kamu nggak punya sopan santun ya? Ini bukan rumahmu Al. Kamu gak boleh main masuk gitu aja dong"
Sunggutku kesal sembari berjalan kearahnya yang sedang terduduk di sofa. Anak ini benar berubah ya.
" Gue gatau kalo peraturan rumahnya udah beda"
" Maksud kamu?"
Alpha mulai bangkit dan melangkahkan kaki jenjangnya ke arah pintu kaca besar. Dibukanya perlahan pintu itu bersamaan kakinya yang mulai tertapak pada rumput hijau.
Telunjuknya mulai terangkat menunju ke sebuah rumah pohon yang sudah tampak usang.
"Kenapa?"
"Masih belum berubah"
Aku menaikan kedua alisku. Memangnya dia tau apa tentang halaman rumah ini? Bukannya dia tidak mengingat apa apa?
"Apanya yang berubah?"
"Gue pulang"
Tiba tiba sosoknya mulai melangkah keluar melewati pintu kayu besar yang berada tepat di sebrang pintu kaca rumah ini. Aku menggelengkan kepalaku dan berjalan kearah pintu kayu itu, menatap sedan hitam yang mulai keluar dari pekarangan rumah.
Langkahku kembali membawaku ke arah pintu kaca. Menatap dengan teliti setiap sudut halaman yang beralaskan karpet hijau alami. Tatapanku terhenti pada rumah pohon yang sudah tampak usang namun masih dengan kokoh berdiri.
"Padahal ceritanya banyak. Bisa bisanya kamu nggak ingat satu peristiwa pun?"
Aku tersenyum simpul dan menghampiri rumah pohon itu. Walaupun tak pernah ku kunjungi, namun benda benda yang aku dan Alpha gunakan masih lengkap dan rapi tersimpan didalamnya.
"Beta, kamu ngapain disana?"
"Eh bunda ngagetin aja, ini bund lagi liat liat aja"
"Bunda kira ngapain, tumben masuk kesini. Kenapa sayang?"
"Enggak bund, aku cuma mau liat liat aja kok"
"Yaudah, sekarang mandi terus siap siap buat makan malam ya, bunda mau masak dulu"
Bunda ku ini sungguh hebat. Ia masih sempat mengerjakan pekerjaan rumah terutama memasak untuk suami dan anaknya. Walaupun pulang kerja di petang hari.
Ayah juga nggak kalah hebat. Dia pekerja keras dan sering membantu bunda mengerjakan pekerjaan rumah, walaupun nanti hasilnya berantakan. Contohnya saja bulan lalu, ayah mencba untuk memasak brownis. Kata ayah brownisnya bantet, jadi ayahku ngide buat nggoreng brownisnya.
Itupun jadinya gosong, bunda ngambek satu hari penuh gara gara teflon kesayangnya rusak. Tetapi setelah aku pikir, bukannya brownis itu memang kue bantet ya?
Aku terkekeh kecil mengingat kejadian itu terputar lagi. Sungguh bersyukur ditempatkan pada keluarga yang luar biasa. Aku memutuskan untuk segera mandi dan membantu bunda memasak.
~•~•~•~
"Tadi ayah liat Rara baru pulang Ta. Kamu enggak bareng dia?"
"Eh iya yah, tadi Rara ada tugas kelompok. Jadi Tata pulang duluan deh"
"Naik angkot ya?"
"Dianter Alpha yah"
Ayah meneguk air putih dihadapnnya dan menyeka ujung bibirnya menggunakan lap putih di atas meja.
"Udah temenan lagi sama Alpha?"
Aku menggeleng sebagai jawaban. Memang kenyataanya begitu kan.
"Kenapa? Malu malu ya kalian?"
Goda ayah sambil menyenggol kecil bahuku.
"Alphanya nggak inget sama Tata yah"
Ucapku lesu sambil memasukan beberapa butir nasi.
"Masa sih Ta?"
"Iya yah, apa jangan jangan dia bukan temen kecilku ya yah?"
"Nggak mungkin lah Ta, kamu liat sendiri kan om Andreas ada di ruangan ICU waktu itu?"
"Buktinya Alpha enggak kenal sama Tata"
"Kalian juga harus ingat, Alpha kan koma karna pendarahan di kepalanya. Dokter bilang kepala Alpha terkena pukulan atau benturan yang cukup keras kan? Bisa jadi Alpha amnesia atau semacamnya"
Tutur bundaku sembari mengupas buah apel dengan lihainya.
"Tapi Alpha masih inget sama temen temennya, bunda"
Bunda mengangkat kedua bahunya. Aku juga sudah lelah jika harus membahas sosoknya. Jika masa lalu memang datang kembali, maka akan ku ubah menjadi masa depan yang berbeda dengan masa lalu.
![](https://img.wattpad.com/cover/221750859-288-k564563.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALPHA BETA
Teen FictionBukan aku alasan untukmu berubah. Namun dirimu sendiri yang menentukannya. Mau tetap terjebak dalam kegelapan dan kesunyian? Atau mau berjalan menentukan hal yang berbeda dari kegelapan dan kesunyian? ~Beta~ kamu memang bukan alasan untuk merubahku...