Dudley sudah kenyang dengan omongan anak-anak ular sejak topi sortir memutuskan Slytherin sebagai rumah keduanya. Dia juga sudah menduga tindakan mereka selanjutnya, jadi lontaran hex tingkat atas yang menghampiri begitu dia menginjakkan kaki di common room Slytherin hanya dibalas tatapan malas.
Oh, lihatlah wajah-wajah terkejut itu ketika mantranya menghilang di udara sebelum sempat menyentuh target. Dudley hampir tertawa dengan sombong, jika saja perkataan Gilbert tidak melintas di pikirannya.
"Ingatlah! Sekarang kau seorang pureblood. Dengan sifatmu kau bisa saja dimasukkan ke Slytherin. Kau bisa melawan untuk pertahanan diri tapi jangan pernah memihak."
Dudley tahu dia tidak boleh berpihak pada siapapun. Mau itu Death Eater atau Orde yang pernah diceritakan ibunya, selain dirinya sendiri hanya keluarga yang pantas mendapat perlindungan darinya.
"Tch, kekanak-kanakan sekali."
Marcus Flint yang telah melemparkan mantra menjadi murka. Sekali lagi dia melontarkan hex yang berbeda dan hal yang sama terjadi.
"Apa kau bilang?"
Dudley mengangkat satu alis, dagu terangkat dengan angkuh disertasi kilatan mengejek dalam netra birunya. "Apa kau tuli? Maaf saja, aku tidak punya niat mengulang kalimat untuk orang bodoh."
Dengan gemeletuk gigi menahan amarah, Marcus menodongkan tongkat dan meluncurkan berbagai kutukan secepat yang dia bisa.
Sayangnya, Dudley yang sudah terbiasa perang mantra dengan adiknya, ayahnya, sahabat-sahabatnya maupun auror di kementerian dengan mudah menangkis semua kutukan layaknya seorang veteran dengan pengalaman bertahun-tahun.
Dia tidak menyerang atau membalikkan mantra. Bagi Dudley, melihat lawannya kewalahan sembari memberikan provokasi sampai lawannya kalah sendiri adalah kesenangan tersendiri baginya.
Merasa mulai lelah, Marcus yang melihat keadaan sangat tidak menguntungkannya segera melancarkan serangan terakhir. Cruciatus. Tapi Dudley sama sekali tidak bereaksi, bahkan ketika serangan lain mematahkan kutukan itu.
"Idiot. Kau tahu seberapa menyakitkan kutukan itu tapi tidak menghindarinya."
Dudley terkekeh. Tanpa berbalik dia berkata, "Anda sudah ada disini, kenapa Saya harus melakukan sesuatu yang merepotkan? Lagipula, Anda tidak mungkin membiarkan anak-anak asrama kesayangan Anda terluka 'kan, Profesor Snape?"
Severus Snape bungkam, tidak menyetujui maupun menyangkal. Tapi semua orang tahu bahwa hal itu benar. Sekalipun Dudley adalah murid baru merangkap pureblood baru, tapi dia sudah menjadi bagian dari Slytherin dan sudah menjadi tanggung jawab Severus untuk melindunginya.
Dudley menyeringai tipis. "Well, sebaiknya kita sudahi pertemuan membosankan ini. Saya sudah mengantuk jadi sebaiknya Anda menyampaikan hal yang lebih berguna dari sekedar kata-kata penyemangat."
Sebagian Slytherin menatap marah meski tidak berani menyerang di depan Sang Kepala Asrama. Severus yang melihat hal itu menghela napas secara mental dan merasa bahwa hidupnya telah berkurang 10 tahun.
Severus menyampaikan beberapa informasi, termasuk memberikan jadwal 1 semester kepada tahun pertama, kemudian dengan cepat mengakhiri pertemuan karena Kepala Sekolah baru saja meminta pertemuan seluruh pengajar.
"Kuakui tadi kau cukup keren."
Dudley yang hendak menutup pintu kamar segera menoleh ke arah orang yang baru saja mengomentarinya. Blaise Zabini, Dudley mengenalnya karena merupakan salah satu keluarga pureblood. Tak hanya Zabini, yang tengah duduk di atas kasur dengan sebuah buku di genggamannya, juga ada Theodore Nott yang sedang tiduran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sometimes I Wanna Called Them Family
Fanfiction[ A Harry Potter Fanfiction] Vernon dan Petunia telah membesarkan keponakan mereka dengan seluruh kekejaman yang bisa mereka berikan, memperlihatkan kepada Harry kecil seperti apa dunia ini bekerja. Sekarang, mereka dipaksa untuk menghadapi takdir b...