinga.

Lelaki itu memasuki rumah yang berada di depan hutan tadi pagi mereka kunjungi. Setelah memastikan Jeno masuk ke dalam sana dan tidak keluar, Jaemin mendekat ke arah pintu.

Pintu kayu rapuh itu tidak dikunci, sebab daunnya terayun saat dia mendorong perlahan menggunakan tangan. Begitu terbuka, dia bisa mendengar suara samar bersahut-sahutan.

Kini ada tujuh atau delapan orang di dalam ruangan kecil tersebut, duduk tanpa alas di lantai plur. Mereka masih sibuk berdiskusi, saat seorang perempuan rambut sebahu menyadari kehadiran Jaemin yang berdiri di depan pintu.

"Kaka," dia memanggil lirih. Jeno segera mengikuti arah pandang si perempuan, bola mata membulat lebar begitu mereka bertukar pandang.

Jaemin diam, seluruh ruangan hening bersamanya.

"Lo ngapain?" Pertanyaan itu terdengar defensif, wajah Jeno jelas tidak nyaman.

"Gue, gue penasaran. Lo ngapain, jam– ini jam dua belas malam, 'kan?"

Daripada menjawab pertanyaannya, Jeno berdiri, mendorong tubuh Jaemin ke belakang. "Lo balik ke rumah, gih."

"Wait. Lo sama sekali gak mau ngasih tau?"

Jeno menghela napas, menggeleng sekali. "Lo gak perlu tau."

"Kenapa?!" Dia meninggikan suara, si lelaki segera membuat suara "ssh!" menyuruhnya mengecilkan suara.

Padahal saat ini mereka jauh dari rumah lain.

"Gue gak akan pergi. Sampai lo kasih tau."

"Terus kalau lo udah tau kenapa?"

Ya memang benar, kebanyakan orang ingin tahu hanya demi memuaskan rasa penasaran. Jaemin tidak bisa membayangkan, ketika Jeno sudah menjelaskan, apa yang akan dilakukan dengan pengetahuan tersebut. Namun kakinya seakan kaku di tempat, wajah penuh keteguhan.

Jeno akhirnya mengalah, mundur agar Jaemin bisa masuk ke dalam rumah.

Mereka duduk di luar lingkaran, kini dia bisa menangkap wajah-wajah orang yang ada di sana. Ada tiga perempuan dan empat laki-laki, semua memiliki usia mungkin sebaya dengannya. Satu di antaranya adalah orang yang baru saja Jaemin jumpai tadi pagi; Dehen yang kali ini memasang wajah serius. Ternyata sebelum perkenalan tadi bersama Pak Ekot, lelaki itu sudah mengenal Jeno.

"Ini Nathan," Jeno mengenalkan.

Semua mengangguk kecil, lalu kembali pada diskusi mereka yang tertunda.

"Oke, rundown," seorang laki-laki dengan kumis tipis membuka suara.

"Dehen tunggu di Pelabuhan Maridan dan Lora tunggu di pulau antar sungai."

Perempuan yang berada di ujung lingkaran menyahut, "Pulau di antara Sungai Sepaku itu tidak ada sinyal, lho."

Jeno kini ikut berpendapat. "Udah dicoba kan di lapangan, walkie talkie kita harusnya mencakup perkiraan range. Kalau sampai subuh kita gak ada, berarti kita ambil jalur ke pelabuhan, Lora bisa pulang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

nomin this and thatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang