"Hai! Selamat pagi, nona cantik!" Tiba-tiba terdengar sapaan dari seorang pemuda. Arumi yang awalnya sedang asyik bermain handphone di taman fakultasnya itu pun mau-tidak mau akhirnya menoleh juga.
"Aku?" tanyanya tanpa suara, berusaha memastikan bahwa nona yang dimaksud pemuda itu adalah dirinya.
"Iya, kamu. Arumi Azalea Razeta, kan? Mahasiswi semester 4, jurusan pendidikan matematika," jawab pemuda itu dengan senyum tengilnya. Pemuda dengan rambut sedikit gondrong itu, tampak asing bagi Arumi. Pakaiannya juga terlihat cukup berantakan untuk ukuran mahasiswa keguruan.
"Maaf, Kakak tau namaku?"
"Iya, aku tau nama kamu. Perkenalkan namaku Elang, pemuda tampan yang sejak kemarin mencintaimu. Dan, ya, visi-misiku di masa depan adalah membahagiakanmu." Pemuda itu mulai memperkenalkan diri. Dengan tangan yang terulur ke arah Arumi, hendak berjabat tangan.
Butuh waktu beberapa lama untuk Arumi mencerna setiap ucapan yang terdengar dari suara tegas nan lembut milik pemuda bernama Elang itu. Dengan sungkan, tangannya ikut terulur untuk menerima jabat tangan pemuda di hadapannya itu.
"Ternyata senyum yang aku lihat sekarang lebih manis dari foto sosmed-mu, ya." Sedangkan gadis yang baru saja dipuji hanya mampu menampilkan senyum kikuknya. Karena sejak tadi, pemuda itu melayangkan tatapan kagum yang tidak pernah lepas dari sosok Arumi.
Ada kesunyian yang tercipta di antara kedua orang itu, sampai akhirnya Elang kembali membuka suara, "Ingat wajah dan namaku baik-baik, Nona Arumi. Karena aku yakin, setelah ini kita akan sering bertemu," ucapnya dengan yakin.
Seakan mulai sadar akan satu hal, Elang pun pamit setelah sebuah notifikasi masuk dari telepon genggamnya, meninggalkan Arumi yang masih mematung di tempatnya. Lambaian tangan dan senyum manis milik Elang menjadi satu-satunya pengantar, sebelum pemuda itu benar-benar menghilang di antara hijaunya taman.
"OMG ... VIOO! ITU BENERAN KAK ELANG, KAN? AH, ASLINYA BENERAN GANTENG. VIO, MADEK LAGI NGGAK MIMPI, KAN, INI?" teriakan heboh milik Madek berhasil membuat Arumi tersadar dari kebingungannya. Bersama Viola, pemuda kemayu itu datang membawa tiga cup minuman dingin dan sekotak pisang nugget keju.
"Rum, tadi Kak Elang ngapain ke sini? Tanyain ruangan ke elo, ya?" tanya Viola setelah ketiganya berhasil mendapat tempat duduk yang nyaman untuk makan siang.
"Nggak, Vi. Dia nggak nanya ruangan ke aku." Arumi masih terlihat bingung.
"Lha, terus dia ngapain ke sini? Padahal fakultas dia sama fakutas kita lumayan jauh, lho," ucap Viola yang diberi anggukan setuju oleh Madek.
"Kalian kenal orang tadi? Kok, aku nggak kenal, ya? Padahal dia tau nama bahkan jurusan kuliahku," tanya Arumi dengan polos.
Mendengar pertanyaan yang keluar dari bibir mungil sahabat lugunya itu, Viola dan Madek hanya bisa tepuk jidat. Mereka prihatin dengan kepolosan gadis itu.
"Makanya, Rum, kalo kita ajak jalan nyari cogan kampus, ikut dong. Jadinya gini, kan." Madek mulai jengah.
"Kak Elang itu terkenal, lho, di kampus ini. Doi itu senior yang cuma beda setahun sama kita, dari jurusan teknik sipil."
********
Malam pun tiba, Arumi yang saat itu sudah segar dengan setelan piyama corak Spongebob-nya sedang bersiap menuju alam mimpi. Kasur empuknya sejak tadi seakan memanggil untuk segera menopang tubuh mungil gadis berkulit putih itu.
Lampu kamarnya sudah sejak sepuluh menit yang lalu dipadamkan. Matanya mulai terpejam, sampai tiba-tiba bunyi ponsel menginterupsi rasa kantuknya.
"Argh ...siapa, sih? Ganggu bangeett, sumpah!" rengeknya setengah terpejam. Tangannya mulai meraba-raba ponsel yang ia letakkan di atas nakas samping ranjangnya.
Dengan kesal Arumi pun mengangkat telepon itu, "Assalamu'alaikum. Hm ... Kak Ardan ada perlu apa?"
"Wa'alaikumussalam. Dek, lo belum tidur, kan? Belum ngantuk, kan?" tanya pria di seberang sana, tak tahu waktu.
"Hello, excuseme? Kak Ardan nggak bisa liat jam, apa gimana, sih? Ini udah mau jam 12 malam, lho, Kak. Aku udah ngantuk," jawabnya.
"Oalah ... baru mau jam 12, toh. Bentaran doang, Dek. Gue cuma mau curhat dikit."
"Btw, gimana hari ini? Menyenangkan, nggak?" tanyanya lagi, berusaha mengambil hati Arumi. Pemuda itu sangat gemas jika sudah berbicara dengan sepupunya. Arumi yang manja dan Ardan yang jahil adalah perpaduan yang menyenangkan, menurutnya.
"Hari ini ada yang aneh, Kak. Tapi, aku lagi males curhat sama Kak Ardan. Ngantuk tau! Kak Ardan mau curhat apa? Tentang pacarnya? Emang Kak Ardan ada pacar? Ada yang mau gitu sama orang stress kayak Kakak?" Arumi mengejek, sedangkan Ardan yang tengah duduk di seberang sana terdengar menghela nafas panjang.
"Idih ... kayaknya serius, nih! Kak Ardan terdengar menghela nafas panjang, hendak menceritakan gebetan yang masih nolak dia. Hahahaha ...," ejeknya lebay, rasa kantuknya seakan menguap, hilang tak tahu ke mana.
"Dek, lo tahu, nggak?" tanya Ardan dengan nada tengilnya.
"Arumi nggak tau," jawabnya singkat.
"Mau tau, nggak?" Arumi hanya diam, menunggu Ardan melanjutkan ceritanya.
"Lho, Dek? Jangan tidur dulu, woy! Awas aja lo, kalo sampai tidur. Arumii, gue belum mulai cerita," teriaknya.
"Apa, sih, Kak? Mau cerita apa? Emang gebetannya kenapa?"
"Idih ... tenang, Dek. Gue nggak lagi mau curhatin gebetan. Lagian orang pacaran itu adalah kumpulan orang-orang yang nggak percaya diri," bijaknya. Arumi yang mendengar itu pun, seperti ingin muntah. Ardan tidak seperti itu, pikirnya.
"Terus Kakak mau bilang, Kak Ardan orang yang percaya diri? Gitu?" tanyanya setengah tertawa.
Cukup lama Ardan diam, Arumi akhirnya jengah juga. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju tempat air minumnya berada. Setelah berhasil menegak segelas air, gadis itu pun kembali bersuara.
"Kaakkk," panggilnya jengah.
"Eh, sorry. Habis ada panggilan alam tadi. Sampai mana, ya, tadi?" tanyanya pada diri sendiri.
"Oh iya! Ya kali, gue termasuk orang-orang percaya diri. Mengingat semua perjuangan gue deketin doi yang sampai sekarang belum ada titik terangnya, gue pesimis. Takut gue, kalau nanti Allah nggak jodohin dia sama gue," ungkapnya mendramatisir.
Mendengar perkataan ngawur dari kakak sepupunya, Arumi yang hendak memasukkan sepotong roti ke dalam mulutnya, tiba-tiba saja tersedak air liurnya sendiri.
"Dasar orang stress. Dahlah, Kak, aku mau tidur." Secara sepihak, Arumi mematikan sambungan telepon tersebut. Ardan yang berada di seberang sana, tanpa tau malu mulai tertawa lebar karena kembali berhasil mengerjai sang sepupu.
Menyadari bahwa dirinya berhasil dikerjai lagi oleh Ardan, Arumi hanya bisa merutuk dalam hati. Dengan kasar ditariknya selimut yang sejak tadi terbentang lusuh di ujung kasurnya.
Drt ... drt ... bunyi notifikasi kembali menginterupsinya. Sebuah nomor tak dikenal yang kemarin malam mengiriminya pesan, saat ini kembali mengirim pesan lagi.
+628539403xxxx
[Sudah waktunya tidur, Nona. Begadang tidak baik untuk kesehatan]
Nona? Untuk beberapa saat Arumi terdiam, sapaan itu tidak asing baginya. Seingatnya,siang tadi ada orang asing bernama Elang yang memanggilnya dengan sebutan, Nona. Tak banyak ekspetasi, ia pun mulai melihat sebuah foto profil yang di dalamnya terlihat Elang tengah berdiri dengan gaya cool-nya dan senyum yang menghiasi wajah tampannya.
"Siapa, sih, Kak Elang ini? Dia bahkan tau nomor whatssapp-ku," gumamnya penasaran.
Kendari, 6 November 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Anganku Ikut Bersamamu
Genç Kız EdebiyatıArumi Azalea Razeta, sang kembang di Bulan Mei. Bercerita tentang kemarin, hari ini, dan esok, antara menunggu cinta masa lalu untuk sang abdi negara, atau beranjak bersama Elang yang menjanjikan banyak cinta, atau bahkan melangkah dengan pilihan ta...