4. Class action

12 2 0
                                    

"Show me some attention, I want you to wake up, love"


"Tapi ya, Sar, lo nggak boleh langsung luluh gitu aja kalo Bang Garra dan cecurutnya ngasi tawaran. Lo tetap harus jual mahal. Ini akan bikin mereka ngerasa bahwa mereka dong yang butuh lo, dan bukan sebaliknya."

"Well, salah satu cecurut Bang Garra adalah pacar tersayang lo, Re."

Reana mendengkus lantas mengibaskan rambutnya dengan acuh. Sementara Maira terkekeh dan kembali menikmati soto mie dalam mangkuk dihadapannya.

Jam makan siang sudah berlalu sejak satu jam yang lalu, tapi diskusi tidak penting antara Reana dan Maira belum juga berakhir. Keputusan keduanya untuk tidak memesan makan siang pun akhirnya diurungkan dengan hadirnya dua mangkuk soto mie di atas meja. Sementara Sara sudah menandaskan kwetiaunya entah sejak kapan.

"Re, laki lo nggak ada cerita apa-apa gitu sama lo?" tanya Maira.

Reana mendongak dari mangkuknya lantas menggeleng. "Dia taunya gue ini manusia paling anti politik, jadi, ya obrolan kami nggak pernah mengarah kesitu. Ogah juga kali dia ngobrolin ginian sama gue. Timbang diajak mikir, gue lebih jago bikin dia enak."

"Gue pantau, makin kesini makin oke ya mulut lo, Re." Kata Maira. Ia melanjutkan, "But seriously, lo nggak kepingin nyari tahu sesuatu gitu?"

"Perlu?"

Sara menatap kedua kawannya bergantian. "Nggak usah, Re." katanya.

"Lho, kenapa? Kan supaya kita bisa atur strategi cadangan kalau-kalau rencana kita sudah kebaca, Sar!" kata Maira setelah menyesap es jeruk dari gelasnya hingga tandas.

Sara mendapati Reana dan Maira menatapnya dengan sangsi. Hingga ia lantas menghela napas dan memutuskan untuk kembali bungkam.

"Sar?"

"Say something."

Mengedikkan bahu lantas menghela napasnya, Sara kembali mendongak.

"Gue nggak perlu tau apa rencana mereka. Gue janji nggak akan gegabah. Well, ini adalah simbiosis mutualisme kan, dan gue rasa kita nggak perlu strict banget. Kita cuman harus pasang benteng buat kita, menang Pemira, then leave."

Reana mengangguk menyetujui. "Menurut gue juga Bang Garra nggak bakalan sebrengsek Kak Nanta sih. Cecurutnya juga terkenal good guy semua kecuali Raksa sama Igo."

"Manusia termesum sejagat raya. Padahal laki lo juga masuk karena sama brengseknya tapi yaudah, approved deh kalo udah agak waras." Sambung Maira sembari berdecak.

"Batang paling sialan yang otaknya penuh jenis-jenis lubang untuk ngangetin ranjang." Ucap Reana lagi. "Ya, Rio juga, kan mereka sepaket kayak penghuni Tadika Mesra. Tapi, dia tobat sejak punya gue, kita patut bersyukur. Burungnya sih, mulutnya masih belum. Tapi, gue tetap bersyukur pokoknya."

Kali ini Sara yang berdecak. "Ranjangnya bukan urusan kalian, gurls. Stop it."

"Right, ma'am. Tapi siapa tau one day gue mampir sih." Kata Maira.

"Sialan lo."

"Dihh???"

Maira mengedik lagi kemudian berucap, "Bad boy brings heaven to you, gue percaya itu."

--

Sara mendongakkan kepala ketika kursi dihadapannya diduduki oleh seseorang dengan kemeja putih dan levis biru. Matanya agak terkejut sesaat ketika mendapati Garra tengah mengatur posisi dan mulai membuka bukunya.

AscendancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang