•••
Note:
Chapter terpanjang dari chapter-chapter yang lain ..
Jadi kalian mau bilang apee nih ke Li?
Spam komen yang banyak ya!
Li gak maksa .. Gak juga nargetin vote segitu .. Komen segitu ..
Li mah .. Selowwwww yee kan?
Udah ah bacotnya .. Banyak bener perasaan ..
Happy reading!
TIGA minggu bersekolah di SMA Rajawali, membuat Salma lebih mengenal daerah tempat tinggalnya mulai sekarang. Tak jarang Salma bepergian seorang diri saat ingin membeli sesuatu. Tentu abangnya sudah menawari untuk ikut menemani, bahkan Endra dan Vani sangat setuju. Namun Salma tidak ingin merepotkan mereka hanya karena ingin menemaninya belanja keperluan wanita seperti ini.
Biasanya, saat Salma datang bulan seperti ini, perutnya akan sangat sakit yang tidak tertahan. Tapi kini perutnya masih belum ada tanda-tanda. Mungkin karena baru hari pertama.
Salma menginjakkan kaki disupermarket yang cukup dekat dengan kompleks rumahnya. Lalu langkahnya menuntun kearah rak pembalut. Jari lentiknya menari-nari mengitari rak hanya untuk mencari merek pembalutnya. Saat sudah menemukannya, Salma beranjak kearah rak makanan ringan. Dia juga butuh cemilan saat ingin menonton upin-ipin dikamar. Salma juga menambah susu kotak kesukaannya dikeranjang. Lalu Salma berjalan kearah kasir untuk membayar belanjaannya saat dirasa sudah cukup terbeli.
"Mbak, ini belanja saya"
"Hitung!"
Salma dan seseorang berbicara bersamaan didepan kasir. Entah Salma yang duluan atau ia yang terlambat. Salma menolehkan kepalanya.
"Gue dulu yang antri!" ketusnya. Nada bicara Salma yang dulu sudah tidak dipakainya karena Tesya sudah memasukkan bubuk-bubuk modern dalam tubuhnya semenjak mereka berteman.
Lelaki berpakaian serba-serbi hitam itu hanya menoleh sekilas tanpa ingin menjawab. Ia tetap kekeuh ingin dilayani terlebih dahulu.
Salma mengernyit heran, sepertinya suara bariton ini sedikit familiar dipendengarannya. Tapi punya siapa ya?
Salma kembali menoleh. Masker dan kaca mata serba hitam itu, tidak bisa membuatnya mengenali siapa sosok familiar itu.
"Mata lo mau gue cungkil?"
Salma terburu-buru mengalihkan pandangannya. Mendadak detak jantungnya tak terkontrol entah karena takut atau gugup dengan perkataan lelaki didepannya. Salma hanya bisa berharap semoga perkataan lelaki itu bukan tertuju padanya. Wajah lelaki itu juga tidak menoleh padanya, itu berarti bukan Salma yang tengah diajaknya bicara tadi kan?
"Totalnya 157 ribu mas"kasir supermarket itu berucap seraya menyodorkan kantong palstik yang menurut penglihatan salma hanya berisi sedikit barang itu dilihat dari bentuknya yang kecil. Memang kali ini Salma mengalah untuk duluan dilayani, jadi gadis berhoodie cokelat itu hanya bisa menyumpah serapahi dalam hati lelaki menyebalkan didepannya yang tidak mau mengalah demi seorang perempuan.
Lelaki itu menyodorkan dua lembar uang merah dan langsung berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Seenggaknya bilang makasih kek atau senyum kek kekasirnya!batin salma mendelik sinis. Salma langsung menyodorkan belanjaannya pada mbak kasir lalu membayarnya dan langsung melangkah keluar supermarket.
"Bro, cewek cantik tuh! Susulin gih"
Samar-samar dapat Salma dengar ucapan lelaki dari ujung jalan seberang sana. Terdapat beberapa lelaki yang tidak dapat Salma kenali barang satu pun. Salma mempercepat langkahnya. Malam juga semakin larut dan tentu kendaraan yang berlalu lalang semakin berkurang karena ini sudah waktunya untuk mengistirahatkan tubuh dari lelahnya pekerjaan seharian.
KAMU SEDANG MEMBACA
• D I V I N E__ D E C R E E, FA T E •
General FictionHuh .. Huh.. "MAU LO APA ANJING! LO SIAPA MAIN NGAJAK-NGAJAK GUE PACARAN?! GUE BELUM TAHU IDENTITAS LO BANGSAT! RUPA LO AJA KAGAK! MAIN NGAJAKIN ANAK ORANG PACARAN! SANTAI AMAT TUH MULUT! BAU AJA IYA PASTI!" Urat-urat tenggorokan Salma mendadak mem...
