Bagian 8: Terulang Kembali

69 8 0
                                    

"Ternyata lebih menyakitkan melihatmu tersenyum kepada lelaki lain, daripada melihatmu menangis karenaku."

🥀

"Biru? Maaf." Satu kata tersebut meluncur dari bibir Luna ketika Yudha telah menuntaskan rasa rindunya pada Biru. Gadis tersebut hanya bisa memainkan ujung jarinya sambil menunduk, tak kuasa menatap Biru yang kini juga ikut menatapnya.

Ketiga lelaki yang masih berada di sana hanya terdiam, tak ingin ikut campur masalah rumah tangga mereka, meskipun jika boleh jujur, Biru masih tetap merasa ada sesuatu yang disembunyikan dari ketiganya.

"Luna? Sini, peluk aku." Ucap Biru sambil membuka kedua tangannya. Luna pun menurut, lalu memberanikan diri untuk memeluk Biru yang ternyata malah membalas pelukannya dengan begitu erat.

"Sayang, aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir, ya? Maaf karena tadi aku sempat cemburu padamu." Benar saja, Biru bahkan sama sekali tidak marah terhadap Luna. Ia malah melontarkan kata-kata manis tersebut hingga membuat tubuh Luna terasa seperti tersengat listrik.

Luna memberanikan diri mengecup pipi Biru sambil tersenyum, lalu ia memperkenalkan Biru secara layak pada Dirga dan Yudha, karena bagaimanapun juga ia harus segera menuntaskan kesalahpahaman yang sempat terjadi tadi.

"Maaf kalau kami berdua tidak mengundang kalian, karena memang pernikahan kita dilakukan secara tertutup." Ucap Luna sembari memandang Dirga dan Yudha secara bergantian. Kedua teman Biru itu hanya mengangguk, mengira jika umur pernikahan keduanya sudah menginjak bulanan atau bahkan tahunan.

"Kalian menikah kapan? Sudah punya momongan?" Kali ini Yudha yang angkat bicara. Lelaki yang kini berstatus sebagai polisi itu ikut penasaran karena semasa kuliah dulu pun ia juga sempat hampir mendekati Luna, meskipun sepertinya gadis itu tak mengingatnya sama sekali.

"Ah, kami menikah baru seminggu yang lalu, jadi belumㅡ" Ucapan Luna terpotong lantaran Biru tiba-tiba saja menarik tangan Luna dan membawa gadis itu kembali ke dalam pelukannya. "Tidak perlu memberitahu info yang banyak kepada mereka, cukup simpan untuk dirimu sendiri." Bisik Biru di telinga Luna. Ia hanya takut jika teman-temannya itu adalah salah satu dari target pelaku, karena sejak tadi pun pandangan Biru tak lepas dari mereka.

"Bikin panik gue aja lo! Gue sampe harus ninggalin kerjaan saking paniknya. Yaudah, kalo gitu gue mau balik kerja dulu, kerjaan gue lagi banyak banget ini." Sahut Juan sambil menepuk pundak Biru, lalu ia segera memalingkan wajah dan berlalu keluar begitu saja dari ruang rawat Biru tanpa berpamitan pada yang lainnya. Lagi, Biru merasa ada yang aneh dari gerak-gerik Juan yang tidak biasa itu.

"Gue juga harus kerja lagi soalnya tadi gue lagi patroli. Nomor lo masih yang dulu, kan? Kapan-kapan nanti gue hubungin lo buat meet up bareng, gue kangen ngumpul bertiga kayak dulu. Satu lagi, lo harus jaga kesehatan, apalagi udah beristri sekarang. Jangan kecapekan!" Kali ini gantian Yudha yang turut izin pamit karena pekerjaannya yang memang tidak bisa ditinggal lama. Biru hanya mengangguk, lalu tinggallah Dirga yang masih tetap diam di tempat setelah Yudha keluar dari ruang rawat Biru.

"Lo masih mau nungguin gue di sini? Lo gak sibuk emangnya?" Dirga yang mendengar perkataan Biru itu hanya menyunggingkan senyum tipisnya. "Bos kayak gue itungannya bebas, tinggal nyuruh bawahan, semua kerjaan beres. Gue cuma tinggal duduk manis aja sambil nikmatin hasilnya."

🥀

Day 28

"Sial! Bisa-bisanya gue ketiduran!" Biru membuka kedua matanya, menatap keadaan di sekitarnya yang telah berubah.

Sebelum tertidur, ia ingat dirinya masih berada di rumah sakit ditemani oleh Dirga dan juga Luna. Setelah perkataan terakhir yang dilontarkan Dirga, lamat-lamat mata Biru terasa berat, seakan ada yang memasukkan obat tidur dalam infusnya. Sayup-sayup, ia mendengar Dirga mengatakan hal yang begitu aneh sebelum ia tertidur lelap. "Lo tidur aja. Lama juga gak apa-apa. Biar gue yang nemenin Luna di sini."

Ketika pingsan di depan kafe, Biru memang tidak memikirkan apapun dalam benaknya, sehingga ia terbangun di masa yang sama. Namun, ketika ia tiba-tiba tertidur di rumah sakit tadi, otaknya tidak sengaja memutar suatu memori yang sebenarnya tidak ingin Biru ingat. Sehingga saat ini ia berada kembali ke masa tersebut. Masa di mana ia mendengar kabar jika istrinya meninggal.

