Meninggalkan rumah dan kampung halaman adalah kesedihan paling awet bagi setiap mahasiswa rantau. Jauh dari keluarga, kesepian, harus banyak berpikir dan tentu tidak boleh boros kembali menjadi temannya di kota yang terkenal dengan julukan kota pahlawan ini. Masa libur kuliahnya sudah berakhir.
Arumi baru saja sampai di kost-nya beberapa menit yang lalu. Gadis itu meletakkan dengan asal barang-barang yang dibawa dari kampung, badannya terlalu lelah dan perutnya juga kelaparan.
"Ini kamar ada tikusnya nggak, ya? Ah, kayaknya enggak ada, deh. Masih wangi gini, sebulan lalu, kan, udah aku bersihin juga," gumamnya sambil meneliti beberapa sudut kamar yang tidak terlalu luas itu. Dengan sedikit malas, dia mulai merapikan semua barang bawaannya tadi ke tempat yang seharusnya.
Setelah semua rapi, ia pun mulai memanjakan perutnya yang sejak tadi berbunyi tak karuan dengan memasak mie instant. Pilihannya kali ini masih dengan rasa kesukaannya, yakni mie instant yang bungkusnya berwarna hijau dan putih, tidak terlalu pedas tapi sangat berhasil membuat hormon endorphin-nya meningkat. Iya, hormon yang meningkatkan nafsu makan.
Kemudian, saat sedang menikmati makan malam, tiba-tiba dering ponsel tanda panggilan masuk menginterupsi kegiatannya.
Kak Ardan is Calling ....
"Assalamu'alaikum, Kak. Ada apa?" sapanya dengan malas.
"Ululu ... sepupu gue yang cantik jelita kayak Lucinta Luna Manjalita, udah sampai di Surabaya?" ucap seseorang di seberang telepon sana. Dengan nada suara yang sengaja dibuat-buat seperti suara waria itu, berhasil membuat rasa kantuk Arumi bertambah.
"Mamaaa, kenapa keponakan mama seaneh ini? Kak, coba jangan gitu, dong. Percuma ganteng kalo otaknya sableng," ucapnya pasrah.
"Percuma cantik sama pinter kalo nggak ada yang naksir," balas Ardan dengan nada mengejek. Membalikkan pernyataan adalah keahliannya dan sableng adalah kelebihannya.
Menurut Arumi, Ardan adalah satu-satunya sepupu yang sering membuatnya sakit kepala. Meski selera humornya tinggi, tapi Ardan juga selalu dengan mudah membuatnya tertawa.
"Idih ... salamku yang tadi belum dijawab, lho, Kak. Emang nggak takut dosa?" ucapnya jengah.
"Idih ... emang tadi lo ada bilang, Assalamu'alaikum?"
"Ih ... kok malah nggak percaya? Kasih salam di awal sama akhir telepon udah jadi kebiasaanku, lho, Kak," ucapnya tak mau kalah.
"Noh, lo aja nggak jawab salam gue barusan. Nggak takut dosa?"
"Dahlah, Kak, teleponnya aku tutup. Besok pagi aku mau ke kampus. Wassalamu'alaikum." Arumi pun mengakhiri panggilan telepon itu secara sepihak. Setelah berusaha mengatur emosinya, ia pun kembali menikmati mie instant yang beberapa menit lalu terpaksa ditinggalkannya.
***
Keesokan harinya, Arumi sudah berada di kampus dengan berbagai kesibukan ala mahasiswi keguruan. Berusaha menyicil sedikit demi sedikit tugas yang tadi diberi dosen, dengan nyaman gadis itu masih telihat enggan beranjak dari kursinya. Madek dan Viola, sahabatnya, masih setia menunggu di deretan kursi paling belakang dengan kesibukan mereka masing-masing.
Mereka berdua sama-sama sibuk dengan telepon genggam. Tapi, sudah bisa dipastikan bahwa Viola sedang tebar pesona online kepada para lelaki di kontak whatsapp-nya. Sedangkan Madek, si pria kemayu, pasti sedang berselancar di sosmed mencari barang-barang yang menurutnya kiyowo seperti Mas Jong Ki, idolanya.
"Aww ... Masya Allah," teriaknya lantang khas waria penyanyi dangdut acara nikahan di kampung Arumi.
"Astaghfirullahal'adziim. Ish Dekri, lo kenapa, sih? Jangan berisik, deh! Gue lagi telponan sama Kak Husen." Viola yang kaget, tiba-tiba lepas kendali. Suara yang sejak tadi dibuat lemah-lembut saat berbicara melalui telepon itu, sudah bervolume seperti toa.
Ah, hilang sudah sisi feminimnya di mata Kak Husen, pikirnya. Padahal sejauh penelusurannya, Husen adalah tipe cowok yang suka gadis lembut nan anggun. Jatuhlah citra cantiknya hanya karena sahabat kemayunya itu.
"Aww ... Vi, lihat deh! Ini, tuh, kiyowo maksimal. Ah ... bahagianya aku, Mas Jong Ki. Akhirnya, Vi! Akhirnya gue dapat cara ngebucin baru yang agak bernilai. Siap-siap, deh, gue di-notice suami korea." Arumi yang tadi ikut terkejut, sudah memutar kursinya menghadap ke belakang untuk menyimak bersama Viola.
"Eh ... Dekri, ngomong yang jelas, dong. Capek gue ngeliat lo cerita sambil gerak-gerak kayak cacing kepanasan. Kenapa, sih, Mama Dekriii?" ucap gadis itu jengah, tapi terdengar menyenangkan di telinga Dekri.
"Eh ... guys, ciwi-ciwi gue! Kalian tau istrinya mantan suami gue, kan?"
"Subhanallah Dekri, Madeek! Mantan suami lo yang mana, anj? Seingat gue, semua oppa korea juga lo sebut suami," sungut Viola.
"Ho'oh, setauku juga semua cogan di kampus ini kamu sebut suami, Kri. Viola aja yang banyak gebetannya, biasa aja, tuh. "
"Eh ... Rum, kok malah bawa-bawa gue? Gue itu nggak punya gebetan, gue sering chat sama cowok juga buat temenan, cuma mau gue baperin doang," sangkal Viola merasa tak terima dengan tuduhan Arumi.
"Lo juga, Dek ... Dek .... Mau jadi Tante Ragil part 2, lo? Jeruk, kok, suka jeruk," sambungnya lagi.
Dekri yang sudah mulai jengah dengan suara toa milik Viola pun beranjak dari tempatnya. Dia yang awalnya duduk tepat di samping Viola, kini sudah kembali duduk pada kursi kosong yang terletak di antara kursi Arumi dan Viola.
"Apasih, Vi? Kalo bisa jadi kayak Ibu Ratu Lucinta Luna Manjalita membahana badai, kenapa harus jadi Tante Ragil? Madek, mah, masuk kategori waria premium. Emang Song Hye Kyo aja yang bisa jadi janda premium? Madek, mah, juga bisa."
"Innalillahi, Madeekk. Sadar woy, Allah itu nggak mau hamba-Nya melangkahi kodratnya. Bener-bener, ya, Dekri. Nggak mau gue temenan sama orang yang transgender. Bisa-bisa gue kalah saing lagi sama lo," seru Viola.
"Yaelah, Vi. Jangan ngegas kali, gue masih waras. Masih mau nikah sama perempuan, kok, gue."
Hari itu pun berakhir dengan antusias Dekri untuk segera memesan sebuah produk kecantikan lokal yang menjadikan Song Jong Ki, sang suami halu, sebagai brand ambassador. Yah, cara Madek ngebucin bisa dibilang naik level, guys!
Kendari, 5 November 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Anganku Ikut Bersamamu
Chick-LitArumi Azalea Razeta, sang kembang di Bulan Mei. Bercerita tentang kemarin, hari ini, dan esok, antara menunggu cinta masa lalu untuk sang abdi negara, atau beranjak bersama Elang yang menjanjikan banyak cinta, atau bahkan melangkah dengan pilihan ta...