"Leora telah kembali," ujar pengawal malam itu di ruang kerja Marcio. Segera Marcio melepas kacamata dan meletakkan beberapa kertas yang tadi dipegangnya ke meja dan berdiri dari kursi. "Dia bersama Samuel."
Rahang Marcio mengeras. "Patricia sudah mengetahuinya?"
"Ya, dan dia bergegas menyambut mereka."
"Terima kasih atas informasimu. Kau boleh keluar."
Sesuai perintah pengawal itu keluar. Ketika pintu tertutup Marcio mengepalkan tangan dan meninju meja kerja kuat sementara kepalanya tertunduk, matanya menyiratkan keputusasaan bercampur amarah. Laci lalu dibuka Marcio dan pistol diambilnya. Ia mengisi peluru sebelum menaruh senjata itu di belakang celana.
Detik berikutnya, Marcio sudah keluar dan menutup rapat pintu kerjanya. Ia berderap untuk menemui Samuel dan putrinya-Leora. Dari jauh Marcio bisa melihat Patricia sedang memeluk Leora sementara Samuel setia berdiri di sebelah Leora. Sesaat mata Marcio bertemu dengan Samuel. Langkah Marcio melambat. Ada emosi yang sulit diungkapkan-dan semua itu tersimpan di dada Marcio. Begitu pula dengan Samuel-hatinya berkecamuk tapi tidak ia tunjukkan secara gamblang.
"Papa..." ucap Leora lirih ketika Marcio tiba di depannya.
Patricia pun mengurai pelukan mereka, menyeka sekilas air mata di sudut mata dan menoleh pada Marcio. "Dia membawa seorang cucu untuk kita," bisik Patricia pahit.
"Maafkan aku jika aku sudah membuat kalian bersedih. Tapi-"
"Kau ingin mengatakan bahwa kau mencintai pria di sebelahmu?" potong Marcio.
"Jika aku mengatakan ya, apa yang akan kaulakukan papa?"
Wajah Marcio mengeras, matanya memanas. "Ibumu menangisimu setiap malam dan aku tidak menyukainya. Dan kau..." Bibir Marcio agak bergetar-bukan karena ia goyah, melainkan ia sedang meredam sebagian dirinya yang ingin meledak. "Kau adalah putriku. Aku tidak pernah ingin menyakitimu. Sama sekali tidak pernah."
Leora meneteskan satu air mata.
"Jika itu adalah kebahagiaanmu... tidak ada yang bisa aku lakukan."
Dalam sekejap Leora sudah menghambur ke pelukan Marcio.
"Aku tidak sanggup jika harus kehilanganmu lagi," lanjut Marcio membelai rambut Leora. "Kami selalu berharap kau mengabari kami. Bagaimana pun kondisimu saat ini... kami tetap menerimamu. Sekarang, biarkan aku bicara dengan Samuel."
Samuel sedari tadi diam dan memerhatikan semuanya kini melirik sekilas Leora yang melepas pelukannya dari Marcio. Leora menatap bergantian Samuel dan Marcio.
"Semua akan baik-baik saja," kata Patrcia pada Leora ketika melihat Samuel mengikuti Marcio yang lebih dulu berjalan-entah ke mana.
"Tapi-"
"Papamu hanya ingin mengobrol dengan Samuel. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan." Kedua tangan Patricia lalu mengusap lembut pipi Leora. "Apa kau lapar?"
"Ya, Mama."
"Kalau begitu, ayo kita makan bersama. Kau harus sehat untuknya," ucap Patricia menatap perut Leora yang agak membesar. Leora tersenyum, lalu Patricia merangkul pundaknya, menuntunnya menuju ruang makan. Meski begitu dalam hati Leora merasa gelisah-memikirkan Samuel.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak tentang papamu. Dia sudah berjanji pada mama tentang satu hal."
Leora melirik Patricia di sela langkahnya. Dahinya mengernyit. "Apa itu Mama?"
*
Marcio menyalakan saklar lampu. Seketika suasana gelap yang tadi menyelimuti ruangan itu sirna. Cahaya menyilaukan dari lampu terasa menghangatkan tempat ini-dan kenangan masa lampau seketika berkelebat di pikiran Samuel ketika kakinya melangkah lebih dalam. Bayangan dan suara itu masih terasa nyata-bergema di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confined By You
Romance[Follow dulu ya sebelum baca] Warning [21+] Samuel V. De Santis adalah keturunan laki-laki De Santis yang memiliki aliran darah yang berbeda. Dan rahasia itu hanya diketahui oleh Marcio. Namun pada akhirnya, Samuel mengetahui fakta itu sendiri lewa...