"Ck! Bisa-bisanya gue kebangun di club. Kepala gue berat banget, sialan!" Biru hanya bisa mengerang sambil memegangi kepalanya yang terasa berat. Di hadapannya, ada banyak botol alkohol yang sudah tak ada isinya lagi. Sudah jelas jika semua minuman keras tersebut dihabiskan oleh Biru sebelum dirinya mabuk berat.

"Sadar juga lo akhirnya. Tumben banget lo sampe gak sadar kayak gini? Biasanya lo kuat minum." Ucap Dirga sambil menampilkan senyum penuh ejekan pada temannya itu. Awalnya Biru tak merasa aneh, namun setelah kesadarannya pulih total, ia benar-benar terkejut dengan kehadiran Dirga yang ada di hadapannya ini.

"Dirga? Kok lo bisa ada di sini? Bukannya kita udah gak pernah ketemu lagi semenjak lulus kuliah?" Sahut Biru sambil masih memandang Dirga tak percaya. Seingatnya, hubungan persahabatan mereka telah berakhir setelah mereka lulus kuliah dulu. Ada kesalahpahaman yang tidak mereka selesaikan hingga Biru ingat betul mereka menjadi orang asing yang tak pernah lagi saling jumpa.

"Maksud lo apaan? Hubungan gue, lo sama Yudha sampe lo nikah sama Luna pun masih baik-baik aja. Malah lo ikut ngenalin Juan ke kita sampe akhirnya kita jadi akrab berempat. Kayaknya lo emang belum sadar sepenuhnya. Lain kali lo gak usah gegayaan minum banyak-banyak, daripada jadi lupa ingatan gini." Jawab Dirga dengan nada enteng. Sedangkan Biru masih berusaha mencerna semual hal karena ia sendiri tak paham dengan situasi membingungkan yang sedang dialaminya sekarang.

Setelah berusaha berpikir dan mencerna rentetan kejadian memusingkan ini, Biru pun menyimpulkan jika kejadian yang sudah terjadi sebelumnya akan memengaruhi hal-hal yang ada di masa depan. Artinya, ia bisa mengubah kejadian di masa depan.

Biru tiba-tiba saja tertawa seperti orang gila, ia merasa jika dalam kurun waktu kurang dari 30 hari ini ia bisa membuat Luna tetap hidup. Ah, setidaknya menggagalkan kematian Luna. Namun, Biru sendiri tak menyadari jika detik ini saja dirinya harus segera menolong Luna, dan semuanya sudah terlambatㅡuntuk yang kedua kalinya.

"Bangsat! Brengsek, lo! Bajingan! Puas lo sekarang, hah! Puas lo!" Juan tiba-tiba datang menghampiri Biru yang masih ditemani Dirga di club tersebut, lalu tanpa aba-aba Juan langsung meninju wajah Biru hingga membuat Biru terkejut.

"Apa-apaan sih, lo!" Biru yang hendak melawan, harus tertindih badan Juan yang sudah kembali menyerangnya. Juan memukul wajah Biru berkali-kali sambil berteriak kencang, ia menumpahkan segala perasaannya yang campur aduk dengan memukuli Biru hingga babak belur.

"Tolong, aku tidak mau mendengar berita itu lagi. Tolong, tolong bukan berita itu!" Biru hanya bisa berbicara dalam hati, berharap jika bukan berita mengenai istrinya yang akan ia dengar kembali saat ini. Ia trauma, bahkan luka kehilangan Luna belum bisa ia sembuhkan. Biru menutup kedua matanya, merapalkan doa dan berharap jika perkataan Juan selanjutnya adalah bukan tentang kematian istrinya.

"Luna, istri lo, istri lo meninggal! Kenapa harus dia? Kenapa harus istri lo yang jadi korban? Apa penderitaan dia belum cukup sampe lo setega itu ke dia?! Gue benci sama lo! Gue gak mau tau! Balikin si Luna! Buat dia hidup lagi!" Juan menangis histeris di hadapan Biru, dan Dirga yang masih berada di tempat hanya terlihat diam mematung, entah pura-pura terkejut atau memang benar-benar terkejut mendengar berita tersebut.

Biru menumpahkan tangisannya, luka yang belum sembuh sempurna itu kini malah kian melebar. Dadanya pun terasa sesak, dan ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri karena ia bangun di saat yang tidak tepat. "Seharusnya aku langsung pergi ke kafe itu, kenapa aku harus minum sebanyak ini sampai susah untuk bangun!?" Batinnya.

"Lepasin gue! Gue harus ke sana sekarang! Gue harus cari tau siapa pelakunya! Gue yakin pelakunya masih ada di sana!" Biru meninggikan nada suaranya sambil mendorong Juan agar segera menyingkir dari tubuhnya. Ia berusaha bangun sambil memegangi kepalanya yang masih terasa berputar-putar, namun ketika ia hendak ambruk, tangan Dirga tiba-tiba saja memegangi tubuhnya.

"Gue bakal nganter lo." Sahut Dirga sambil memperlihatkan ekpresi wajah yang sulit sekali Biru artikan.

🥀

ANGAN BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang