Samuel menumpu satu lututnya di rumput, lalu memegang nisan Fernandez erat. Ini adalah kali pertama Samuel berkunjung sejak ia menghancurkan seluruh harapan sang kakek-dan semua orang. "Hei, Grandpa. Ini aku." Suara Samuel bergetar, matanya berair. "Maaf aku baru datang sekarang. Maaf... karena aku tidak bisa lagi menjadi kebanggaanmu. Ada banyak hal di dunia ini yang tidak bisa kukendalikan. Kebenaran bahwa aku bukan bagian dari keluargamu adalah hal yang sulit untukku."
Angin pagi berhembus pelan, menggerakkan sebagian rambut Samuel. "Hidupku tidak menyenangkan sekarang," lanjut Samuel pahit. "Aku merindukanmu Grandpa. Terlepas dari kenyataan pahit yang kulalui, aku tidak pernah membencimu. Kau memiliki arti besar untukku. Aku sangat menyayangimu... Grandpa."
Kesunyian yang mengisi di sekitar, makin menekan hati Samuel.
"Dan sekarang, aku tidak tahu ke mana lagi aku harus menemukan Leora."
Semenjak Leora tidak ada di hidupnya, hari-hari Samuel berubah menjadi kelabu. Ia kacau balau. Ia tidak makan teratur. Matanya sering terjaga, dan beberapa kali ia berteriak frustrasi di kamar, menangis dalam kesepian. Tidak jarang juga ia mencari keributan dengan orang-orang di jalanan. Samuel benar-benar kehilangan sebagian jiwanya. Ia butuh Leora di hidupnya atau... tidak sama sekali.
"Aku jatuh cinta padanya. Aku bersumpah, aku tidak pernah berpikir untuk melibatkannya dalam masa laluku. Aku sungguh ingin dia menjadi bagian hidupku. Tapi kini, dia menghilang dari semua orang. Dia bersembunyi dengan baik, dan ini menyiksaku."
Samuel lalu memandang makam Fernandez. "Kau sudah melewati banyak hal, dan kau pasti mengerti perasaanku. Seberapa gila dirimu saat kau tidak bisa melihat orang yang kaucintai. Aku bahkan tidak peduli lagi dengan hidupku. Selama aku bisa melihat senyumnya, itu sudah lebih dari cukup untukku. Kumohon bantu aku bertemu dengannya, dan semua akan berakhir dengan semestinya." Perlahan ia bangkit, menenggalamkan tangan di saku. "Aku selalu mendoakan kebahagiaanmu, Grandpa."
Setelah itu, Samuel berbalik dan meninggalkan tempat itu.
*
Sementara di kota Bern-di Swiss, Leora sedang termenung di tepi kasur. Pandangannya tertuju pada jendela kamar. Waktu di kota ini sangat berbeda dengan Los Angeles dan memiliki selisih lebih cepat 9 jam. Sudah lima bulan berlalu, dan Leora berhasil bertahan sejauh ini-di tempat ini. Perutnya juga mulai tampak membuncit.
Lalu ketukan di pintu tiba-tiba terdengar, sebelum terbuka. Kepala wanita berambut merah melongok disertai bintik-bintik menghiasi pipi, tersenyum padanya. "Hei, mau makan malam bersama?"
"Tentu saja."
"Aku yakin kau akan menyukai menu makanan kita."
"Terima kasih."
"Aku senang bertemu denganmu. Pilihanmu berlibur ke Bern itu ide yang bagus."
"Kau sudah berkali-kali mengatakan hal itu padaku. Apa kau lupa?"
Wanita berambut merah itu tertawa. "Aku hanya ingin kau merasa nyaman di sini. Kau bisa melakukan apa pun yang kau suka di rumah ini."
"Aku juga senang bertemu denganmu, Rose Scarlett."
Leora bangkit dan bergabung bersama Rose di konter dapur. Mereka duduk berdampingan, menyantap cordon bleu-potongan daging yang diisi irisan ham dan keju. Rose Scarlett adalah wanita cerdas dan energik. Jika kau belum mengenalnya, kau akan mengira ia adalah wanita feminim dan anggun-namun itu hanya penampilan luar semata; tidak dengan wataknya.
"Ini enak. Aku baru pertama kali mencobanya."
"Benarkah?"
"Mm-hm. Lezat dan gurih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Confined By You
Romance[Follow dulu ya sebelum baca] Warning [21+] Samuel V. De Santis adalah keturunan laki-laki De Santis yang memiliki aliran darah yang berbeda. Dan rahasia itu hanya diketahui oleh Marcio. Namun pada akhirnya, Samuel mengetahui fakta itu sendiri lewa...