6. But

942 65 4
                                    

Entah apa yang akan Ayah mereka bicarakan, namun suasananya sungguh sangat tidak nyaman di tengah malam begini. Seperti ... mencekam.

Jaemin dan Jisung yang duduk bersebelahan pun saling memberi kode, bertanya tentang apa yang terjadi, atau apa yang akan Ayah mereka bicarakan. Namun tentu saja hanya Ayah lah yang dapat menjawabnya.

"Bisakah kalian jelaskan apa yang terjadi di sini?"

Kedua putranya yang saling berbisik pun mengalihkan perhatian mereka pada layar laptop yang Jae Hyun tunjukkan.

Betapa terkejutnya mereka ketika melihat adegan mereka sedang berciuman di ruang tengah itu diputar. Jisung dan Jaemin pun kembali beradu pandang.

Apa??? Ayah memasang CCTV di rumah???

Begitu batin keduanya kompak mempertanyakan hal yang sama.

Jisung dan Jaemin tentu saja sama-sama terkejut.

Namun dengan cepat Jisung mampu mengontrol diri. "Emangnya... Ayah pikir apa yang terjadi?" katanya, balik bertanya.

Jae Hyun mengerutkan dahi, tidak menyangka jika Jisung akan berani bicara seperti itu padanya.

"Apa maksudmu? Kenapa balik bertanya?" ucapnya dengan tegas. "Jawab pertanyaan Ayah, Na Jaemin." Pandangannya beralih pada si sulung yang sedang ketakutan.

"Itu bukan apa-apa, Ayah. Kami kan dari dulu emang sering gitu," sela Jisung.

"Diam kau, Na Jisung. Aku bertanya pada kakakmu."

Nada tegas Jae Hyun mulai mendingin akibat menahan emosi.

"Jaemin, jawab."

Jaemin sungguh ketakutan sekarang. Dia selalu takut pada sang Ayah jika sudah bersuara dingin seperti itu. Ditambah lagi, kali ini memang dirinya sadar telah melakukan kesalahan besar. Dosa besar lebih tepatnya.

Tanpa sadar air matanya mengalir, kedua tangannya menggenggam erat dan gemetar. Hingga isakan terdengar, barulah Jisung sadar kakak yang dicintainya sedang menangis ketakutan. Karena Ayahnya.

"Sudah kubilang itu bukan apa-apa." Suara Jisung berubah hampir sedingin Ayahnya. Tatapannya pun menjadi tajam seolah ingin menjahit mulut orang tua di depannya agar tidak bisa berbicara lagi.

Sesungguhnya Jae Hyun ingin marah saat ini. Setelah kecurigaannya diyakinkan benar secara tidak langsung. Jae Hyun bisa mengerti hanya dengan melihat tingkah laku kedua putranya.

Namun sekuat tenaga ia meredam emosinya. Mengingat perkataan sang kekasih yang beramanah untuk bicara dengan tenang dan baik-baik.

Jae Hyun menghela napas panjang. "Jaemin, Jisung, kalian itu saudara kandung, Ayah yakin kalian sadar hal itu. Ayah tidak begitu yakin apakah kecurigaan Ayah benar atau tidak, tapi Ayah harap kalian tidak pernah memiliki perasaan terlarang itu."

Bak dihujani ratusan pisau yang turun dari langit, Jisung dan Jaemin hanya dapat tertunduk kaku.

Jaemin sendiri sadar akan hal itu. Dan dia sungguh merasa bodoh karena telah terlena kenikmatan nafsu sialannya. Jaemin sangat menyesal.

Sedangkan Jisung...

"Ayah harap kalian tidak melakukan hal yang lebih dari ini."

Ucapan penutup sang Ayah sebelum pergi ke ruangan pribadinya benar-benar memperdalam tusukan yang Jisung rasakan.

Si bungsu Na itu mulai merasa dunia tidak adil padanya. Kenapa dia harus menjadi adiknya Jaemin? Kenapa Jaemin harus menjadi kakak kandungnya? Kenapa mereka berdua harus bertemu menjadi saudara kandung? Kenapa mereka harus terlahir dengan jenis kelamin yang sama? Kenapa Tuhan tidak mempertemukan mereka sebagai orang asing yang bertemu lalu jatuh cinta hingga dapat menikah dan hidup bersama hingga mati?

Finally : SungJaem [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang