Bagian 1: Hancur

199 20 0
                                    

"Tolong, sekali saja. Hadirlah ke dalam mimpiku."

🥀

"Biru? Biru? Woy! Bangun! Hibernasi lo udah keterlaluan. Bangun sekarang!" Juan menarik paksa selimut yang digunakan Biru untuk menutupi seluruh tubuhnya, lalu menggoyang-goyangkan tubuh Biru untuk membuat sepupunya itu bangun.

"Pergi lo!" Lelaki bernama Biru itu terusik dan mendorong tubuh Juan agar menjauh, lalu kembali menutupi tubuhnya dengan selimut.

Juan menghela napas kasar. Sepupunya yang berumur 1 tahun lebih tua darinya itu sudah berminggu-minggu terlihat seperti mayat hidup. Semua orang terdekat Biru sudah berusaha untuk membantu Biru bangkit, namun usaha mereka sia-sia.

Biru kehilangan separuh hidupnya, Biru kehilangan cahaya dan semestanya. Biru kehilangan sosok yang dulu sering disakitinya.

Terlihat seperti mendapatkan karma secara instan, namun orang terdekatnya tentu tidak mau ikut campur lebih jauh mengenai masalah pribadinya.

"Ini udah masuk minggu ke tujuh dan lo masih kayak gini. Mau sampe kapan, hah! Seharusnya lo gak boleh kayak gini, karena dia pasti bakal semakin kesiksa di sana. Harusnya lo mikir! Selama ini lo sadar kan dengan semua perbuatan lo ke dia?!"

Amarah Juan memuncak. Ia tidak sanggup lagi melihat sepupunya terpuruk seperti itu. Ia tahuㅡsangat tahu tentang semua sikap dan perilaku buruk Biru sebelum semua bencana itu terjadi, namun semuanya kini sudah berlalu.

Semua yang terjadi juga bukan murni kesalahan Biru, namun sepupunya itu terus menyalahkan dirinya sendiri. Menyebut dirinya sebagai seorang penjahat, pembunuh, pembawa sial, dan lain sebagainya.

Juan frustrasi, ia tidak tahu lagi bagaimana cara untuk membuat sepupunya bangkit. Di sisi lain, ia marah dengan perilaku buruk Biru ketika itu, namun ia juga tidak tega jika melihat Biru terus menerus menyalahkan dirinya dan meratapi kesalahannya seorang diri.

"Mau ke tempat dia? Gue tau lo kangen sama dia. Kalo mau, gue anter sekarang. Udah saatnya lo datang berkunjung ke tempat dia." Juan kembali mencoba menarik selimut Biru sambil mengajaknya bicara.

Setelah diam cukup lama, Biru akhirnya mengangguk pelan, lalu bangun dari tidurnya.

Juan kembali menghela napas panjang melihat kondisi Biru yang benar-benar buruk, sampai ia hampir tidak mengenali sepupunya lagi.

Biru yang selalu tampil modis, cool dan elegan, kini terlihat semrawut. Matanya bengkak karena sering menangis, badannya pun terlihat semakin kurus.

Rambutnya acak-acakan, dan lingkaran hitam di bawah matanya pun terlihat semakin parah.

"Gue sampe gak ngenalin sepupu gue sendiri. Lo beda banget, sumpah! Gue tau lo sehancur itu, tapi tolong, setelah ketemu dia hari ini, lo harus bisa ngelanjutin hidup lo. Jangan tebus semua kesalahan lo dengan cara kayak gini. Sekarang lo dandan yang cakep, dia pasti gak mau nemuin lo yang buluk gini."

Juan menepuk pundak Biru untuk memberinya sedikit kekuatan, lalu ia berjalan keluar kamar untuk membiarkan Biru bersiap-siap terlebih dahulu.

Juan menyenderkan tubuh dan kepalanya pada pintu kamar Biru, lalu mengusap airmatanya yang tiba-tiba saja mengalir tanpa diminta.

Hatinya masih sakit karena kepergian sosok yang dulu pernah ikut bersemayam dalam hatinya, namun jika ia ikut lemah, maka tidak ada orang lain lagi yang bisa membantu Biru.

Gadis itu lebih memilih Biru daripada dirinya, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa. Perasaan tidak bisa dipaksakan, dan Juan menghormati keputusan gadis tersebut.

ANGAN BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang